Mohon tunggu...
Wayan Kerti
Wayan Kerti Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Guru SMP Negeri 1 Abang, Karangasem-Bali. Terlahir, 29 Juni 1967

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lulus

4 September 2018   07:15 Diperbarui: 4 September 2018   12:02 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Net

Asyik menonton berita di salah satu statiun tv yang sedang menayangkan berita tentang ulah anak-anak SMA/SMK yang melakukan aksi corat-coret seragam, lalu melakukan konvoi di jalanan, pikiranku jadi jauh mengembara di antara bayang-bayang siaran tv tadi dengan masa depan anakku. 

Koming, anakku satu-satunya. Ya, Komang Kirtida Sundari, anak perempuanku yang kini masih duduk di kelas dua SD. Aku jadi merasa cemas jika kelak anakku tamat SMA lalu berperilaku seperti itu, pastilah aku merasa malu. 

Malu, karena aku seorang guru. Istriku juga guru. Terpikir olehku, jika masyarakat nanti mencemooh keluargaku dan memberikan predikat orang yang gagal menanamkan nilai-nilai, seperti selama ini yang aku selalu katakan kepada anak-anak didik di sekolah agar mereka bisa menjaga perilaku yang bermartabat dan berkarakter, termasuk di dalamnya tidak melakukan aksi corat-coret dan konvoi jalanan ketika mengekspresikan kegembiraannya. 

Lakukanlah hal-hal yang positif, seperti kegiatan sosial. Pakianmu sebaiknya engkau sumbangkan kepada kaum duafa. Itu yang selalu aku tananamkan setiap tahunnya kepada anak-anak setiap angkatan yang telah selesai menempuh ujian akhir. 

Mungkin kekhawatiranku terlalu berlebihan. Maklumlah! Koming, begitu panggilan sehari-hari anakku adalah satu-satunya anak yang kami miliki. 

"Ha, ha, ha", tiba-tiba suara tertawa anakku yang terdengar renyah bak kacang baru digoreng, telah menyadarkan anganku yang melayang-layang terbawa ilusi berita tadi. Baru kusadari, jika chanel siaran televisi yang kutonton, telah berganti siaran acara kartun.

 Aku sedikit beraksi dan protes, sembari mengingatkan agar anakku mau ikutan menonton berita yang sedang trend saat ini. Tapi, lenguh rengekkannya membuatku harus mengalah. 

"Ini hari Minggu, Pak. Kasi dong Oming nonton kartun!" Permintaannya yang tulus, membuatku harus sadar dan menurut permintaan anak. Sadar, karena aku tidak bisa memberikan hiburan lebih kepada keluargaku, seperti keluarga orang-orang kaya, yang biasa berakhir pekan kadang ke luar daerah, bahkan ke luar negeri. 

Menuruti permintaannya dengan membiarkan chanel berpindah, setidaknya aku telah menghibur hati putriku. Kugeletakkan tubuhku di lantai depan televisi sambil memejamkan mata. Namun, pikiranku kembali melayang. Teringat kembali ketika menyaksikan acara perpisahan anak-anak sebuah sekolah SMA di daerahku kemarin. 

"Ayo, cepat semprotkan di dadaku. Ayo cepat! Aku sudah tidak sabar", pinta gadis remaja itu dengan wajah memelas sambil menengadahkan dadanya ke hadapan lawan jenisnya. 

"Sabar! Belum mau keluar, nih", jawab remaja pria yang di depannya dengan wajah sedikit penasaran, sambil sedikit tolah-toleh mengamati situasi sekelilingnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun