Petang itu di sawah, sepulang sekolah, bersama ayah. Duduk santai di pondok pinggir pematang seraya melepas pandang ke sawah dengan padi-padi yang lagi menghijau. Sesekali suitan keluar dari mulut menghalau pergi pipit-pipit nakal. Â
Ayah mengajakku turun ke pematang: "Nak, mari ke pematang, mungkin ada jejak hama tertinggal".Â
Di pematang: "Lihatlah, batang-batang padi tegak lurus, berhimpit namun saling menyokong. Kelak, ketika bulir-bulir padi mulai menguning, mereka akan menunduk oleh berat bulir padi, penuh berisi".Â
"Lalu?", tanyaku.
"Belajarlah dari padi. Ketika tumbuh ia tegak lurus, meski berhimpitan mereka saling menyokong. Ketika berbulir, mereka menunduk. Saatnya kau merangkak naik, bertumbuh dan berkembang seturut usiamu. Bertumbuhlah tegak lurus, mengikuti jalan kebenaran. Meski kau berjuang berhimpitan bersama orang lain, janganlah saling menyikut. Sokonglah satu sama lain dengan kekuatan, kehendak dan niat baik. Ketika suatu saat kau telah berhasil, tundukkanlah kepala, itu bukan semata-mata kerja kerasmu. Rendah-hatilah di hadapan keberhasilan. Ketika otak penuh, ia harus mampu turun ke hati. Jika tidak, kesombongan dan kecongkakan akan meraja."
Sore itu, sepulang sekolah, di pematang sawah bersama ayah, ada pelajaran berharga yang tidak kudapati di bangku sekolah.Â
Untukmu, ayah, hormatku!
Portugal, 20.05.2019Â Â