Mohon tunggu...
Kenah
Kenah Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

العلم بلا ذكر يورث الكبر

Selanjutnya

Tutup

Financial

Paradigma Uang dan Islam dan Perbankan

21 Mei 2019   01:14 Diperbarui: 21 Mei 2019   01:21 1671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

1.PENDAHULUAN

Bank syariah memiliki mandat yang melampaui sekadar melayani pelanggan mereka pengantar Bank syariah sebagai fenomena baru di dunia keuangan sejak pertengahan abad ke-20 telah ditafsirkan sebagai perantara keuangan yang memobilisasi sumber daya ke arah itu proyek yang disetujui oleh Hukum Islam (Syariah) menggunakan keuangan Islam instrumen (Siddiqi, 1983). Mode pembiayaan Islam terdiri dari dua prinsip dasar, yaitu instrumen pembiayaan tanpa bunga di sektor swasta dan instrumen pembiayaan pembangunan berdasarkan biaya dan bagi hasil. Beberapa instrumen utama yang terlibat dalam bentuk mobilisasi sumber daya adalah sebagai berikut (berbagai Laporan Tahunan Pembangunan Islam):

1.Pembiayaan perdagangan dan mark-up biaya ditambah pada barang yang diperdagangkan (murabahah).

2.Bagi hasil (mudarabah) dan penyertaan modal (musharakah) di mana pembagian biaya di antara mitra juga termasuk.

3.Sewa peralatan yang dibeli (ijara).

4.Portofolio perbankan syariah menggunakan instrumen keuangan sekunder, seperti saham dan saham berputar di sekitar instrumen yang di sebutkan

di atas.

Namun, sumber daya keuangan harus dimobilisasi dengan kondisi penting menjaga syariah dalam pandangan. Karena itu mereka harus diarahkan ke Syariah barang yang direkomendasikan, proyek dan tujuan. Dengan demikian, pembangunan sosial ekonomi dan hak prerogatif etis menjadi bagian tak terpisahkan dari mode pembiayaan Islam. Menjadi begitu, Bank syariah memiliki mandat yang melampaui sekadar melayani pelanggan mereka mengamankan dana dalam jenis portofolio yang disebutkan di atas. Mereka menjadi pembangunan institusi, dan dengan demikian, memainkan peran penting dalam peningkatan ekonomi dan moral masyarakat.

Masyarakat atau komunitas Islam dari sudut pandang Syariah. Bank syariah adalah dengan demikian untuk bekerja sama antara mereka dan dengan pembangunan nasional lainnyainstitusi sesuai dengan semangat kerjasama yang dijunjung tinggi oleh Syari'ah untuk manfaat dari semua.

Sila Syariah dan tujuan serta instrumen bank syariah. Apa saja ajaran Syariah di bidang keuangan?

Mereka harus membangun sosial keamanan, hak milik, dan hak keturunan. Dalam domain ekstensif syari'ah tujuan-tujuan ini dikombinasikan dengan mandat pelestarian Islam Negara.

Dalam campuran dari ajaran Syariah yang disebutkan di atas, kami menemukan bahwa sosial, tujuan ekonomi dan politik diambil bersamaan dengan tujuan keuangan. Ini bersama-sama terdiri dari totalitas masalah pembangunan sosial, ekonomi dan politik dari masyarakat Islam. Karena itu, ketika bank syariah terhubung dengan yang begitu komprehensif jaringan tujuan dalam terang Syariah, totalitas sosial-ekonomi dan tujuan sosial-politik bersama dengan tujuan keuangan akan mendominasi dalam tujuan kriteria bank syariah. Misalnya, dalam upaya mengamankan dana-nya klien dengan cara yang disarankan Syariah, yang terdiri dari prinsip pengamanan hak properti, bank syariah harus merangkul prinsip syariah lainnya juga.

Dengan demikian, tujuan pembangunan sosial-ekonomi menjadi penting dalam Syariah ditentukan fungsi kesejahteraan sosial.

Kriteria objektif kesejahteraan sosial bank syariah Fungsi kesejahteraan sosial sebagai kriteria objektif bank syariah melayani prinsip mempertahankan jaminan sosial, perlindungan keturunan dan pelestarian Negara Islam, menjadi deskripsi cara dan sarana pembiayaan sumber daya mobilisasi yang membangun keberlanjutan dan cita-cita tinggi agama Islam. Ini tujuan ideal melibatkan prinsip Tauhid, yaitu keesaan Allah (Tuhan) sebagai prinsip tertinggi Islam.

Model penerapan prinsip Tauhid di Indonesia tatanan sosial-ekonomi, keuangan dan politik melibatkan pengorganisasian moda mobilisasi sumber daya, produksi dan pembiayaan mereka dengan cara-cara yang menghasilkan hubungan komplementer antara berbagai kemungkinan yang ditentukan oleh Syariah. Lewat sini, tampaknya ada penentuan bersama di antara kemungkinan, evolusi instrumen untuk dipilih dan diimplementasikan oleh banyak lembaga di masyarakat pada umumnya. Bentuk bank syariah bagian dan paket dan media yang saling berhubungan dari organisme perkembangan hidup.

Kemungkinan perkembangan diwujudkan baik oleh media wacana antara manajemen dan pemegang saham bank syariah serta dalam konser dengan bank syariah lain, bank sentral, perusahaan, pemerintah dan masyarakat di besar. Dengan cara ini, jaringan luas jaringan wacana terkait dan relasional sistem didirikan antara bank syariah dan tatanan sosial-ekonomi sebagai ke seluruh.

Hubungan pemersatu seperti hubungan partisipatif dalam arti luas ekonomi menyampaikan makna eksternal dari Tauhid. Prinsip tertinggi ini sekarang dipahami sebagai kesatuan pengetahuan yang berasal dari keesaan Allah sebagai satu, yang lengkap dan mutlak dalam pengetahuan. Makna eksternal dari Tauhid adalah sekarang dijelaskan dalam hal yang semakin relasional, partisipatif dan saling melengkapi.

Ambil contoh pertanyaan yang berkaitan dengan metode analisis evaluasi proyek. Sementara itu akan perlu untuk memahami metode penilaian aset yang kompleks dari sudut pandang konsep berbasis bunga dari nilai waktu uang dan sejenisnya, namun metode evaluasi proyek yang benar-benar Islami akan menjadi pusat pelatihan sumber daya manusia di bank syariah. Dengan cara yang sama, pelatihan semacam itu harus diberikan kepada masyarakat melalui program pendidikan dan pelatihan praktis.

Demikian juga pengembangan sumber daya manusia untuk evaluasi proyek, bantuan teknis dan persiapan laporan kelayakan proyek harus tetap memperhatikan pandangan terintegrasi ekonomi Islam menjaga tujuan syariah dalam pikiran. Ini bisa diwujudkan dengan menggunakan model keterkaitan antar sektor ekonomi yang secara bersama-sama dapat dimobilisasi uang ke dalam kegiatan ekonomi nyata dan dengan demikian menghalangi dana dari usaha spekulatif, investasi portofolio, obligasi dan dana pasar uang.

Di sisi lain, mobilisasi sumber daya di semua jalan Syariah kemungkinan yang direkomendasikan harus dipromosikan sehingga dapat membuat hubungan yang erat agregat moneter dan aktivitas produktif nyata. Sifat uang sekarang berubah menjadi endogen melalui peredarannya dalam ekonomi riil sebagai "kuantitas".

Dalam hal ini uang tidak ditentukan oleh konsep permintaan dan penawaran, karena tidak memiliki pasar sendiri, seperti dalam hal barang dan jasa. Sebaliknya, ada hanya memasarkan barang dan jasa nyata yang menghargai nilai uang di tempat pertama. Selain itu, barang dan layanan tersebut adalah barang yang direkomendasikan oleh Syari'ah cahaya kesejahteraan dan keterkaitan untuk menghasilkan hubungan yang saling melengkapi berbagai kemungkinan. Atas dasar pertukaran pasar riil tersebut, pengembalian riil adalah diukur dari segi harga, output dan laba. Ini pada gilirannya menentukan pengembalian uang.

2.Paradigma Uang Islami dan Perbankan

Hubungan yang sangat endogen dalam hubungan sirkuler ini dibuktikan oleh 95 persen tingkat signifikansi dalam statistik-t untuk estimasi koefisien di Metwally sistem regresi.

Kelanjutan dari sebab akibat melingkar dalam ekspresi (9) akan tergantung pada pembentukan preferensi terhadap pengeluaran produktif sesuai dengan Syariah, yang sesuai dengan penggunaan instrumen keuangan berbasis syariah itu menghasilkan hubungan yang saling melengkapi antara uang dan ekonomi riil dan dengan demikian membawa hubungan dalam sistem keseimbangan umum interaksi, integrasi dan evolusi kreatif dari variabel uang dan pengeluaran. Preferensi yang terbentuk adalah pembawa pengetahuan produksi dalam sistem keseimbangan umum interelasi berpusat pada kausalitas Tawhidi kesatuan pengetahuan antara Kemungkinan syariah. Implikasi akhirnya adalah bahwa hasil Metwally, yang estimasi regresi tergantung waktu, tidak menghasilkan sebab akibat melingkar seperti yang kita miliki tersirat dari putaran pertama dalam hasil ekspresi satu arah (8). Hanya kontinuitas rekursif dari pembentukan pengetahuan dapat meregenerasi proses yang ditunjukkan pada ekspresi (9). Ini membutuhkan kepekaan institusional terhadap proses yang saling terkait di Indonesia kasus masalah keterkaitan ekonomi uang riil Evolusi dan kinerja historis bank syariah Kami sekarang telah menjelaskan konsep perbankan Islam dalam kerangka umum sistem hubungan. Bank syariah dianggap melibatkan diri mereka sebagai keuangan perantara dan lembaga berorientasi investasi dalam mewujudkan kesejahteraan komunitas, masyarakat dan ekonomi dalam terang Syariah. Selanjutnya kita akan periksa peran apa yang dimainkan bank-bank Islam dalam beberapa waktu terakhir ke arah ini.

Saya pertama-tama memeriksa portofolio pembiayaan terbaru yang dibuat oleh konsorsium Islam bank secara global (International Association of Islamic Banks, 1988). Pertama kita akan memeriksa neraca bank syariah selama tahun-tahun awal. Kami akan melakukannya memeriksa kinerja bank syariah baru-baru ini di berbagai belahan dunia. Kita akan menyimpulkan perubahan struktural apa yang telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir dari tren di masa lalu pembiayaan bank syariah. Kasus spesifik akan disebutkan di sini termasuk pengalaman Islamic Development Bank (IDB). Itu harus diingat meskipun demikian, IDB sebagai bank pembangunan daerah, fungsinya berbeda sebuah bank syariah. Bank syariah adalah perantara keuangan sektor swasta. Itu adalah subjek untuk persyaratan kebijakan moneter wajib bank sentral dari negara induk bank. Pada tahun-tahun awal antara tahun 1987 dan 1988 saja, neraca agregat sebesar Bank syariah menunjukkan peningkatan dalam saldo akun sebesar 7,4 persen. Ini meningkat lebih lanjut sebesar 14,9 persen pada tahun 1989 dari tahun 1987. Total aset meningkat sebesar 107,4 perpersen antara 1987 dan 1988.

Ekuitas pemegang saham meningkat sebesar 12,4 persen dari US $ 469,3 juta pada tahun 1987 menjadi US $ 527,3 juta pada tahun 1988. Pendapatan bersih didistribusikan meningkat dari US $ 230,3 juta pada tahun 1987 menjadi US $ 280,1 juta pada tahun 1988, tingkat pertumbuhan sebesar 21,7 persen. Tingkat pengembalian total investasi adalah 15,8 persen antara tahun 1987 dan 1988.

Volume ekuitas meningkat sebesar 50,3 persen, sedangkan tingkat pengembalian atas ekuitas adalah18,6 persen antara 1987 dan 1988. Total tingkat pengembalian modal adalah 18,6 persen pada 1988. Tingkat laba bersih adalah 11,1 persen pada tahun 1988. Sebagian besar pengembalian tinggi disebabkan oleh konsentrasi mobilisasi sumber daya dalam perdagangan pembiayaan (murabahah). Pembiayaan ekuitas dan usaha patungan membentuk kecil jauh perbandingan. Oleh karena itu secara agregat, bank syariah menunjukkan kinerja yang sangat baik selama ini periode awal sejauh menyangkut pengembalian finansial atas murabahah.

Kekayaan pemegang saham dengan demikian dilindungi dengan baik oleh instrumen keuangan ini. 1988 alokasi sektoral dari sumber daya bank syariah.

3.Kesimpulan

Dari gambaran kuantitatif yang diberikan di paper tersebut  jelas bahwa bank syari'ah telah melakukan dengan baik dalam menjadi lembaga menguntungkan untuk mempertahankan posisi likuiditas mereka deposan dan pemegang saham. Padahal unsur pembangunan sosial-ekonomi dan adapun prospek yang lebih baik untuk diversifikasi instrumen pembiayaan proyek masih kurang.

Akibatnya, dampak penuh dari bank syariah dalam pembiayaan pembangunan dan dalam membangun keberlanjutan komunitas yang mengislamkan tetap menjadi potensi. Sosial kesejahteraan dari jenis yang telah saya analisis dalam paper itu  dalam hal mengukur dan mengarahkan hubungan saling melengkapi berdasarkan, Tawhidi di antara Syari'ah kemungkinan yang disarankan, membutuhkan jaringan yang lebih luas dan hubungan antara tujuan pembangunan keuangan dan sosial ekonomi sesuai dengan prinsip Syar'iah.

Sila adalah tengara dalam pemikiran paradigmatik baru yang saling terkait keuangan, ekonomi,komunitas dan masyarakat. Oleh karena itu bank syari'ah akan melakukan operasi mereka dan mengatur rencana dan program mereka sesuai dengan pandangan umum sistem tersebut membiayai pembangunan sosial-ekonomi.

Kemudian akan menggabungkan tujuan ekonomi efisiensi (pertumbuhan) dan keadilan sosial menjadi hubungan yang saling melengkapi satu sama lain. Model pembangunan sosial-ekonomi seperti itu sangat berbeda dengan keuangan, model ekonomi dan sosial yang kita hadapi di era globalisasi kapitalis saat ini. Untuk mencapai tujuan yang saling melengkapi dan mewujudkan kesejahteraan bagi semua, bank syariah harus fokus pada pembiayaan maupun pengembangan sesuai dengan prinsip syari'ah.

Saya juga menganalisis bahwa Bank Islam di seluruh dunia telah melakukan cukup baik dalam hal stabilitas keuangan dan popularitasnya di antara klien. Sesuai dengan argumen dari paper ini sehubungan dengan saling melengkapi antara ekonomi / keuangan efisiensi dan perspektif sosial, kinerja yang baik secara bersamaan pada Indikator popularitas dan stabilitas keuangan menunjukkan titik kesejahteraan ini tujuan bank syariah mengukur hubungan komplementer tersebut. Ini yang paling Implikasi kuat dari kesatuan pengetahuan dalam sistem menurut Tawhidi Paradigma yang telah kami sajikan.

Ini adalah indikasi bahwa ada premis yang kaya untuk prinsip normatif etika dan nilai-nilai yang berasal dari Islam untuk dimasukkan dalam masalah uang, keuangan, akuntabilitas, dan ekonomi riil. Dalam konteks pasar modal yang tidak stabil semakin penting untuk mulai memikirkan dan mengatur uang, keuangan dan keterkaitan ekonomi riil dalam sistem akuntansi perusahaan dan nasional.

Eksperimen yang berani seperti itu dapat menyelamatkan pasar ekuitas yang lazim dari keanehan fluktuasi berbasis bunga jangka pendek dan kegelisahan investor dan konsumen preferensi. Dalam beberapa waktu terakhir, preferensi volatile telah merasuki pasar modal di Indonesia dalam hal pergerakan modal yang tidak pasti di seluruh portofolio berisiko dari sekuritas, saham dan obligasi menghasilkan tingkat rendah.

B.ANALISIS  PAPER

a.Bank Syari'ah

Pengertian Perbankan Syariah Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut atau meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan untuk melakukan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram ( misal usaha perjudian) dimana hal ini tidak dapat dijamin dalam sistem perbankan konvensional. Adapun Bank syariah adalah bank yang dalam menjalankan operasinya dengan sistem hukum islam (syariah).

Fungsinya sama dengan bank konvensional yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa keuangan lainnya, tetapi yang membedakan adalah cara operasi, produk, kesepakatan, dan sistemnya. Berkembangnya bank-bank syariah di Indonesia dimulai sejak awal tahun 1990-an.

 Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalah Indonesia. Berdiri tahun 1992, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukunagan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Adanya perbankan syariah di Indonesia dipelopori oleh berdirinya Bank Muamalat Indonesia dengan tujuan mengakomodir berbagai aspirasi dan pendapat di masyarakat terutama masyarakat Islam yang banyak berpendapat bahwa bunga bank itu haram karena termasuk riba dan juga untuk mengambil prinsip kehati-hatian. Apabila dilihat dari segi ekonomi dan nilai bisnis, ini merupakan terobosan besar karena penduduk Indonesia 80% beragama islam, tentunya ini bisnis yang sangat potensial. Meskipun sebagian orang islam berpendapat bahwa bunga bank itu bukan riba tetapi faedah, karena bunga yang diberikan atau diambil oleh bank berjumlah kecil jadi tidak akan saling dirugikan atau didzolimi, tetapi tetap saja bagi umat islam berdirinya bank-bank syariah adalah sebuah kemajuan besar. Meskipun bank syariah telah berdiri sejak awal tahun 1990-an, namun keberadaanya masih kurang diminati masyarakat pada umumnya.

b.Sekilas Pengertian Uang

Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai.

Kata nuqud tidak terdapat dalam al-Quran dan hadis, karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata 'ain untuk menunjukkan dinar emas.

Sedangkan kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah. Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar, dirham dan fulus. Untuk menunjukkan dirham dan dinar mereka mengunakan istilah naqdain. Namun mereka berbeda pendapat apakah fulus termasuk dalam istilah naqdain atau tidak. Menurut pendapat yang mu'tamad dari golongan Syafi'iyah, fulus tidak termasuk naqd, sedangkan Mazhab. Hanafi berpendapat bahwa naqd mencakup fulus.

Defenisi nuqd menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), seperti yang dikutip Ahmad Hasan dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu. Ini berarti dinar dan dirham adalah standar ukuran nilai yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Senada dengan pendapat ini, Al-Ghazali (wafat 595 H) menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh harta, sehinga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H) berpendapat dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.

Dalam pengertian kontemporer, uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai. Taqyudin al-Nabhani menyatakan, nuqud adalah standar nilai yang dipergunakan untuk menilai barang dan jasa. Oleh karena itu uang didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur barang dan jasa. Jadi uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan dalam masyarakat baik untuk barang produksi mapun jasa, baik itu uang yang berasal dari emas, perak, tambaga, kulit, kayu, batu, besi, selama itu diterima masyarakat dan dianggap sebagai uang. Untuk dapat diterima sebagai alat tukar, uang harus memenuhi persyaratan tertentu yakni: Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. 2) Tahan lama. 3) Bendanya mempunyai mutu yang sama. 4) Mudah dibawa-bawa. 5) Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya. 5) Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan) 6) Dicetak dan disahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas moneter (pemerintah). Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah umum syari'at Islam. Penerbitan dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, karena itu bermain-main dalam penerbitan uang akan mendatangkan kerusakan ekonomi rakyat dan negara.

Misalnya hilangnya kepercayaan terhadap mata uang akibat turunnya nilai uang yang bisa saja disebabkan oleh pembengkakan jumlah uang beredar, dan sebagainya. Kondisi ini biasanya diringi dengan munculnya inflasi di tengah masyarakat yang justru mendatangkan kemudaratan pada rakyat. Karena ekonom muslim berpendapat bahwa penerbitan uang merupakan otoritas negara dan tidak dibolehkan bagi individu untuk melakukan hal tersebut karena dampaknya sangat buruk.

Dalam hal ini Imam Ahmad mengatakan tidak boleh mencetak uang melainkan dipercetakan negara dan dengan seizin pemerintah, karena jika masyarakat luas dibolehkan mencetak uang akan terjadi bahaya besar. Untuk menjaga stablitas nilai tukar uang, Ibn Taimiyah (1263-1328 M) menegaskan, pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam masalah ini harus mencetak uang sesuai dengan nilai transaksi dari penduduk. Jumlah uang yang beredar harus sesuai dengan nilai transaksi. Ini berarti Ibn Taimiyah melihat hubungan yang erat antara jumlah uang beredar dengan total nilai transaksi dan tingkat harga.

c.Konsep Uang dalam Islam

Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah uang bukan capital. Sedang uang dalam perspektif ekonomi konvensionl diartikan secara interchangeability/bolak-balik, yaitu uang sebagai uang dan sebagai capital.

Perbedaan lain adalah bahwa dalam konsep ekonomi Islam, uang adalah suatu yang bersifat flow conceptdan capital adalah suatu yang bersifat stock concept. Sedang dalam konsep ekonomi konvensional, Frederic S. Miskhin, misalnya mengungkapkan konsep Irving Fisher yang mengatakan bahwa :

Keterangan :

MV = Jumlah uang

V    =Tingkat perputaran uang

P    = Tingkat harga barang

T    = Jumlah barang yang diperdagangkan

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang (V), maka semakin besar income yang di peroleh. Persamaan ini juga berarti bahwa uang adalah flow concept. Fisher juga mengatakan bahwa sama sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan memegang uang (demand for holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep ini hampir sama dengan konsep yang ada dalam konsep ekonomi Islam.

Pendapat lain yang diungkapkan oleh Mishkin adalah konsep dari Marshall-Pigou dari Cambridge, yaitu :

Keterangan :

M   = Jumlah uang

k     = 1/v

P    = Tingkat harga barang

T    = Jumlah barang yang diperdagangkan

Walaupun secara matematis k dapat dipindahkan ke kiri atau ke kanan, secara filosofis kedua konsep ini berbeda. Dengan adanya k pada persamaan diatas, menyatakan bahwa demand for holding money adalah suatu proporsi (k) dari jumlah pendapatan (PT). semakin besar k, semakin besar demand for holding money(M), untuk tingkat pendapatan tertentu (PT). Berarti konsep ini mengatakan bahwa uang adalah stock concept. Oleh sebab itu, kelompok Cambridge mengatakan bahwa uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan (store of wealth).

Dalam Islam, capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang ketika mengalir adalah public goods (flow concept), lalu mengendap kedalam kepemilikan seseorang (stock concept), uang tersebut menjadi milik pribadi (private goods).

Konsep public goods belum dikenal dalam teori ekonomi sampai tahun 1980-an. Baru setelah muncul ekonomi lingkaran, maka kita berbicara tentang externalities, public goods, dan sebagainya. Dalam islam konsep ini sudah di kenal, yaitu ketika Rosulillah bersabda "Manusia mempunyai hak bersama dalam tiga hal: air, rumput, dan api" (HR Ahmad, abu Dawud dan Ibn Majah). Dengan demikian, berserikat dalam hal public goods bukanlah hal yang baru dalam ekonomi islam, bahkan konsep ini sudah terimplementasi, baik dalam bentuk musyarakah, muzara'ah, musaqah, dan lain-lainnya.

d.Uang dalam Ekonomi Makro

Ahmad Hasan menjelaskan bahwa dalam islam tidak ada yang di sebut dengan uang (nuqud). Adapun istilah fulus (uang tembaga), istilah itu hanya digunakan sebagai alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah

a)Uang sebagai Ukuran Harga.

Ini merupakan fungsi uang yang terpenting. Uang adalah satuan nilai atau standar ukuran harga dalam transaksi barang dan jasa. Ini berarti uang berperan menghargai secara aktual barang dan jasa. Dengan adanya uang sebagai satuan nilai memudahkan terlaksanakanya transaksi dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Al-Ghazali berpendapat uang adalah ibarat cermin. Dalam arti uang berfungsi sebagai ukuran nilai yang dapat merefleksikan harga benda yang ada dihadapannya

Dengan demikian uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri karena uang tidak mempunyai harga tapi ia sebagai alat untuk menghargai semua barang. Fungsi uang menurut Ibn Taimiyah adalah sebagai alat ukur nilai dan sebagai alat pertukaran . Secara khusus Ibn Taimiyah menyatakan uang itu sebagai atsman(harga) yakni alat ukur dari nilai suatu benda. Melalui uang sejumlah benda dapat diketahui nilainya. Uang bukan ditujukan untuk dirinya sendiri.

Fungsi uang secara esensial adalah untuk mengukur nilai benda atau dibayar sebagai alat tukar benda lain. Pemikiran Ibn Taimiyah tentang uang ini meski agak simpel namun sangat penting dan mengemuka. Karena pemikirannya ini berlaku dan dimunculkan lagi setelah dua setengah abad kemudian oleh para pakar ekonomi modern seperi Gresham (1519-1579) yang tekenal dengan Hukum Greshamnya.

Nilai suatu barang dapat dengan mudah dinyatakan yaitu dengan menunjukkan jumlah uang diperlukan untuk memperoleh barang tersebut. Misalnya harga sepatu adalah Rp. 50.000,- , sedangkan harga baju adalah Rp. 25.000,-. Disinilah pentingnya nilai harga yang berlaku untuk mengukur nilai barang harus bersifat spesifik dan akurat, tidak naik dan tidak turun dalam waktu seketika dan tidak berubah-ubah dalam waktu seketika. Seperti yang ditegaskan Ahmad Hasan bahwa uang sebagai standar nilai harus memiliki kekuatan dan daya beli yang bersifat tetap agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

b)Uang sebagai Media Transaksi

Uang adalah alat tukar menukar yang digunakan setiap individu untuk transaksi barang dan jasa. Misal seseorang yang memiliki beras untuk dapat memenuhi kebutuhannya terhadap lauk pauk maka ia cukup menjual berasnya dengan menerima uang sebagai gantinya, kemudian ia dapat membeli lauk pauk yang ia butuhkan. Begitulah fungsi uang sebagai media dalam setiap transaksi dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup manusia.

Kondisi ini jelas berbeda dengan system barter tempo dulu, jika orang yang memiliki beras menginginkan lauk pauk maka ia harus mencari orang yang mememiliki lauk pauk yang membutuhkan beras. Jelas ini system yang sangat rumit. Fungsi uang sebagai media pertukaran dalam setiap kegiatan ekonomi dalam kehidupan modern ini menjadi sangat penting. Karena seseorang tidak dapat memproduksi setiap barang kebutuhan hariannya, karena keahlian manusia itu berbeda-beda, disinilah uang memegang peranan yang sangat penting agar manusia itu dapat memenuhi kebutuhan dengan mudah. Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus di terima oleh siapa pun bila ia ditetapkan oleh Negara.

Inilah perbedaan uang dengan media teransaksi lain seperti check.   Umar bin Khattab r.a berkata " Saat aku ingin menjadikan uang dari kulit unta, ada orang berkata kalo begitu unta akan punah maka aku batalkan keinginan tersebut".  

c)Uang Media Menyimpan Nilai

Uang sebagai store of value berarti uang adalah cara mengubah daya beli dari masa kini ke masa depan. Uang sebagai penyimpan nilai dimaksudkan bahwa orang yang mendapatkan uang kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi ia sisihkan sebagian untuk membeli barang atau jasa yang ia butuhkan pada waktu yang ia inginkan, atau ia simpan untuk hal-hal yang tak terduga seperti sakit mendadak atau menghadapi kerugian yang tak terduga. Hal ini disebabkan karena motiv yang mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan uang disamping untuk transaksi juga untuk berjaga-jaga dari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga seperti kondisi di atas.

Dikalangan ekonom muslim terjadi perbedaan pendapat terhadap fungsi uang sebagai alat penyimpan nilai ini. Mahmud Abu Su'ud seperti yang dikutip Ahmad Hasan, berpendapat bahwa uang sebagai penyimpan nilai adalah ilusi yang batil. Karena uang tidak bisa dianggap sebagai komoditas layaknya barang-barang pada umumnya. Uang sama sekali tidak mengandung nilai pada bendanya. Uang sebagai alat tukar beredar untuk proses tukar-menukar.

Pendapat Abu Su'ud ini agaknya sejalan dengan apa yang diungkarkan oleh al-Ghazali bahwa uang itu ibarat cermin yang hanya dapat menilai sesuatu yang ada di depannya namun tidak dapat menilai dirinya sendiri. Pendapat Abu Su'ud yang meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan nilai disatu sisi mendapat dukungan dari Adnan al-Turkiman yang mengkhawatirkan jika uang berfungsi sebagai penyimpan nilai akan terjadi penimbunan uang karena sifat alamiah uang yang tahan lama menungkinkan menyimpannya dalam waktu yang lama dan menahan peredarannya. Namun disisi lain Adnan al-Turkiman membantah pendapat Abu Su'ud yang meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan nilai yang ditujukan untuk digunakan dalam proses transaksi dagang pada masa yang akan datang. Monzer Kahf memberikan tanggapan terhadap pendapat Abu Su'ud yang meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan ini, sebenarnya pelaku ekonomi memungkinkan memilih waktu yang sesuai untuk melakukan transaksinya.

Misalnya sesorang yang memiliki kurma membutuhkan apel di waktu lusa, maka ia dapat saja menjual kurmanya hari ini kemudian pulang dan menyimpan uangnya terlebih dahulu, lusa baru ia membeli apel sesuai dengan waktu ia membutuhkannya. Muhamad Zaki Syafi'i dalam menyikapi hal ini, mencoba membedakan antara menyimpan uang dengan menumpuk uang. Menurutnya menyimpan uang (menabung) dianjurkan. Setiap apa yang lebih dari kebutuhan setelah menunaikan hak Allah adalah tabungan (saving). Sedangkan menimbun uang berarti mencegah untuk melaksanakan kewajiban (hak Allah).

Menurut teori ekonomi Islam, motiv yang mempengaruhi manusia untuk mendapatkan dan memiliki uang adalah untuk transaksi (money demand for transaction) dan motiv berjaga-jaga (money demand for precautionary). Kenyataanya secara ril, seseorang perlu menyimpan uangnya untuk menghadapi hal-hal yang tak terduga, baik disimpan di rumah untuk menghadapi kebutuhan jangka pendek maupun ditabung di bank, atau diinvestasikan dalam bentuk saham. Jika seseorang menyimpan uangnya di bank, secara bisnis, uang akan selalu bergulir dan beredar dalam perekonomian.

Jadi kekhawatiran Abu Su'ud dan Adnan Al-Turkiman, untuk perekonomian modern sekarang tidak beralasan. Karena zaman sekarang inflasi selalu terjadi dari tahun ke tahun dalam tingkat yang berbeda. Jika seseorang menyimpan uangnya dengan cara menumpuknya di rumah dalam jangka waktu yang lama, jelas tindakan itu merugikan dirinya sendiri karena nilai mata uang selalu mengalami penurunan nilai dari tahun ke tahun karena pengaruh inflasi. Dalam Ekonomi Islam, motiv yang mempengaruhi seseorang memiliki uang yang dibenarkan hanya untuk transaksi (money demand for transaction) dan berjaga-jaga (money demand for precautionary).

Dalam Islam, seseorang memiliki uang karena motiv spekulasi dilarang karena uang menurut Islam hanya sebagai alat tukar menukar dan sebagai standar nilai. Sehingga al-Ghazali berpendapat perdagangan uang dengan uang terlarang karena akan memenjarakan fungsi uang sebagai alat pertukaran, jika suatu uang dapat membeli atau dibeli dengan uang lain, maka uang berarti tidak lagi berfungsi sebagai alat tukar tapi sebagai komoditi, padahal itu dilarang dalam Islam. Berpijak dari teorinya tentang fungsi uang sebagai alat tukar, Ibn Tamiyah pun sangat menentang perdagangan uang, karena tindakan ini menurutnya akan menghilangkan fungsi uang itu sendiri. Perdagangan mata uang berarti membuka pintu kezaliman seluas-luasnya bagi penduduk. Namun ia membolehkan akan pertukaran uang (valas), dengan syarat dalam transaksi ini ada taqabul (pergerakan atau serah terima) uang yang dipertukarkan dan tidak ada hulul (penundaan) pembayaran.

Uang dalam Ekonomi Islam adalah sesuatu yang bersifat flow consept bukan stock concept. Uang harus selalu mengalir, beredar di kalangan masyarakat dalam kehidupan ekonomi karena uang itu adalah public goods, tidak mengendap menjadi milik pribadi dalam bentuk private goods. Teori ekonomi Islam ini agaknya sejalan dengan teori Irving Fisher bahwa mengemukan semakin cepat perputaran uang ( V) maka semakin besar income yang diperoleh. Untuk itu Islam menolak pandapat yang menyatakan uang bersifat stock consept yang menyatakan uang adalah salah cara untuk menyimpan harta kekayaan (store of wealth).

Kekayaan atau capital adalah private goods atau benda-benda milik pribadi yang hanya beredar pada individu tertentu saja. Sedangkan uang adalah public goods benda-benda yang dimiliki oleh semua orang dan harus beredar pada semua orang. Dalam hal ini al-Ghazali sangat mengecam tindakan seseorang yang menimbun uang karena tindakan itu berarti menarik uang dari peredaran.

Dalam teori moneter penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang yang jelas akan memperkecil terjadinya transaksi dan berakibat pada lesunya perekonomian. Islam sebetulnya mendorong investasi, bukan menimbun uang. Dalam keadaan harga--harga barang stabil, menyimpan kekayaan dalam bentuk uang lebih menguntungkan dari pada menyimpannya dalam bentuk barang. Yakni disimpan di bank. Namun dalam realitasnya harga-harga selalu mengalami kenaikan yang pesat, nilai uang terus mengalami kemerosotan. Maka kekayaan yang berupa uang akan mengalami penurunan nilai kalau dibandingkan dengan kekayaan yang berbentuk barang.

Dalam keadaan seperti ini berarti uang bukanlah alat penyimpan kekayaan yang baik. Dengan demikian menjadikan fungsi uang sebagai alat menyimpan nilai tidak tepat. Dalam menghadapi kondisi ini maka menyimpan kekayaan lebih tepat dalam bentuk saham, atau obligasi ataupun dalam bentuk rumah. Seperti yang ditegaskan Muhamad Usman Syabir, meyimpan kekayaan dalam bentuk uang tidaklah menguntungkan, karena uang selalu mengalami penurunan nilai. Dalam keadaan seperti ini lebih baik menyimpan kekayaan dalam bentuk saham ataupun benda berharga lainnya seperti rumah. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, menimbun uang itu diharamkan, dikarenakan dampaknya terhadap harga, lalu daya beli bagi uang .

d)Perubahan Fungsi Uang

Menurut sistem ekonomi kapitalis, uang selain sebagai alat tukar ia juga adalah komoditas yang bisa diperdagangkan, sementara ekonomi Islam tidak mengakui fungsi yang satu ini. Sistem kapitalis mengenal adanya tiga fungsi uang;

1.Medium of Exchange

2.Unit of Account

3.Store of Value

Sedangkan dalam ekonomi Islam, hanya dikenal adanya 2 fungsi :

1.Medium of Exchange (for transaction)

2.Unit of Account

Dalam Islam, fungsi pertama ini jelas bahwa uang hanya berfungsi sebagai medium of exchange. Uang menjadi media untuk merubah barang dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, sehingga Persamaan fungsi uang dalam sistem Ekonomi Islam dan Konvensional, sebagaimana kita lihat di atas adalah uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dan satuan nilai (unit of account). Perbedaannya adalah ekonomi konvensional menambah satu fungsi lagi sebagai penyimpan nilai (store of value) yang kemudian berkembang menjadi motif money demand for speculation, yang merubah fungsi uang sebagai salah satu komoditi perdagangan.

Dengan demikian, dalam konsep Islam, uang tidak termasuk dalam fungsi utilitas karena Rumus time value of money :

FV=PV(1+i)n

Sebenarnya mengambil/mengadopsi dari teori pertumbuhan populasi, dan tidak ada dalam ilmu finance. Rumus pertumbuhan populasi adalah sebagai berikut :

Pt=Po(1+g)t

Jadi future value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-t, present value dari uang dianalogikan dengan jumlah populasi tahun ke-0, sedangkan tingkat suku bunga dianalogikan dengan tingkat pertumbuhan populasi.

1)Commodity Money

Pada asalnya uang mempunyai tiga fungsi penting, yaitu sebagai alat tukar, penyimpan nilai, dan pengukur nilai sebuah komoditas. Namun, dengan menyebarluasnya sistem bunga dalam transaksi keuangan saat ini, fungsi uang sudah bertambah menjadi sebuah komoditas, dan itu diharamkan karena ini biasanya menjadi problematika terbesar moneter pada khususnya dan perekonomian pada umumnya . Fungsi uang sebagai komoditas didukung oleh beberapa teori keuangan kontemporer seperti dalam Loanable Funds Theory.

Dalam teori ini bunga (interest) dianggap sebagai harga dari dana yang tersedia untuk dipinjamkan (loanable fund) yang menjadi salah satu variable yang mempengaruhi tingkat penawaran (supply of ) dan permintaan (demand for) dari loanable fund tersebut. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa penyuplai loanable fund akan bersedia memberikan pinjaman uang kepada peminjam hanya apabila si peminjam bersedia mengembalikan uang pinjamannya dalam jumlah yang lebih besar dari pokok pinjamannya. Selisih antara jumlah yang harus dibayarkan peminjam dan pokok pinjamannya itulah yang disebut bunga. Secara kontrak, harga (bunga) tersebut mesti dibayar peminjam dalam keadaan apa pun (usaha si peminjam untung atau rugi) kepada pemberi pinjaman, karena si pemberi pinjaman dianggap sudah menjual sebuah komoditas yang disebut dengan uang.

Di sini sangat jelas terlihat bahwa dalam sistem keuangan yang berlaku sekarang, uang sudah dianggap sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Hal ini berlawanan dengan pandangan Islam yang tidak menerima fungsi uang sebagai suatu komoditas. Hal itu dikarenakan uang tidak memenuhi syarat sebagai sebuah komoditas. Menurut Syeikh Muhammad Taqi Usmani, pakar Syariah keuangan Islam, setidaknya ada 3 faktor yang membedakan uang dengan komoditas. Pertama, uang tidak memiliki kegunaan instrinsk (intrinsic utility).

Berbeda dengan komoditas, uang tidak bisa dimakan, dipakai, atau digunakan secara langsung. Uang hanya bisa ditukar dengan komoditas, lalu komoditas itu yang akan di makan, dipakai atau digunakan. Dalam istilah ekonomi, uang hanya memiliki value in exchange sementara komoditas memiliki value in exchangedan value in use sekaligus. Kedua, uang tidak memerlukan kualitas untuk menentukan nilainya, dalam artian uang kertas Rp 100,000 yang sudah lusuh terbitan tahun 2007 dengan uang kertas Rp 100,000 yang baru terbitan tahun 2009 memiliki daya beli yang sama. Lain halnya dengan komoditas, sebagai contoh, mobil Honda Jazz keluaran 2007 dengan Honda Jazz keluaran Januari 2009 memiliki harga yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kualitas antara kedua mobil di atas yang tecermin dari perbedaan nilai dan harganya. Ketiga, uang tidak memerlukan spesifikasi ketika berlakunya transaksi, sementara komoditas mempunyai sifat yang spesifik ketika berlakunya transaksi.

Sebagai contoh, jika kita ingin membeli barang kita akan memilih barang yang kita inginkan sesuai selera kita, seperti warna, aksesoris pelengkap lainnya. Artinya, jika si penjual menawarkan barang yang sama tapi warnanya tidak sesuai dengan selera kita mungkin kita akan menolak. Tetapi, lain halnya dengan uang yang bersifat tidak spesifik. Sebagai contoh, untuk pembayaran tagihan listrik bulanan sebesar Rp 300.000. kita bisa membayar tagihan tersebut dengan menggunakan tiga lembar uang Rp 100.000 atau empat lembar uang Rp 50.000 ditambah satu lembar Rp 100.000 bahkan kita bisa bayar tagihan tersebut dengan tiga ratus lembar Rp 1.000. Bagi si penerima tidak akan ada perbedaan nilai dalam ketiga cara pembayaran di atas. Ada satu lagi tambahan perbedaan antara uang dengan komoditas, khususnya dengan uang fiat yang kita gunakan sekarang ini. Uang kertas (fiat money) yang berlaku saat ini tidak memiliki nilai intrinsik (intrinsic value). Uang kertas menjadi alat tukar yang sah melalui undang-undang yang dikeluarkan sebuah negara yang menyatakan keabsahan uang tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa diterimanya uang kertas sebagai alat pembayaran hanya dikarenakan faktor kepercayaan kepada pemerintah yang menjamin keabsahan uang kertas tersebut. Artinya, apabila kepercayaan itu hilang atau berkurang maka nilai uang tersebut akan melemah (terdepresisasi) dikarenakan orang lebih banyak melepas, dengan cara menjual uang tersebut, daripada ingin memilikinya. Karena jelas, memilikinya tidak punya nilai intrinsik. Namun, perlu juga ditegaskan di sini bahwa uang fiat adalah uang yang sah di sisi syariah. Penulis tidak setuju dengan pandangan bahwa hanya uang emas yang sah di sisi syariah. Memang, benar uang emas adalah uang yang paling baik dan paling stabil nilainya, dan kalau kita bisa kembali menggunakan emas sebagai standar nilai uang, sudah tentu sistem keuangan dunia akan jauh lebih baik.

Namun, mengklaim bahwa hanya emas atau perak saja yang diakui Islam sebagai uang dan selain emas dan perak maka tidak sah, hal ini adalah klaim yang berlebihan. Imam Malik pernah berkata bahwa seandainya masyarakat menjadikan kulit hewan sebagai mata uang, niscaya beliau akan melarang jual beli kulit hewan tersebut melainkan dengan tunai dan tidak boleh tertangguh. Walaupun pada hari ini kita bersemangat untuk kembali kepada uang emas sebagai standar nilai mata uang, kita tidak perlu berlebihan dan ekstrem dengan mengatakan bahwa uang fiat adalah haram. Mengharamkan yang halal adalah sama saja buruknya di sisi Islam dengan menghalalkan yang haram. Kalau uang fiat haram, sudah tentu mas kawin kita menjadi tidak sah, dan perkawinan kita juga tidak sah, maka anak-anak kita juga adalah jadi anak haram.

2)Token Money

Goldsmith (orang yang meminjamkan uang) dan para bankir menyadari bahwa meminjam komoditi (seperti emas perak) dan kemudian mengeluarkan tanda penerimaan (receipt) akan menghasilkan keuntungan. Mereka akan memberikan bunga atas deposit koin emas dan perak. Apabila harga emas batangan naik dan daya beli koin turun, maka mereka dapat melebur koin tersebut menjadi bentuk batangan, atau bila harga di luar lebih tinggi dari harga di dalam maka mereka akan menjual keluar. Kedua aktivitas tersebut akan memberikan keuntungan.

Semakin tanda terma (receipt) yang berputar di antara para depositor, maka goldsmith dan para bankir akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk menggunakan dan perak tersebut dan memperoleh lebih banyak keuntungan. Ini adalah contoh pertama dalam sejarah moneter Inggris mengenai token money dari aktivitas lembaga keuangan. Tanda terima (receipt) yang pertama dilakukan oleh goldsmith dan kemudian oleh bank menjadi medium of exchange. Jelaslah sekarang bahwa tanda terima (receipt) untuk deposit, atau bank notes yang selanjutnya disebut token menggantikan commodity money. Kertas tanda terima ini (receipt) dapat di tukarkan dengan koin emas apabila dibutuhkan.

Kemudian masyarakat zaman dahulu telah berusaha meningkatkan manfaat uang logam dengan mencetk koin yang didasarkan pada satuan standar tertentu. Karena stabilitas nilai uang adalah tanggung jawab pemerintah, maka pencetakan uang di monopoli oleh pemerintah dan masyarakat di larang untuk mencetak dan mengedarkan uang palsu. Sejalan dengan waktu, uang logam ini kemudian di ganti dengan paper notes dan mata uang (uang legal atau M1).

3)Deposit Money

Semakin pesatnya pertumbuhan industry dalam rangka memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan uang dalam jumlah besar, misalnya untuk keperluan pembangunan pabrik, pembelian mesin, pembelian bahan baku dalam jumlah besar, pengiriman barang dalam jumlah besar, juga transaksi antar Negara dalam jumlah besar.

Untuk itu dibutuhkan perubahan di bidang keuangan, terutama tentang cara pembayaran. Banyak para pengusaha membayar tagihan mereka dengan menggunakan cheques. Hanya pengeluaran kecil, gaji para karyawan, dan transportasi yang di bayar dengan tunai.

Menurut Irving Fisher (1867-1947), cheques bukan uang, tapi hanya merupakan order tertulis (written order) untuk mentransfer uang. Perlu di bedakan antara transfer instrument, cheque, dan objek actual yang di transfer yaitu bank deposit. Transfer belum mempengaruhi bank deposit pengirim sampai uang tersebut di cairkan. Pada waktu bank member pinjaman kepada seseorang, bank tidak memberikan dalam bentuk tunai (cash). Dengan demikian bank membuat uang baru (deposit), melebihi dan diatas notes dan coins(token atau legal money) yang di buat oleh pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan penting yang telah merubah perbankan modern adalah kemampuan bank deposit untuk mengubah "purveyors of money" menjadi "creator of money".

e)Uang dalam Fungsi Utilitas

Dalam teori klasik, fungsi utilitas uang adalah :

Keterangan :

f = Fungsi utility

Xi = Jumlah komoditi

Pi = Harga komoditi

M = Jumlah uang yang diterima

Y = Pendapatan nominal

Mo = Jumlah awal yang dimiliki

Dari fungsi diatas terlihat bahwa uang meruapakan fungsi utilitas secara tidak langsung (indirect utility function). Dalam teori Neo-Classical, fungsi uang di rumuskan sebagai berikut:

Dengan budget constraint :

Keterangan :

f = Fungsi utility

Xi = Jumlah komoditi

Pi = Harga komoditi

M = Jumlah uang yang diterima

Y = Pendaptan nominal

Mo = Jumlah awal yang dimiliki

Dari persamaan diatas terliha bahwa uang merupakan fungsi utilita yang langsung (direct utility function). Perbedaan fungsi utilitas apakah termsuk ke dalam indirect utiliy function atau direct utility function, bukanlah menjadi masalah bagi kit, karena perbedaan tentang hal ini hanya terjadi di dalam teori ekonomi konvensional.

Dan konsep Islam tentang utilitas, uang hanya diakui sebagai intermediary form, hanya di akui sebagai medium of exchange dan unit of account tidak lebih dari ini. Artinya, fungsi uang hanya sebagai medium dari barang yang satu berubah menjadi barang yang lain, tidak perlu adanya double coincidence needs. Jadi dalam konsep Islam, uang tidak masuk dalam fungsi utility kita, karena manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu sendiri, tetapi dari fungsi uang. Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW. Bisa kita lihat peran uang sangat sentral dalam teori ekonomi Islam. Salah satu contoh adalah peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW.

Pada suatu hari, Bilal bin Rabah ingin menukar 2 sha' kurma yang sangat buruk dengan 1 sha' kurma yang baik, maka Rasulullah mengatakan "Tidak boleh menjual kurma yang buruk dan mendapatkan dinar, lalu membeli kurma yang baik dengan dinar tersebut" (HR Bukhari). Menurut Rasulullah setiap kurma mempunyai harga masing-masing. Oleh karena itu menjadi sangat naf apabila dikatakan dalam teori Islam tidak ada konsep uang.

f)Economic Value of Time

Islam tidak mengenal time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Contohnya dalam menghitung nisbah bagi hasil di bank syariah. Dalam proses perhitungan nisbah, return on capital harus di perhitungkan. Return on capital ini tidak sama dengan return on money. Return on capital tergantung kepada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sektor riil, sedangkan return on money berkaitan dengan interest rate.

Penentuan nisbah bagi hasil harus dilakukan di awal, dan untuk itu di gunakan project return. Jika actual return tidak sama dengan angka proyeksinya, maka digunakan adalah angka aktual, bukan angka proyeksi. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak mengenal time value of money. Time mempunyai economic valuejika dan hanya jika waktu tersebut dimanfaatkan dengan menambah faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital dan dapat memperoleh return.

g)Uang sebagai Flow Concept

Dalam Islam uang adalah flow concept dan capital adalah stock concept. Semakin cepat perputaran uang akan semakin baik. Misalnya seperti contoh pada aliran air masuk dan air keluar. Sewaktu air mengalir, disebut sebagai uang, sedangkan apabila air tersebut mengendap, maka disebut sebagai capital. Wadah tempat mengendapnya di sebut private goods. Uang seperti air, apabila uang dialirkan, maka uang tersebut akan bersih dan sehat (bagi ekonomi). Apabila uang diendapkan dalam suatu tempat (menimbun uang), maka air tersebut akan keruh/kotor. Saving harus di investasikan ke sektor riil. Apabila tidak, maka savingbukan saja tidak mendapat return, tapi juga dikenakan zakat.

h)Uang sebagai Public Goods

Ciri dari public goods adala barang tersebut dapat digunakan oleh masyarakat tanpa menghalangi orang lain untuk menggunakannya. Begitu pula dengan uang, sebagai public goods, uang dimanfaatkan lebih banyak oleh masyarakat yang lebih kaya. Hal ini bukan karena simpanan mereka di bank, tetapi karena asset mereka seperti rumah, mobil, saham dan lain-lain. Yang digunakan di sektor produksi, sehingga memberi peluang yang labih besar kepada orang tersebut untuk memperoleh lebih banyak uang.

Jadi semakin tinggi tingkat produksi, akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari public goods (uang) tersebut. Oleh karena itu, penimbunan (hoarding) dilarang karena menghalangi yang lain untuk menggunakan public goods tersebut. Jadi, jika dan hanya jika private goods di manfaatkan pada sektor produksi, maka kita akan memperoleh keuntungan.

C.KRITIKAN

1.Seringnya dalam penilaian  pemberian pembiayaan tidak sesuai dengan peringsip syari'ah yang dimana 6C + 1S yang dimana 6C+1S diantaranya :

*Character yaitu sifat atau  karakter nasabah  pengambil pinjaman.

*Capacity yaitu kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil.

*Capital yaitu besarnya modal yang diperlukan peminjam.

*Collateral yaitu  jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada bank.

*Condition yaitu keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.

*Constrains yaitu bagaimana sosial dan psikologis dari masyarakat berupa batasan dan  hambatan yang tidak memungkinkan jalannya suatu usaha.

*Syaria'ah yaitu sesuai degan hukum islam segala sesuatu yang di kelola.

2.Seringkali dalam kebijakan pembiayan tidak sesuai dengan bank syariah terutama di bank syari'ah yang ada di Indonesia.

Misalkan nasabah megajukan pembiayaan dan ada salah satu dari sarat-sarat pemberian pembiayaan tidak di penuhi tetepi di kasih dia pembiayan yang di ajukan.

3.bagaimana seharusnya bank syariah dalam menyelesaikan masalah hutang yang tidak sanggup dibayar oleh debitur ?  Seandainya debitur tidak mempunyai apa-apa,.

Bukannya ada hadits yang berisi jika kau memberikan utang (pinjaman) kepada orang lain, dan orang tersebut tidak mampu mengembalikan maka kita mempunyai kewajiban untuk membantunya dan balasan dari Allah adalah sebaik-baik balasan.

4.Walo namanya bank syari'ah tetapi sering kali kita liahat dalam peraktiknya tiak sesuai dengan bank syari,ah yang seharusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Mankiw,Gregrory.2006.Makro Ekonomi.Jakarta: PT Glora Aksara Pratama

Kasmir. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan lainya. Jakarta. PT RajaGrafindo persada

 Ascarya. (2008), Akad dan Produk Bank Syariah. PT RajaGrafindo Persada; Jakarta. http:/edratna.wordpress.com/2007/06/26/mengenal-produk-perbankan-syariah

Perwataatmadja, Karnaen A. (1992), Apa dan Bagaimana Bank Islam. DANA BHAKTI WAKAF;Yogyakarta

Rindawati Ema, Skripsi Analisis perbandingan kinerja keuangan Perbankan syariah dengan perbankan konvensional, Universitas Islam Yogyakarta, 2007 Syafi'i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,

 Gema Insani Press, Jakarta, 2001. Tamanni, Lugyan. 2004. Prospek perbankan syariah dalam pemulihan ekonomi. ISEFID Review, vol.3 No 3 1424 Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 13

Adiwarman A Karim. 2007. Ekonomi Makro Islam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta

http://blog.unnes.ac.id/mohkhoiruddin/2009/10/13/studi-pemikiran-al-ghazali-dan-ibnu-taimiyah/

Jaribah bin Ahmad al-haritsi. 2010. Fikih ekonomi Umar bin Khattab. KHALIFA. Jakarta.

A.RINKASAN  PAPER

"PARADIGM OF ISLAMIC MONEY AND BAIKING''

(Paradigma uang Islam dan Perbankan)

Masudul Alam Choudhury dan Md. Mostaque Hussain

Departemen Akuntansi, Sekolah Tinggi Perdagangan dan Ekonomi,

Universitas Sultan Qaboos, Muscat, Oman

Kata kunci Islam, Bank, Agama, Hukum, Keuangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun