Mohon tunggu...
Kentos Artoko
Kentos Artoko Mohon Tunggu... Dosen - Peminat Masalah Politik, Ekonomi dan Politik

Peminat Masalah Politik, Ekonomi, Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cerdas, Istana Presiden di Papua Amankan RI dari Australia

10 September 2019   15:43 Diperbarui: 10 September 2019   15:53 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Persekusi yang terjadi terhadap mahasiswa asal Papua di Malang, Jatim beberapa waktu lalu sempat mengakibatkan eskalasi konflik rasial di tanah air berada pada posisi kritis, terutama di Papua. Hampir seluruh kota di Papua menyatakan protes terhadap persekusi tersebut.

Luapan emosi warga Papua tumpah dengan rangkaian demonstrasi dan tindakan anarkis yang dilakukan seperti pambakaran gedung milik pemerintah di bumi Cenderawasih. Bukan itu saja, beberapa aparat keamanan pun sempat menjadi korban bentrokan langsung dengan pelaku demonstrasi.

Bahkan statement keras pun terlontar dari Menhankam, Ryamizard Ryacudu yang dengan lantang mengungkapakn "jika TNI/Polri ditarik dari Papua, maka dalam waktu yang relatif singkat Papua akan menyatakan kemerdekaannya," kata Ryamizard.

Mungkin, pernyataan tersebut ada benarnya, mengingat Papua adalah wilayah paling Timur dari Indonesia dan masih menjadi basis gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bahkan, dalam demonstrasi yang dilakukan di depan Istana Negara, beberapa pendemo masih sempat mengibarkan bendera OPM.

Tak ayal, aparat keamanan menjadi bulan-bulanan masyarakat Indonesia yang mempertanyakan pembiaran ini, padalah jika tindakan tegas dilakukan misalnya dengan melarang pengibaran bendera OPM, bukan tidak mungkin akan menimbulkan gejolak dan resistensi yang jauh lebih besar.

Media-media asing yang meliput kegiatan itu pun akan mengeluarkan berita seolah-olah telah terjadi tindakan represi dalam skala massif terhadap warga Papua yang tengah melakukan demonstrasi di Istana Negara.

Penulis beranggapan 'langkah' dewasa dari aparat keamanan patut diberi apresiasi yang sangat tinggi dengan memikirkan akibat yang akan diterima oleh pemerintah Indonesia, jika melakukan tindakan tegas seperti pelarangan dan perebutan bendera OPM.

Dalam politik praktis, tindakan demonstrasi dan kerusuhan di Papua, baik yang terjadi di Jakarta, Malang dan beberapa kota di Papua tidak terlepas dari peran 'aktor' intelektual dan 'penyandang dana' dibelakang kegiatan tersebut.

Beberapa pelaku ditingkat grassroot telah berhasil diamankan seperti aktivis Ormas Tri Susanti dan penasihat hukum Veronica Koman. Hingga kini, pihak keamanan masih melakukan pendalaman (investigasi) melalui kedua orang tersebut.

Lewat pengamatan sepintas, dapat dibaca bahwa Kasus Papua merupakan desain pendelegitimasian pemerintah melalui mekanisme 'pembusukan politik'.  Seperti sebongkah daging dalam mahluk yang masih bernyawa, maka pembusukan tersebut diharapkan terus melebar dan meluas pada bagian tubuh lainnya.

Pemerintah, dalam hal ini, aparat keamanan cukup sigap menangani masalah ini dan mengerti bahwa 'pembusukan' itu dapat diatasi dengan melakukan  amputasi atau minimal "membersihkan" bagian  yang busuk. Ironisnya, Papua belum membusuk dan masih bisa diatasi dengan penggunaan "anti luka dan peredam nyeri" agar tidak menjalar.

Kini luka tersebut telah berangsur membaik dan terus membaik, dalam kondisi ini, hari ini (10 /9/2019) Presiden Jokowi menerima sedikitnya 60 tokoh Papua. Para tokoh itu bebas berbicara langsung kepada presiden mengenai berbagai hal yang terjadi, para tokoh Papua itu juga mahfum, jika Jokowi sangat memerhatikan perkembangan Papua.

Dalam pertemuan tersebut, sedikitnya sembilan permintaan tokoh Papua kepada Presiden Jokowi. Permintaan itu tak banyak yang berkaitan langsung dengan gejolak dan kerusuhan yang terjadi di sejumlah wilayah di Papua beberapa waktu lalu. Satu-satunya yang berkaitan adalah permintaan agar pemerintah membangun asrama mahasiswa di tiap kota dan menjamin keamanan mahasiswa Papua.

Salah satu permintaan penting yang langsung direspon oleh Presiden Jokowi adalah rencana pemerintah untuk membangun dan mendirikan Istana Presiden di Papua. Hal ini penting, karena Istana Kepresidenan merupakan simbol penting bagi pemerintahan sah satu negara, apalagi wilayah ini (secara geopolitik) berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua Nugini dan masih menjadi "incaran" Australia untuk dikooptasi seperti yang terjadi dengan Timor Timur (Timor Leste).

Kentos Artoko

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun