Mohon tunggu...
Stopanarkis
Stopanarkis Mohon Tunggu... -

Pegawai Swasta di Jakarta yang bercita cita menjadi guru di negara tercinta ini

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

DPR Tegang karena Novanto, Jokowi Terpingkal bersama Pelawak

17 Desember 2015   01:33 Diperbarui: 17 Desember 2015   01:33 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saya tidak tertarik untuk ikutan larut dalam euforia ataupun ikut merasa sedih tentang masalah pengunduran diri eks. YM Ketua DPR kita, sebab sudah banyak teman-teman yang telah melakukan reportasinya secara gilang gemilang dalam blok kompasiana ini, jadi saya cukup menekan klik untuk memberikan nilai kepada artikel teman-teman baik yang pro maupun kontra. 

Namun menarik bagi saya untuk mengulas sebuah berita dari kompas yang berjudul: DPR tegang karena Novanto, Jokowi terpingkal bersama Pelawak. Sisi yang sangat menarik dalam berita ini adalah untuk mengerti jalan berpikir Pak Jokowi yang dikaitkan dengan kepribadiannya sebagai bagian dari masyarakat Mataraman (Daerah DIY dan Solo). Analisis saya, sikap yang sengaja ditunjukkan oleh Presiden melalui tindakannya bertemu para pelawak di Istana, berbarengan dengan keputusan sidang MKD pada hari ini, terbagi dalam beberapa hal, sebagai berikut. 

Saya akan coba menelaah sikap beliau tersebut adalah sebuah pernyataan bahwa masalah karut marut di MKD tersebut bukanlah peristiwa yang layak menjadi perhatian beliau sebagai Kepala Negara, toh itu adalah masalah mereka sendiri. Jika menelisik sikap ini, saya pikir Wapres Jusuf Kalla telah menunjukkannya, dimana pada saat sidang "dagelan" tersebut dilaksanakan, Wapres sedang melakukan rapat tentang pengaruh ISIS dan Terorisme di rumah dinasnya. Sesaat ketika eks. YM Ketua DPR menyatakan pengunduran dirinya, Wapres memberikan informasi kepada peserta rapat yang disambut dengan tepuk tangan para peserta rapat. Jadi sikap tidak mau tahu urusan "dagelan" MKD ini sudah dipertunjukkan oleh Wapres kita. 

Menjadi Pertanyaan menarik, jika begitu, kira-kira pesan apa yang ingin disampaikan oleh Presiden melalu pertemuan dengan para pelawak di Istana? Saya akan mengambil cuplikan analisis Pak Butet Kertaredjasa yang turut menjadi tamu presiden dalam makan malam tersebut: 

Butet mencoba menganalisis alasan di balik undangan Jokowi di tengah berlangsungnya sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam kasus dugaan pencatutan nama yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto.

"Menjadi menarik, apa motivasi Pak Jokowi mengundang pelawak di saat kritis, di saat MKD sedang bersidang? Ingat, Pak Jokowi itu senang menggunakan simbol politik," ucap Butet.

"Atau ini sinyal, ternyata pelawak masih lebih lucu dibanding lawakan di Mahkamah Kehormatan Dewan," selorohnya.

Kalimat "ingat, Pak Jokowi itu senang menggunakan simbol politik" dari Pak Butet, menunjukkan kepandaian taktikal dan strategikal Pak Presiden dalam percaturan politik. Secara tidak langsung, sikap dan tindakan Presiden bukan hanya menunjukkan bahwa beliau telah menganalogikan bahwa para pelawak tersebut adalah representative dari YM Anggota Dewan MKD, sementara beliau mengambil jatah peran sebagai publik yang menertawakan tindakan mereka, atau secara eksplisit, Presiden malah sedang menganalogikan bahwa bukan hanya anggota MKD saja yang telah ditertawakan oleh publik, namun seluruh anggota DPR yang telah menjadikan dirinya lelucon bagi masyarakat luas.  

Akhir kata, saya jadi teringat simbol politik dari 3 penguasa feodal Jepang pada abad ke-15 dulu, dimana: 

Jika ada seekor burung yang tidak bernyanyi, maka:

Nobunaga: Bunuh burung itu!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun