Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jodohku Entah Kemana (5)

14 Juni 2017   19:05 Diperbarui: 14 Juni 2017   21:55 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

 Jendol membalur tubuhku dengan balsem, aku pura2 masih pegal.

 "Aku ketukang urut aja mah ... " Taktik kuno mulai kujalankan dari pada Nadya datang kerumah, bisa heboh dunia.  Aku menuju rumah Nadya dengan tubuh bau balsem  buat alasan pijat dulu dan buat proteksi kalau Nadya nyosor bibirnya jontor.  Karena mungkin tubuhku berbau balsem yang menyengat, wajah Nadya berubah, mungkin dia kesal.

 "  pijat dulu, masuk angin ........ " Aku beralasan. Namun taktik mengelak seperti tidak mempan menghadapi pengaruh obat yang diminum Nadya. Nadya mengambil lap yang direndam dengan air panas, dia lap tubuhku yang bau balsem.  Kuminta Nadya meminjat tubuhku, aku pura pura tertidur, pura pura ngorok. Nadya menggoyang goyong tubuhku agar aku terbangun.

 Kukenakan lagi T Shirt, dingin kataku. Mungkin karena melihat aku seperti orang sakit, libido Nadya berangsur menurun, dia mulai tenang, tidak seperti tadi seperti sapi minta kawin.  Aku duduk disamping Nadya, dia menyandarkan kepalanya dibahuku. Karena tubuhnya yang hampir sama tingginya dengan aku, aku rasakan seperti pasangan LGBT.

 " Koq tertawa .... ? Nadya heran.

 " Enggak apa apa ... " Kataku.

 Nadya sudah tenang itu justru sebaliknya membuat mulai merasa on. Setan alas, jin iprit, kuntilanak jangan goda imanku ... nanti Jendol bawa golok menggorokku.  Kikuk kikuk kikuk, suara jam burung didinding menyadarkan lamunanku, aku pamit pulang. Nadya memeluk erat sekali, tenaganya seperti lelakii, sesak napasku dibuatnya.

 Dijalan kutelpon Burhan, dia masih belum tidur rupanya. Dia ngakak ngakak, akupun ngakak ngakak, gak kena, gak kena, penawarnya balsem !

 " Badanku kubaluri balsem, otak dia kepikiran balsem .... kampreeettt " Kataku menutup pembicaraan.

 Jendol masih menungguku, dia bertanya bau balsemnya mengapa hilang. Untung otakku cepat tanggap, dibalur minyak urut, aku ngibul.  Jendol, Jendol, kamu sebetulnya baik, cuma temperamental. Kalau Jendol itu lelaki mungkin kalau marah bawa parang.  Satu persoalan hari ini selesai dengan baik, dua wanita yang ada disekelinglingku bisa tenang karena aku pandai ngibul. Ngibul kadang2 harus kulakukan agar tidak terjadi perang dunia. Ngibul itu dosa, tapi boleh minta ampun, ucapan itu sering terlontar kalau Jendol tidak percaya ucapanku

 Nadya yang maen tenggak obat perangsang itu membuat aku geli, betapa tidak, yang terbayang olehku adalah sapi yang minta kawin setelah diberi obat perangsang oleh dokter hewan.  Senyum senyum sendiri aku mengingat peristiwa itu,  Tiba2 muncul ide jahil untuk menjebak para peminum soft drink untuk tamu diruanganku. Kubuka kulkas dekat meja kerjaku, kutuang obat perangsang yang kusimpan dilaci meja kerjaku kedalam botol soft drink yang sudah terbuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun