Mohon tunggu...
Feliciano K. Sila
Feliciano K. Sila Mohon Tunggu... Relawan - Peziarah di Jalan Kehidupan

Menulis untuk menghidupi ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bencana Alam, Nasib atau Takdir?

9 April 2021   04:52 Diperbarui: 9 April 2021   04:56 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari ini perhatian tertuju ke ujung Timur dan Selatan Indonesia dan Timor Leste. Sayangnya, kali ini untuk alasan dan kabar buruk. Angin kencang dan banjir bandang datang menerjang gugus-gugus kepulauan itu yang membentuk propinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan negara tetangga Timor Leste. 

Meski awalnya berita pada skala nasional terlihat suam-suam kuku, akhirnya sedikit mulai viral dan menjadi perhatian sejalan dengan perhatian pemerintah Pusat dan pemberitaan di media sosial mengenai dampak bencana yang ternyata luar biasa ganasnya. Ia meninggalkan jejak pilu, duka dan air mata. 

Khususnya untuk propinsi NTT yang bertahun-tahun luput dari perhatian pembangunan dan baru beberapa tahun terakhir menjadi pusat perhatian oleh pemerintahan Presiden Jokowi, bencana ini menelanjangi seluruh keterbatasannya. 

Moda transportasi, energi listrik dan komunikasi lumpuh. Bahkan menurut berita, di semua daerah terdampak itu alat-alat berat jumlahnya tak sebanyak jumlah jari sebuah telapak tangan. Ironis memang!

Lalu muncul pertanyaan, bencana alam ini adalah nasib atau takdir?

Apapun jawabannya, masyarakat di sana telah terbiasa dengan kerasnya hidup. Karena itu, saya percaya, mereka tidak akan mudah menyerah, meski keadaan sangat memilukan dan mereka harus kehilangan anggota keluarga, sahabat dan kenalan, rumah tinggal, hasil usaha, hasil pertanian, peternakan, dan lain-lain, dalam sekejab. 

Keadaan alam telah menempa mereka untuk selalu tegar namun ramah, kadang terlihat keras namun loyal, saling perhatian dan berbela rasa. 

Itu yang terlihat hari-hari ini. Semua elemen bahu-membahu saling membantu apa adanya. Bahkan di daerah-daerah terdampak pun orang mulai bergerak menyumbang sebisa mungkin. 

Selain itu, berbagai inisiatif menolong sesama melalui sumbangan dalam berbagai bentuk lahir di berbagai daerah di tanah air. Inilah rasa kemanusiaan yang sesungguhnya. Merasa senasib-sepenanggungan dengan sesama yang menderita. Di tengah penderitaan lahir rasa solidaritas. 

Masyarakat yang terdampak bencana hari-hari ini kembali hidup seperti sebelum zaman modern. Tanpa listrik, tanpa telepon, tanpa gadget, tanpa media sosial. Kalaupun ada, itu sangat terbatas. 

Situasi ini bisa menginspirasi orang-orang tua di rumah untuk berkisah tentang bagaimana hidup di zaman dulu. Dengan begitu, anak-anak zaman milenial ini bisa tahu betapa hidup itu punya dinamika, tidak selamanya gampang dan segalanya siap selalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun