Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengulang Pilkada DKI dalam Pilpres 2019

1 Juni 2018   21:36 Diperbarui: 1 Juni 2018   22:19 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keberangkatan Prabowo Subianto yang disertai beberapa tokoh politik menunaikan ibadah umroh dan akan bertemu dengan Habib Rizieq tak bisa disangkal untuk membangun komunikasi politik menjelang Pilpre 2019. Mochtar Ngabalin yang mewakili istanapun bereaksi atas keberangkatan tokoh politik kubu yang berseberangan ini yang menyebut untuk kepentingan politik praktis.

Habib Rixieq yang dikenal sebagai tokoh gerakan 212 yang berhasil menghentikan langkah politik Ahok ini terpaksa hidup dalam "pengasingan" setelah ditersangkakan oleh Polri dalam kasus pornografi. Dia dinilai memiliki massa yang besar sehingga berbagai tokoh politisi membangun komunikasi politik denganya termasuk dari PDIP.

Mentersangkakan Rizieq pada dasarnya hanya menjadi "duri" bagi pemerintahan Jokowi sebab pertemuan tokoh2 politik di Mekah itu memposisikan Rizieq memiliki peran dalam percaturan politik nasional. Penolakan Jokowi untuk melakukan intervensi hukum menghentikan apa yang disebut oleh PA 212 kriminalisasi ulama belum lama berselang mungkin saja ini yang dimanfaatkan oleh kubu seberang dengan menemui Habib Rizieq.

Seperti dikatakan oleh Mochtar Nagabalin seperti dikutip media : "Sebagai seorang muslim nanti tidak enak didengar oleh diketahui umat  Protestan, Hindu, dan lain-lain. Dijaga itu semangat kebinekaan itu  maksud saya gitu, nggak ada pengertian lain." Mudah dicerna maksud perkataan tersebut yaitu keberangkatan Prabowo akan menemui Habib Rizieq  bersamaan dengan ibadah umroh dinilai sebagai tindakan intoleran.

Apa yang dikatakan oleh Mochtar Ngabalin adalah kebebasan berpendapat, sah sah saja menggunakan argumentasi tidak enak dengan penganut ajaran lain untuk pembenaran ketidak setujuannya. Namun juga harus diingat, kebebasan memeluk agama dijamin oleh undang-undang sehingga penganut agama Islam tidak bisa terbelenggu oleh pendapat tersebut.  Alhasil, yang tampak kepermukaan bahwa semua pihak mempolitisir agama dengan argumentasi sesuai pandangan politiknya. 

Kalau semua kaduh dan dipenuhi oleh debat kusir, lalu siapa yang didengar? Pada akhirnya rakyat hanya berpegang asal harga harga kebutuhan pokok tidak mengalami kenaikan dan tidak mengalami kesulitan ekonomi maka akan menjadi tenang. Biarlah para politisi ini saling bertengkar.

Menengok pilkada DKI 2017 silam, terbukti gerakan umat Islam mampu menghentikan langkah politik Ahok yang semula sangat diunggulkan oleh lembaga Survey. Gerakan persaudaraan Islam yang dimotori oleh Habib Rizieq harus diakui memiliki kekuatan yang cukup besar dalam mempengaruhi hasil pilkada DKI yang dianggap sebagai pemanasan Pilpres 2019. Tak heran, Habib Rizieg dipandang memiliki pengaruh massa Islam, agama yang dianut oleh 85 % penduduk  negeri ini yang akan menyalurkan hak pilihnya.

Bukan tidak mungkin, manuver Amien Rais ingin mengulangi hasil Pilkada DKI dengan "sowan" kepada Habib Rizieq di tanah pengasingan, sebaliknya kubu yang berseberangan harus menghilangkan trauma gerakan 212 yang menghentikan langkah Ahok. 

Yang menjadi pertanyaan, apakah gerakan persaudaraan Islam tersebut masih tetap solid seperti sebelumnya? Kemungkinan sudah terpecah karena gerakan itu lebih disebabkan oleh ucapan Ahok.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun