Mohon tunggu...
Humaniora

Semangat Belajar Anak Pencari Kayu Bakar

17 April 2017   13:39 Diperbarui: 17 April 2017   23:00 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

    Matahari baru saja menggeliat dari peraduannya. Pagi masih begitu dingin, apalagi gerimis kecil belum juga terhenti sejak dinihari. Tapi di pagi yang tidak begitu cerah itu Engkus Kusnaedi sudah siap di atas sepedanya, dengan seragam sekolahnya.

    Setelah menyalami dan mencium tangan ibu-bapaknya, Engkus bergegas mengayuh sepedanya menuju jalan besar, dari jalanan kecil yang becek di depan rumahnya.

    Pelajar kelas dua sekolah menengah pertama (SMP) itu terlihat agak lucu karena memakai baju plastik anti basah yang aneh. Yang dikenakannya bukan jas hujan yang lazim, tapi hanya kantong plastik besar --entah bekas apa, yang dibuat ibunya jadi baju besar. Tujuannya sekadar berjaga-jaga menghindari air hujan membasahi pakaian.

    Musim hujan seperti ini memang agak merepotkan Engkus yang biasa bersepeda ke sekolah. Anak 14 tahun itu harus menempuh jarak sekitar 10 kilometer dari rumahnya dengan berselimut plastik, acapkali di tengah guyuran hujan lebat. Dan, sampai di sekolah, kadang "jaket plastik" buatan ibunya itu pun tak banyak menolong, karena bajunya tetap saja basah kuyup. Sampai-sampai gurunya pernah membukakan dan mengeringkan bajunya, sementara Engkus diselimuti dengan jaketnya.

    Engkus adalah siswa SMP Negeri 1 Cikaum, Kecamatan Cikaum, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ia tinggal bersama orang tuanya di Kampung Kaligambir, Desa Sindangsari, Kecamatan Cikaum. Kampungnya termasuk daerah pedalaman, yang terletak sekitar 20 kilometer dari kota Subang ke arah barat laut. Cikaum merupakan kecamatan baru hasil pemekaran dari kecamatan lama, Purwadadi. Cikaum, yang menjadi ibukota kecamatan baru itu pun hanya sebuah kampung di pelosok. Jaraknya kira-kira 7 kilometer dari ibukota kecamatan lama, Purwadadi.

    SMP Negei 1 Cikaum adalah SMP terdekat dari Kampung Kaligambir. Tiap hari Engkus harus menempuh perjalanan selama kira-kira 45 menit dengan sepedanya, melewati jalanan desa yang sebagian di antaranya dalam kondisi rusak sehingga menimbulkan genangan-genangan air di lubang-lubangnya. Selain itu, sebagian rutenya juga harus melewati hutan-hutan kecil, tanah-tanah kosong bersemak, atau ladang-ladang luas yang jauh dari permukiman.

    Sebenarnya Engkus tidak sendirian. Dari kampungnya ada sekitar 10 siswa lain yang bersekolah di SMP yang sama. Namun, anak-anak lain sering diantar orang tuanya dengan sepeda motor, apalagi pada musim hujan. Hanya sekali-sekali saja mereka berangkat bersama dengan mengendarai sepeda.

    "Kalau teman-teman diantar bapaknya pakai motor, saya berangkat sendiri saja. Tapi di jalan sering ketemu teman yang bawa sepeda juga," kata Engkus.

    Semangat anak itu memang tinggi. Cita-citanya ingin bekerja di pabrik mobil. Karena itu ia ingin masuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) setelah tamat SMP nanti. Selama hampir dua tahun menjadi siswa SMP Negeri 1 Cikaum, Engkus mengaku tak pernah bolos, atau terlambat. Tiap hari Engkus selalu berangkat lebih pagi, mendahului teman-teman yang diantar orang tuanya.

Dorongan Sang Ayah

    Ayah Engkus, Wasnudin --biasa dipanggil Udin, selalu menyemangati anak semata wayangnya untuk rajin sekolah, meski harus terus bersepeda. "Saya sering menasihati Engkus, jangan seperti bapak, cuma tamat SD, Engkus harus sampai SMK," kata buruh tani berumur 40-an tahun itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun