Mohon tunggu...
kesatria sughani
kesatria sughani Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Desainer, Ilustrator, freethinker

Lahir di Jakarta, 16 April 1984. gemar membaca, menulis, dan menggambar. Pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum di SMK Broadcast Ghama Caraka Depok dan telah mendapatkan sertifikasi sebagai pendidik oleh Kementrian Pendidikan Republik Indonesia untuk materi ajar Bahasa Indonesia. Gemar Seni, filsafat, dunia pendidikan, dan banyak lagi yang lainnya. Sekarang telah menjadi ASN dan bertugas di SMA Negeri 1 Depok sebagai Guru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mendidik Anak Menjadi Taat

14 Januari 2021   15:37 Diperbarui: 15 Januari 2021   19:52 1430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh lain, ketika kita menerapkan aturan pulang sebelum jam 10 malam, kita juga harus menjelaskan ke anak bahwa itu dalam rangka menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan melatih kedisiplinan, bahwa jika tidur larut malam tidak akan baik untuk kesehatan. Semua itu perlu dijelaskan untuk menghindari adanya penolakan atau ketidaksetujuan anak terhadap peraturan yang kita buat. Dan pastinya semua itu untuk tujuan yang terbaik untuk anak-anak kita. 

Perintah atau aturan memang harus ada. Tanpa peraturan, maka tidak akan ada nilai, tidak ada bukti bahwa orangtua peduli terhadap masa depan si anak. Namun keduanya itu harus dipahami oleh anak. Anak perlu diajak bicara untuk mengerti betapa peraturan dan perintah-perintah itu sangat baik untuk mereka ke depannya.

KONSISTEN DALAM PERATURAN

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Ada lagi yang tidak kalah penting agar anak-anak kita menjadi taat. Bahwa dalam menanamkan nilai positif, kita harus konsisten. mengajarkan kejujuran, membuat aturan untuk tidak berbohong, dan menetapkan konsekuensi apabila melanggar hendaknya harus dijalankan. Termasuk apabila kita menjanjikan hadiah kepada anak-anak kita yang berprestasi, maka ketika anak benar-benar berprestasi, janji hadiah itu harus ditepati seberapapun harganya. Tidak boleh ada janji palsu. karena itu, sebelum berjanji hendaknya kita sebagai orangtua harus memastikan janji itu bisa dipenuhi. 

Lalu bagaimana kalau ternyata situasi tidak memungkinkan untuk menepati janji?

Penulis pernah berjanji pada anak penulis untuk membelikan playstation 4 jika ia mendapatkan peringkat pertama di sekolah. Dan ketika pembagian rapor, penulis sangat terkejut. Anak penulis benar-benar mendapat peringkat kelas tersebut. Saat itu penulis tidak punya uang untuk membeli itu. kemudian penulis berbicara dan bernegosiasi dengan anak penulis.

Penulis meminta keringanan sampai mampu membelinya. Kemudian dia menerimanya. Ketika uang itu sudah ada, penulis kembali bertanya kepadanya, "Apakah kamu masih ingin playstation 4?" katanya, "Gak usah, Pah. uangnya disimpan saja."dan tak lama, penulis menawarkannya untuk diubah hadiahnya menjadi handphone. anak Penulis nampak sangat senang dan mau.

Meski janji playstation tidak tertepati karena kondisi dan si anak sudah tidak berminat, namun penulis konsisten untuk menepati janji kepada si anak dalam hal pemberian hadiah atas prestasinya. Hal seperti itu secara sadar atau tidak sangat berpengaruh bagi hubungan kita dengan anak-anak.

Di sekolah tempat penulis mengajar juga pernah terjadi. Seorang siswa enggan memotong rambut sebagai syarat mengikuti Ujian Kenaikan Kelas. Sekolah kami memanggilnya hingga memanggil orangtuanya. Kami tetap konsisten dengan peraturan dan kami jelaskan maksud aturan itu digalakkan. kami tidak takut kehilangan siswa. kami justru takut kehilangan nilai-nilai kedisiplinan yang telah dibangun bertahun-tahun.

Bisa dibayangkan jika siswa tanpa dipotong rambutnya dapat lolos ikut ujian. teman-temannya yang lain akan menilai bahwa sekolah tidak konsisten dan tidak adil dan kelak akan berujung bertambahnya siswa yang tidak potong rambut dan kelak aturan potong rambut itu akan hilang.

Hilanglah satu indikator yang dapat sekolah gunakan untuk menilai kemampuan siswa dalam menahan diri, kesabaran, dan kedisiplinannya. Sekolah akan kehilangan lulusan-lulusan yang kokoh, yang mentalnya kuat dan tahan banting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun