Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyimak Janji Mahathir, Bagaimana Janji Pemimpin Indonesia?

12 Mei 2018   19:09 Diperbarui: 12 Mei 2018   19:33 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politisi senior Malaysia, Mahathir Mohamad dari koalisi Pakatan Harapan, menyapa sejumlah pendukungnya setelah memberikan suaranya dalam pemilhan umum, di tempat pemungutan suara di Alor Setar, Malaysia, Rabu (9/5/2018). (Foto: JEWEL SAMAD)

Mahathir Mohamad, tokoh politik Malaysia yang berusia 92 tahun ini   mungkin menjadi pemimpin negara tertua di dunia setelah memenangi  pemilu Malaysia.  Negeri jiran ini relatif lebih makmur dari Indonesia ,  PDB perkapita negeri jiran ini tercatat  diatas US $ 11.000, bandingkan  dengan PDB Indonesia sebesar US $ 3.600. 

Namun, korupsi tak lantas hilang oleh kemakmuran, janji mengusut dugaan korupsi yang dilakukan  oleh Mantan PM Najib Razak setidak-tidaknya berpengaruh dalam kemenangan  oposisi yang digalang oleh Mahathir Mohamad. Dalam beberapa hari  setelah kembali berkuasa, Mahathir menepati janji kampanyenya, mencekal  mantan PM Nazib yang sudah bersiap berlibur ke Indonesia.

Tentu  saja, tidak dapat serta merta menjadikan janji Mahathir sebagai  contoh karena situasi Malaysia dan Indonesia jauh berbeda sebab maraknya  korupsi yang terjadi di Indonesia memang seperti sebuah peluang yang  tak perlu dipertentangkan. Betapa tidak, akal sehat akan menimbulkan  kebingungan ketika sampai level pilpres ada yang membahas logistik  menjadi hal yang lumrah.

Sebelumnya, seorang politisi partai  pemerintah menyinggung soal kesiapan logistik Prabowo karena  keterlambatan pembayaran listrik rumah wakil ketua DPR yang disebut  oposan. Dalam arti kata, kalau tidak siap logistik tidak usah maju  bersaing memperebutkan kedudukan nomor satu.  Sadar atau tidaknya, sudah  membudaya biaya politik tinggi bukan masalah karena ada peluang  penggantian.

Mungkin hanya terjadi di Indonesia, seorang ketua  parpol dan ketua lembaga tinggi negara harus meringkuk dalam penjara,  sebelumnya juga seorang ketua lembaga tinggi negara sebagai garda  konstitusi juga melakukan hal yang sama. Bukan hanya itu saja, ucapan  gantung di Monas kalau terbukti saya korupsi terlontar dari seorang  ketua partai pemerintah pada masa itu, ternyata dibuktikan bersalah oleh  pengadilan.

Kasus di Sumatera Utara,  Komisi Pemberantasan  Korupsi menetapkan 38 anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan  2014-2019 sebagai tersangka. Mereka diduga menerima suap berupa hadiah atau janji dari mantan  Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho, terkait fungsi dan  kewenangan mereka sebagai anggota dewan di periode tersebut.

Korupsi yang dilakukan oleh kader partai ini menunjukkan korupsi bukan hanya terjadi dikalangan birokrat namun dilakukan oleh para wakil rakyat pusat dan daerah yang notabene mereka adalah politikus. Prilaku  budaya uang seperti ini menjadikan kontestan yang maju dalam persaingan perebutan kekuasan bukan tidak mungkin menjadi sapi perah, dalam bahasa umum yang kita dengar adalah untuk keperluan kampanye.

Inilah sebuah kondisi bagai lingkaran setan, maju bersaing harus mengeluarkan biaya tinggi, setelah berkuasa terbangun sebuah permufakatan seperti terjadi di Sumatera Utara itu, sama2 mencari uang.

Budaya kita masih menjujung tinggi adat ketimuran, jangan bicara tanpa bukti, apalagi menerapkan pembuktian terbalik. Alhasil lingkaran setan praaktik korupsi sulit ditembus, maka diambil langkah OTT yang berhasil menjaring banyak petinggi negara dan wakil rakyat. Yang paling anyar adalah OTT KPK terhadap pejabat Depkeu, wakil rakyat dan pihak swasta semakin menunjukan rapihnya persengkonglan dalam praktik korupsi.

Teringat saya ketika naik bus kota di Jakarta, tertulis sebuah peringatan "Sesama Bus Kota Dilarang Saling Mendahului" sebagai analogi kondisi politik di negeri ini. Para kontestan itu adalah kader partai, yang melakukan tindakan korupsi juga kader partai bahkan ketaunya seperti pada kasus korupsi E KTP, mungkinkah seorang kontestan berjanji akan memberantas segala bentuk penyimpangan yang merugikan rakyat?

Inilah bedanya dengan Malaysia, di Indonesia ada KPK yang memiliki tugas memberantas korupsi, namun KPK cenderung dikerdilkan karena banyak wakil rakyat yang terbidik.  Mau tidak mau, yang dilakukan oleh KPK sesuai kewenanganya adalah tindakan yang populis sehingga sering mendapat tudingan tebang pilih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun