Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pelajaran Berharga Dari Kemacetan Brebes

12 Juli 2016   04:02 Diperbarui: 12 Juli 2016   04:27 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah peristiwa yang selalu terjadi saat mudik setiap tahun sesungguhnya dapat menjadi sebuah pelajaran berharga, dibalik itu semua adalah cerminan karakter bangsa yang tak mampu disiplin mengatur diri. Ditambah lagi pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah memberlakukan cuti bersama, tak pelak lagi, mudik yang sudah menjadi tradisi ajang pamer keberhasilan mendorong pergerakan menuju kampung secara massal dalam waktu bersamaan.

Pemudik adalah representasi dari rakyat yang dalam kesehariannya ada yang menjadi pedagang,pengusaha, pegawai swasta,  aparatur pemerintahan, petani, copet, maling, petani, ustadz serta segala macam profesi lurus bengkok  yang menjadi satu dalam satu tujuan pamer keberhasilan yang menjadi daya tarik urbanisasi lebih banyak lagi. 

Inilah sebagai wujud nyata betapa masih terjadi kesenjangan sosial antara wilayah pedesaan dan perkotaan yang berlatar belakang faktor ekonomi, perkotaan menjadi sebuah gambaran kemakmuran sedangkan pedesaan adalah gambaran kemiskinan yang makin mengentalkan tradisi mudik.

Indonesia  merdeka menjelang 76 tahun, sedangkan perkembangan kota dan ekonomi jauh setelah kemerdekaan sehingga para pemukim perkotaan banyak terdiri dari generasi pertama atau kedua yang masih memiliki ikatan kuat dengan pemukim pedesaan yang umumnya berada pada zona ekonomi yang masih dibelakang. Artinya, kakek atau ayahnya masih bermukim dipedasan yang merupakan pengikat hubungan kekerabatan yang masih hidup.

Saya ambil contoh nyata apa yang saya jumpai, pembeli rumah dengan system KPR bank sebagian besar adalah mereka yang berasal dari pedesaan kemudian menempuh pendidikan dan bekerja di perkotaan. Menempuh pendidikan di kota, tentunya tidak hendak kembali kedesa menjadi petani yang umumnya tidak tersentuh modernisasi sehingga tidak membutuhkan ilmu hasil pendidikan di kota. Mreka menjadi generasi pertama pemukim perkotaan yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pemukim pedesaan.

Kakek berasal dari kalangan ningrat yang dianak emaskan oleh pemerintahan kolonial, sebagai  pegawai pemerintah kolonial tentunya bermukim di perkotaan bahkan sejak era kemerdekaan sudah bermukim di Jakarta. Yang saya ketahui adalah silsilah dan makam leluhur dan rumah tua kosong yang berada di Jawa, selebihnya tidak mengenal siapapun sehingga  tradisi mudik tidak pernah saya rasakan.

Tradisi sudah berubah, yang menjadi petinggi negara atau yang dituakan mengadakan open house, disitulah kami berkumpul, berbasa basi sejenak dan bubar mengikuti acara masing-masing. Tidak ada unjuk keberhasilan karena sudah tau sama tau disamping rasa kekerabatan sudah mencair, lu lu gua gua, orang jakarta berkata.

!5 tahun terakhir saya lebih banyak menetap di Kota Bandar Lampung, walaupun masih memiliki rumah diseputar Jakarta, saya lebih merasakan sebagai penduduk kota ini. Kota ini berpenduduk lebih kurang 1,2 juta jiwa, kalau ke Jakarta menggunakan kendaraan bisa ditempuh dalam hitungan jam atau naik pesawat sekitar 30 menit. 

Kadang2 saya geli menjawab pertanyaan, famili. Suatu saat saya mengantarkan famili yang sepuh sehabis mengikuti acara silaturahmi, ini mobil sewanya berapa sehari ? Mungkin dia duga mobil yang saya gunakan mobil mercy rental eksklusif. Lucu lagi pertanyaan, rumahnya suka kemasukan gajah ? Hah ... rupanya, anggapan diluar Jawa masih hutan dan masih akrab dengan kemiskinan namun dia tau seluk beluk negeri belanda dan fasih berbahasa belanda.

Kita tengok kebelakang, sekitar tahun 1930 an, di Jawa mengalami paceklik dan rawan pangan sebagai akibat dari culture stelsel yang diterapkan oleh pemerintahan kolonial. Melihat keadaan tersebut, Van Deventer, seorang anggota volstraad mengusulkan kepada ratu Wilhelmina untuk mengadakan pemindahan penduduk pulau jawa yang kemudian kita kenal dengan program transmigrasi yang dikoodinir oleh pemerintah. 

Dikalangan ningrat yang menjadi pegawai pemerintahan kolonial Belanda, mereka kaum transmigran dipandang sebagai kaum rakyat jelata yang akrab dengan kemiskinan. Pandangan itu agaknya masih melekat dikalangan sepuh hingga saat ini maka tak mengherankan muncul pertanyaan seperti itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun