Mohon tunggu...
Renita Yulistiana
Renita Yulistiana Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

I wish I found some better sounds no one's ever heard ❤️😊

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sudah Sampai Mana Persiapan Regenerasi Guru?

22 Oktober 2020   00:14 Diperbarui: 22 Oktober 2020   00:22 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa guru favorit kalian waktu sekolah dulu? Pertanyaan ini merujuk kepada cara pengajarannya. Di masa TK, SD, SMP, atau SMA?

Sejauh ini, Ibu Sri Samisih--Guru Matematika, dan Frau Ugi--Guru Bahasa Jerman semasa SMA, masih menempati urutan tertinggi dalam memori saya. Mereka selalu mengajarkan dengan taktis: membuat penjelasan rumit menjadi mudah dipahami. Meskipun mereka galak.

Lalu, kenapa hanya dua guru yang berkesan bagi saya, di antara puluhan guru yang pernah mengajar? Bagaimana dengan kalian? Apa mengalami hal serupa? Apa ini hanya masalah "selera" saja?

Dulu, saya sering memberi toleransi dengan kalimat "oh wajarlah, jangan generalisasi Re, kan gak semua kemampuannya sama", untuk sementara menutupi beberapa rasa penasaran saya yang belum terjawab. Namun, setelah banyak mengobrol dan curi dengar. Pendidikan adalah sistem--dan boleh sekali melakukan evaluasi serta kritik, jika ada hal yang dirasa kurang sesuai.

Saya harus selalu sadar, nyatanya pendidikan seluas dan semenarik ini. Kita [khususnya yang bergerak di bidang pendidikan], perlu sekali memikirkannya lebih serius dan berbuat semaksimal apapun yang kita bisa. Harus! Pendidikan Indonesia, benar-benar butuh dirangkul. Saya coba bahas salah satunya.

Dalam tulisan Doni Koesoema di Koran Kompas, 8 September 2020 berjudul: Mentransformasi Guru. Dikatakan bahwa kebijakan sertifikasi guru yang memberikan tunjangan sebesar satu kali gaji membuat keinginan anak muda menjadi guru sangat tinggi. Akibatnya, lebih dari 1 juta mahasiswa, membludak menjadi calon guru.

Jika dilihat dari jumlah, sungguh sangat menggembirakan. Betapa banyaknya bibit pengajar yang akan hadir di masa depan. Apakah kegembiraan ini sungguhan? Terlebih, kurikulum Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dianggap kurang relevan dengan dinamika perubahan zaman serta kemajuan teknologi sebagai proses pembelajaran.

Selain itu, lima tahun lagi, sekitar 185.000 guru SD, 60.000 guru SMP, 23.000 guru SMA, dan 12.000 guru SMK akan pensiun. Secara jumlah, mungkin akan mudah melakukan regenerasi--dapat terpenuhi jika dilihat dari mahasiswa calon guru.

Tapi, kita tidak boleh lupa kalau regenerasi perlu persiapan--melalui sistem seleksi yang obyektif dan kompetitif untuk memilih guru terbaik. Belum lagi, dibayang-bayangi keberadaan guru honorer yang memiliki sumbangsih besar--dan memiliki hak juga menjadi PNS.

Guru dan mahasiswa calon guru sudah seharusnya mendapat perhatian lebih. Pembiaran ini sudah terlalu lama. Harus menunggu berapa generasi lagi? Sudah saatnya penggarapan secara tekun, bukan hanya memindahkan pembelajaran cara lama berkedok "tampilan teknologi" saja.

Guru dan mahasiswa calon guru butuh pendampingan untuk berinovasi. Sediakanlah pelatihan beserta praktik nyata dan wadah bagi mereka untuk belajar bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun