Mohon tunggu...
Renita Yulistiana
Renita Yulistiana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

I wish I found some better sounds no one's ever heard ❤️😊

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Perempuan, Karir, dan Pendidikan

13 Juni 2021   21:40 Diperbarui: 15 Juni 2021   05:15 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Pikir saya kala itu, masuk dulu sajalah, toh mau sekolah di mana lagi? Hingga akhirnya saya berhasil lolos Beasiswa Terpadu (BEST) Elnusa--walaupun tidak sepenuhnya.

Bolak balik ke ruang Tata Usaha dan Guru BK semasa SMA adalah hobi saya. Bukan karena saya nakal, tapi setiap jelang Ujian Tengah Semester (UTS) ataupun Ujian Akhir Sekolah (UAS) saya harus lakukan negosiasi untuk meminta kartu ujian selama saya masih menunggak SPP--tanpa dampingan orangtua. 

Para wali kelas sudah hapal dengan rutinitas ini, mereka bilang "saya itu pintar, cuma nasib kurang beruntung saja." Yap, di saat siswa lain pusing memikirkan materi ujian. Saya malah pusing bagaimana cara untuk mendapat kartu ujian tanpa harus bayaran.

Sayangnya, usai lulus SMA 2011. Keberuntungan tidak berpihak pada saya: gagal SNMPTN undangan, gagal SNMPTN tulis, dan tidak lolos seleksi beasiswa PLN. 

Tapi, saya nekat saja untuk mendaftar kuliah di salah satu kampus swasta di Jakarta--sambil bekerja dan lulus tepat waktu dengan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.). 

Perjuangannya luar biasa sekali, selama 4 tahun saya baru merasakan hidup yang benar-benar hidup. Pola tidur tidak karuan, jual apa saja yang bisa dijual, kejar target penjualan agar dapat bonus untuk membayar sidang skripsi. 

Tidak berhenti di situ, setelahnya saya dihantam hadapi persaingan ijazah di dunia kerja. Beberapa kali, saya harus rela ditolak perusahaan dan sekolah--karena kalah pamor dengan pelamar ijazah Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Di titik itu, saya pernah menyerah dan mencoba untuk daftarkan diri sebagai ojek online serta pegawai Bus Transjakarta. Namun, saya urungkan karena beberapa protes dari orang terdekat--akibat saya perempuan

Alhasil, saya terima apapun pekerjaan yang menghampiri. Mulai dari telemarketing, staff admin bimbingan belajar, freelancer kantor penerbitan buku, back office perbankan, dan akhirnya saya bisa menjadi bagian yayasan sosial di tahun 2019.

Sejak itulah, saya mulai mendapatkan zona nyaman. Meskipun, beberapa teman menganggap saya gila karena lebih memilih kerja sosial dibanding stay di perbankan. 

Sebagai perempuan, kisah hidup seperti ini kadang membuat kurang nyaman. Terbiasa mencari solusi dan mengatasnamakan idealis, dapat menimbulkan anggapan keliru sering menghampiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun