Mohon tunggu...
Renita Yulistiana
Renita Yulistiana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

I wish I found some better sounds no one's ever heard ❤️😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rasanya Gagal S2: Fase Penerimaan

24 September 2021   23:15 Diperbarui: 24 September 2021   23:18 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyisir surel dengan subjek sertifikat elektronik dari berbagai kegiatan, membuat saya sukar menangis seperti dua bulan lalu---ketika saya sedang bersimpul di jendela kamar lantai delapan belas bilangan Kalibata. Saya putuskan tidak memakan apapun, sungkan keluar kamar, dan absen komunikasi dengan tuhan---selama tiga hari. Saya terjaga dengan sisa 250 ml air minum serta gawai yang memantik saya untuk segera merancang pamflet serta lakukan pembaruan riwayat hidup, juga portofolio.

Hari itu, rasanya sangat marah. Saya anggap Tuhan sangat bercanda pada hidup. Di hari bersamaan, saya juga menerima surel dari pihak kampus bahwa perkuliahan perdana akan berlangsung pada 14 Agustus 2021. 

Surel tersebut juga mengimbau saya untuk hadir dalam on boarding mahasiswa baru, pelaksanaannya sepekan lagi---usai menerima pengumuman kalau saya benar-benar kehilangan pekerjaan---dan passion. Dalam tulisan sebelumnya, saya pernah katakan kalau merasa gembira karena takdir membawa kepada jalan yang saya suka. Pendidikan dan literasi, isu yang sudah menarik hati sejak saya dalam kandungan. Dan saya bekerja didalamnya.

Dalam memoar, saya sudah sangat bangga dan tidak sabar mengikuti perkuliahan Magister Teknologi Pendidikan. Saya mengingat ratusan ucapan selamat dan semangat pada saat saya mengabarkan lolos tes beasiswa kala itu. 

Beberapa teman meneriaki dengan histeris, karena "anak kampung" seperti saya berhasil masuk Universitas paling mahal sejagat raya. 

Saya juga sudah mengumpulkan berbagai jurnal dan buku pendukung sebagai bahan kuliah perdana. Malang, hal itu kandas---dan sialnya saya tidak punya cukup biaya untuk nekat melanjutkannya. Jadi, tidak ada yang lebih logis---selain merelakan.

Pascakejadian itu, penilaian manusia tidak selalu berpihak. Saya sering dikatai terlampau idealis dan tidak pikir panjang. Selama proses transisi, banyak penawaran datang yang memaksa saya berpikir cepat. 

Hingga akhirnya saya memilih untuk menjadi seorang guru, dengan bayaran setengah dari penghasilan saya sebelumnya. Jika dirunut, sebagai anak pertama tentu penghasilan ini tidak cukup. Selain itu, saya juga harus pikirkan operasional komunitas---yang sudah saya tukar dengan kandasnya pekerjaan.

Tapi, pada saat inilah saya baru memahami bagaimana kuasa Tuhan bekerja. Meskipun hari-hari hanya dihabisi untuk mendengar The Strokes dan mengunyah Wafer Blueberry

Melalui potensi yang saya miliki, Tuhan mengajak saya untuk mengapresiasi diri. Saya dipercaya beberapa lembaga untuk tergabung dalam beberapa project lepasan yang berbayar.

Juga tangani beberapa UMKM untuk menjadi perancang visual sosial media, karena pengalaman saya dalam kelola komunitas yang sempat "digadaikan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun