Pendidikan di Indonesia saat ini sedang dihadapkan kepada situasi yang kurang menguntungkan.  Kondisi itu terjadi sejalan dengan kenyataan tentang lemahnya karakter bangsa Indonesia, yang selama ini diyakini sangat kuat dan teguh memegang sendi-sendi kehidupan arif dan bijaksana. Bukti nyata lemahnya pendidikan karakter bangsa ini dapat disaksikan  di lingkungan masimg-masing, seperti maraknya korupsi; perilaku beringas, menipisnya rasa kejujuran.Â
Perilaku-perilaku tersebut telah meperlemah pendidikan karakter. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan sekaligus menjadi aib  bagi pendidikan di negeri tercinta ini.
Di kalangan peserta didik terjadi kecendrungan dekadensi moral. Perilaku menabrak etika, moral, hukum dari yang bersifat ringan sampai yang berat kerap diperlihatkan.Â
Kebiasaan berlaku tidak jujur, misalnya: menyontek pada saat ulangan dan ujian dan menjiplak PR milik teman masih terjadi di kalangan peserta didik. Keingingan lulus dengan dengan cara mudah, tanpa bekerja keras pada saat ujian menyebabkan peserta didik berusaha mencari jawaban dengan kalan pintas yang melanggar moral.
Hal lain yang menggejala di kalangan pelajar adalah bergagai bentuk kenakalan, seperti tawuran antar pelajar, minum-minuman keras, pergaulan bebas, penyahgunaan narkoba, bahkan terkena HIV/AIDS.Â
Semua pelaku yang diperlihatkan itu menunjukkan rapuhnya  karakter yang cukup memprihatinkan. Dunia pendidikan harus mengakui bahwa pendidikan karakter di sekolah belum berjalan secara optimal.
Hal itu bisa saja terjadi karena pendidikan karakter yang digaungkan semestinya tidak hanya menyentuh siswa, tetapi juga guru sebagai tauladan siswa itu sendiri.Â
Ketika siswa harus dibiasakan dengan pengembangan budi pekerti yang baik, maka guru pun semestinya berlaku sama. Permasalahannya, apakah guru-guru yang memberikan pendidikan karakter sudah berkarater baik?
Dalam konteks guru berkarakter, hal yang patut direnungkan adalah bagaimana peserta didik dapat belajar karakter baik dari guru yang tidak berkarakter baik.Â
Seperti halnya menyapu, ketika sapu yang kita pakai menyapu tidak bersih dapat dibayangkan kita tidak dapat menyapu dengan bersih pula. Dari hal ini dapat dimengerti bahwa untuk membangun sebuah karakter siswa yang baik mesti dimulai dari mebangun karakter gurunya sendiri.