Mohon tunggu...
Kertas Putih Kastrat (KPK)
Kertas Putih Kastrat (KPK) Mohon Tunggu... Dokter - Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022

Kumpulan intisari berita aktual // Ditulis oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM IKM FKUI 2022 // Narahubung: Jansen (ID line: jansenjayadi)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Badai Bulan Juni: Wafatnya Wakil Bupati Sangihe dan Polemik Izin Pertambangan

25 Juni 2021   10:03 Diperbarui: 25 Juni 2021   10:26 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tambang - Sumber: ANTARA FOTO/Yusuf Ahmad

Baru-baru ini, publik dihebohkan dengan berita meninggalnya Wakil Bupati Sangihe, Helmud Hontong, saat perjalanan dari Bali menuju Manado dalam pesawat Lion Air JT-740. Banyak warganet yang menganggap kematian Helmud termasuk janggal, bahkan menyebutkan bahwa kasus ini adalah "Kasus Munir Jilid II". Bagaimana tidak? Sesaat sebelum wafat, beliau sempat mengeluhkan pusing kepada ajudan yang mendampinginya, Harmen Rivaldi Kontu. Tak lama, Helmud meminta Harmen untuk menggosokkan minyak kayu putih di bagian belakang dan lehernya. Selang 5 menit kemudian, Helmud sudah tidak sadarkan diri dan darah keluar dari mulut serta hidungnya.1-3 

Mendiang Helmud dikenal sebagai sosok yang vokal dalam menolak pertambangan di Sangihe. Bahkan, Helmud sempat menuliskan surat kepada Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) perihal pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe (TMS). Sejauh ini, polisi melaporkan dugaan wafatnya Helmud akibat komplikasi penyakit yang telah lama dideritanya dan tidak menemukan adanya racun. Pemeriksaan lebih lanjut sedang dilakukan dan masih menunggu hasil dalam kurang lebih dua minggu.1-3

Sangihe dan Potensi Sumber Daya Alam

Sangihe adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara yang berbatasan dengan Pulau Mindanao, Filipina. Wilayah Sangihe memiliki luas 11.863,58 km2 yang terdiri atas 736,98 km2 luas daratan dan 11.126,61 km2 laut. Sangihe berada pada persimpangan Lempeng Laut Filipina, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Indo-Australia yang menjadikan Sangihe sebagai salah satu setting geologis paling unik di bumi. Ketiga lempeng raksasa ini dapat membentuk sesaran atau patahan (fault) dan rotasi. Akibatnya, lempeng tersebut dapat sewaktu-waktu menunjam dan menjadi ancaman gempa. Struktur geologis lain berupa tabrakan busur di tengah Laut Maluku mengakibatkan terbentuknya gunung api yang menyemburkan lava ketika Lempeng Laut Maluku menunjam ke daerah panas dan memicu pelelehan terjadi. Kondisi ini lah yang menyebabkan Sangihe rawan bencana, mulai dari longsor hingga gempa bumi.4-5

Tak hanya itu, Sangihe juga memiliki kekayaan alam yang beragam. Sumber daya hayati laut Sangihe dapat mendobrak perekonomian, ditambah lagi dengan lokasinya yang strategis di kawasan Pasifik sehingga banyak dilirik mancanegara. Sangihe juga menjadi rumah bagi berbagai satwa endemik, termasuk burung seriwang atau burung niu yang sempat dianggap punah sebelum akhirnya ditemukan kembali pada tahun 1998. Tak lupa, kekayaan Sangihe yang paling menarik hati investor adalah bahan tambang dan mineral yang terpendam di bawah tanah, seperti emas, bijih besi, batu apung, pasir besi, andesit, zeolit, dan batu setengah permata. Salah satu perusahaan yang terpincut adalah PT Tambang Mas Sangihe (TMS).6-7 

Perseteruan Izin Tambang: PT TMS vs Rakyat 

Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT TMS didasari oleh Kontrak Karya (KK) yang sudah ditandatangani baik oleh pihak PT TMS maupun pemerintah pada tahun 1997 berdasarkan Keputusan Presiden No. B.143/Pres/3/1997. Kontrak tersebut berlaku hingga tahun 2027 dan dapat diperpanjang dua kali selama 10 tahun. Blok Sangihe menjadi fokus perusahaan ini, yaitu wilayah seluas 42.000 hektare (57% dari total wilayah Sangihe) yang kaya akan endapan tembaga-emas dan endapan epitermal sulfidasi rendah. PT TMS sendiri mendapatkan izin operasi produksi dari pemerintah selama 33 tahun, terhitung sejak 29 Januari 2021 sampai 28 Januari 2054. Akan tetapi, walaupun sudah direstui pemerintah, PT TMS masih mendapat penolakan dari warga karena kegiatan pertambangan berpotensi merusak kehidupan alam maupun masyarakat Sangihe.

Berbagai upaya telah dilakukan PT TMS untuk meraih restu, seperti penciutan wilayah konsesi dan juga mengusahakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Sayangnya, dokumen Amdal tersebut hingga kini tidak dapat diakses masyarakat dan sudah secara tiba-tiba diserahkan ke Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara terkait izin pertambangan. Pihak PT TMS, Bob Priya Husada mengklaim bahwa perusahaannya sudah memenuhi semua persyaratan izin untuk memulai operasi produksi dan tidak ada izin yang dilanggar. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif yang mengatakan bahwa PT TMS sudah memenuhi prosedur perizinan dan masyarakat Sangihe seharusnya menerima saja.8-10, 12 

Apabila ditinjau dari segi hukum, sesungguhnya PT TMS tidak memenuhi syarat untuk mendapat perizinan kegiatan tambang di Sangihe. Merujuk pada UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 1 ayat 3, "Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer persegi beserta kesatuan ekosistemnya". Sangihe sendiri memiliki luas 736,98 km2 yang berarti Sangihe termasuk dalam kategori pulau kecil. Pada pasal 23 ayat 2 UU yang sama, pulau-pulau kecil dimanfaatkan untuk konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, pertanian organik, peternakan, dan/atau pertahanan dan keamanan negara. Sesuai dengan ayat tersebut, Sangihe tidak memenuhi syarat untuk dijadikan daerah tambang.

Berdasarkan sumber hukum yang sama, pada pasal 26a, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sementara PT TMS bahkan belum meminta izin sama sekali. Selain itu, berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 21 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, perizinan di darat pulau harus diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Dapat kita simpulkan bahwa apabila PT TMS tetap melanjutkan kegiatan pertambangannya, seluruh kegiatannya telah menyalahi aturan dan bersifat cacat hukum.9,11

Dari aspek lingkungan, kegiatan pertambangan ini berpotensi merusak daratan, pantai, bakau, terumbu karang, dan satwa laut karena menggunakan bahan kimia beracun dan logam berat, seperti sianida dan merkuri. Selain itu, kondisi geologis Sangihe yang rawan terjadi gempa dan erupsi gunung berapi akan menyebabkan tempat pembuangan limbah yang dibangun berpotensi bocor. Masyarakat juga akan terdampak karena kehilangan hak atas tanah dan perkebunan karena tergusur hingga menyebabkan masyarakat terusir dari kampungnya sendiri. Merujuk dari surat Helmud kepada Kementerian ESDM, dari pengalaman wilayah lain di Sulawesi Utara, kegiatan pertambangan tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, tetapi memberikan keuntungan hanya kepada pemegang Kontrak Karya (KK).9 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun