Hujan baru saja reda, menyisakan selokan penuh air dan lumpur mulai berkubang. Hawa dingin mulai terasa menyengat kulit tak berbalut kain. Kita berpapasan di persimpangan jalan desa, dengan langkah tergesa. Aku tanpa membawa apa-apa cuma beban pikiran di kepala. Mengapa hujan mesti turun secepat ini sementara kebun belum siap ditanami. Kau dengan seikat kayu bakar di pundak, tertatih dan lusuh serius memandang jalanan. Pasti kau bergegas pulang dari kebun membawa pula sekelumit beban di pikiran. Tapi entah apa.
Kita berpapasan di simpang jalan desa tapi tak saling menyapa. Ketika lewat sepelempar batu baru aku sadar, pikiran ini terlampau berat dan melayang sampai-sampai tak ada tegur-sapa kutujukan padamu. Kau pun berlalu, tetap serius memandang jalanan yang lengang. Masing-masing kita membawa pergi lembaran-lembaran hari yang mungkin penuh coretan tanpa tahu kapan kita duduk untuk sekedar mengoreksi apa yang mesti diperbaharui.
Hidup memang penuh persimpangan. Tanpa perhatian lebih kita akan terbuai mimpi pun beban lalu pergi tanpa kata meski terus berpapasan di sepanjang persimpangan jalan. Hujan telah turun, kebun belum siap ditanami. Ah! Â
24.05.2019