Mohon tunggu...
Keysa Aulia Syifa
Keysa Aulia Syifa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang mahasiswi pembelajar yang hobi menulis dan main musik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sebatas Apakah Amandemen Konstitusi Dapat Dilakukan?

23 April 2021   14:09 Diperbarui: 23 April 2021   14:09 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Amandemen konstitusi merupakan kegiatan melakukan perubahan formal terhadap dokumen resmi tanpa melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Dalam amandemen, perubahan yang dilakukan berupa tindakan memperbaiki atau melengkapi  beberapa rincian baik berupa pasal atau ayat tertentu pada UUD 1945 yang asli. Amandemen konstitusi pertama kali dilakukan pada era reformasi yang ditandai dengan turunnya rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan presiden Soeharto.

Tujuan dari amandemen yang dilakukan adalah untuk menyempurnakan aturan dasar dalam tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan hukum. Perubahan-perubahan melalui amandemen adalah respon dari tuntutan reformasi pada waktu itu, yang dilatarbelakangi oleh praktik penyelenggaraan negara pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Selain itu, alasan filosofis, historis, yuridis, sosiologis, politis, dan teoritis juga menjadi tujuan diadakannya amandemen.

Amandemen konstitusi dapat menimbulkan suatu permasalahan. Masalah-masalah yang timbul sebab dilakukannya amandemen antara lain berhubungan dengan adanya sejumlah kelemahan sistematika dalam substansi UUD pasca amandemen seperti inkonsisten, kerancuan sistem pemerntahan dan sistem ketatanegaraan, dan lain sebagainya.

Indonesia telah melaksanakan amandemen konstitusi sebanyak empat kali. Amandemen pertama dilakukan pada Sidang Umum MPR pada tanggal 14-21 Oktober 1999 yang menghasilkan perubahan fundamental: pergeseran kekuasaan membentuk Undang-Undang dari Presiden ke DPR dan pembatasan masa jabatan Presiden selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

Amandemen kedua dilakukan pada Sidang Tahunan MPR pada tanggal 7-18 Agustus 2000. Pada amandemen kedua, terdapat perubahan penting dalam beberapa bidang, yakni: otonomi daerah/desentralisasi, penegasan fungsi dan hak DPR, perluasan jaminan konstitusional Hak Asasi Manusia, sistem pertahanan dan keamanan negara, pemisahan struktur dan fungsi TNI dengan Polri, dan pengaturan bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan.

Amandemen ketiga berlangsung pada Sidang Umum MPR pada tanggal 1-9 September 2001, di mana terdapat perubahan mendasar yakni: penegasan Indonesia sebagai negara demokratis, perubahan struktur dan kewenangan MPR, pemilihan Presiden dan wakil Presiden langsung oleh rakyat, mekanisme pemakzulan Presiden dan/atau wakil Presiden, kelembagaan DPD, sistem Pemilu, pembaharuan kelembagaan BPK, perubahan kewenangan dan proses pemilihan dan penetapan hakim agung, pembentukan MK, dan pembentukan KY. Yang terakhir, amandemen keempat berlangsung pada Sidang Umum MPR, pada tanggal 1-11 Agustus 2002. Dalam sidang ini, yang dilakukan adalah penyempurnaan penyesuaian untuk perubahan-perubahan sebelumnya termasuk penghapusan atau penambahan pasal/bab.

Amandemen konstitusi pada dasarnya bukanlah hal yang dilarang selama dilakukan demi kebutuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Akan tetapi, amandemen konstitusi harus dilakukan secara hati-hati. Dalam hal ini, harus sesuai dengan kesepakatan politik pada saat amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pada tahun 1999-2002 di mana, amandemen konstitusi tidak bertentangan dengan penguatan sistem presidensial, tidak mengubah bentuk negara kesatuan Republik Indonesia, tidak mengubah bunyi Pembukaan UUD 1945, dan tidak perlu ditambah lagi Penjelasan UUD 1945. Apabila amandemen konstitusi berkaitan dengan keempat hal yang dilarang dan melemahkan konsesus tersebut, maka tidak layak untuk dipertimbangkan.

Majelis Permusyawaratan Rakyat harus mempertegas amandemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas. Pasal 37 Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa "Setiap usul perubahan  pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya." Pasal ini dapat menjadi dasar amandemen konstitusi secara terbatas. Dalam hal ini, MPR perlu menjelaskan kepada masyarakat  luas mengenai amandemen terbatas sehingga tidak melebar ke hal-hal yang bersifat fundamental. Amandemen konstitusi, seharusnya memiliki proses yang bersifat partisipatif, di mana MPR harus memberi akses seluas-luasnya kepada masyarakat mengenai apa yang digagas dan menjadi titik fokus termasuk jika ada hal-hal yang akan diubah.

Pengesahan amandemen konstitusi harus mencerminkan kekuatan politik MPR dan masukan-masukan yang diperoleh dari masyarakat. Dalam amandemen, jangan sampai dilakukan suatu voting, amandemen harus mencerminkan aklamasi/musyawarah mufakat. Aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat tidak diterima mentahnya saja, melainkan memerlukan peran dari Badan Pengkajian MPR untuk memfiltrasi aspirasi masyarakat dengan cara pengkajian dan pendalaman sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, barulah Badan Pengkajian MPR melakukan elaborasi dan mengajukan rekomendasi kepada MPR secara transparan dan komprehensif.

UUD 1945 bersifat luwes dan kaku. Secara normatif, UUD 1945 memiliki sifat fleksibel karena di dalam batang tubuhnya mengatur bagaimana tata cara mengubah UUD. Buktinya seperti yang telah disebutkan di atas, UUD 1945 telah mengalami amandemen sebanyak empat kali yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Sementara itu, secara empiris jika melihat ketentuan Pasal 37 UUD 1945, UUD 1945 merupakan suatu konstitusi yang bersifat rigid. MPR sebagai lembaga yang berwenang mengubah UUD memiliki kekuatan-kekuatan politik yang sulit  terukur pada saat adanya keinginan untuk melakukan perubahan UUD 1945. Sifat rigid dari suatu konstitusi bertujuan untuk mencegah kesewenang-wenangan yang terjadi apabila suatu konstitusi bersifat terlalu fleksibel. Oleh karenanya, amandemen UUD 1945 harus dilakukan secara terbatas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun