Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Malaysia Banyak Hutang, Indonesia Bagaimana?

27 Mei 2018   02:09 Diperbarui: 27 Mei 2018   04:32 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan pendapatan per kapita berkisar US $ 11.000, jauh diatas pendapatan perkapita Indonesia yag berkisar US $ 3.400,  penduduk malaysia bisa disebut relatif lebih makmur dibandingkan penduduk Indonesia, wajarlah banyak penduduk Indonesia benyak mencari lapangan kerja di negara jiran ini.

Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad di awal pemerintahannya membuat  gebrakan yang jadi sorotan publik juga di Indonesia. Dia mengumumkan memangkas gaji  menteri di kabinetnya sebagai upaya mengurangi utang negara yang  mencapai 1 triliun ringgit atau setara Rp 3.500 triliun. Gebrakan Mahathir ini menuai simpati masayarakat Malaysia yang mencetuskan menggalang urunan untuk mengurangi hutang.

Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Februari 2018 mencapai 356,2 miliar dollar AS atau setara Rp. 5.056 triliun ( kurs Rp 14.166 per US $ 1 ) jauh lebih besar dari Malaysia namun nominal tidak tepat untuk bahan perbandingan. Dari sisi ratio hutang terhadap PDRB posisi hutang indonesia masih dikisaran 29,2 % bandingkan dengan Malaysia yang lebih dari 80 %. Bisa dibayangkan, 80 % pendapatan devisa negara hanya untuk membayar hutang.

Jika melihat rasio diatas, posisi Indonesia masih cukup aman namun permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini adalah terjadi defisit neraca perdagangan dan penguatan nilai tukar US $ yang akan memperlemah daya beli masyarakat.  Pembagian THR dan gaji ke 13 kepada pegawai pemerintah sebesar Rp 37 triliun lebih, memang dapat meningkatkan daya beli  untuk menggerakan sektor ritel. Namun, hal ini hanya bersifat semusim selama libur bersama sementara ketahanan nilai tukar masih sulit diprediksi.

Publik kita mudah tergiring, apalagi saat ini menjelang pilpres, pembagian THR dan gaji ke 13, antara argumentasi dari sisi ekonomi dan pencitraan menjadi komsumsi berita media. Kedua argumentasi yang mengemuka tersebut pada dasarnya dapat diterima karena keduanya memiliki dasar penilaian yang memang berbeda.

Namun, membandingkan dengan negara jiran bisa disebut "latah" sebab kedua negara ini berbeda karakteristiknya dan  jumlah penduduk Indonesia lebih dari sepuluh kali lipatnya. Indonesia terdiri dari daerah2 yang surplus dan minus, dalam pengelolaanya terjadi subsidi silang, penghasilan alam daerah yang surplus akan mensubsidi daerah yang minus sumber alamnya sehingga terjadi pemerataan.

Sebagian besar industri di dalam negeri masih mengandalkan tehnologi dan bahan baku dari luar, sedangkan hasil alam dieksport dan kembali ke Indonesia menjadi barang semi jadi atau barang jadi. Sehingga aded value dari kekayaan alam Indonesia lebih banyak dinikmati bangsa lain. 

Negara kita masih berbasis pada sektor agraris, namun faktanya kita masih import beras, ini hanya satu contoh bahwa kita masih berkutat bagaimana meningkatkan produksi agar tidak bergantung kepada negara lain. Dari import kebutuhan pokok pangan ini tentunya membutuhkan devisa sementara dalam menghadapi pelemahan nilai tukar salah satunya adalah meningkatkan pemasukan devisa.

 Persoalan yang dihadapi saat ini adalah penurunan nilai tukar rupiah yang akan membengkakan hutang luar negeri. Rupiah terus mengalami depresiasi, kurs dolar hari ini melemah pada level Rp 14.166 per dolar. Upaya meningkatkan eksport dalam situasi nilai tukar yang terus tertekan tidak seperti membalik tangan karena terjadi peningkatan biaya produksi sebagai pengaruh merosotnya nilai tukar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun