Mohon tunggu...
Maulida Husnia Z.
Maulida Husnia Z. Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Belajar menulis kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Keikutsertaan Orang Tua dalam Memperkenalkan Gender pada Anak

27 September 2018   09:18 Diperbarui: 27 September 2018   09:39 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama-tama, mari kita pahami dulu apa pengertian dari gender. Gender, dalam bahasa Indonesia berarti jenis kelamin. Dalam KBBI, kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang membedakan antara dua makhluk sebagai wanita dan pria.

Melihat dari pengertiannya, bisa dikatakan bahwa gender adalah sebuah karakteristik yang ada pada setiap manusia. Yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya hanyalah "kadar" dari setiap karakteristik itu sendiri. Entah itu cenderung ke karakteristik laki-laki, karakteristik perempuan, atau bahkan diantara keduanya. Kecenderungan yang tidak seimbang antara karakteristik perempuan dan laki-laki inilah yang mengakibatkan munculnya fenomena (maaf) banci dan tomboy.

Sejak anak lahir, orang tua sudah dipatenkan untuk memainkan peran utama dalam gender role. Oleh karenanya, bagaimana anak memandang perempuan dan laki-laki akan tergantung pada bagaimana orang tua menanamkan stereotip gender padanya.

Seiring bertambahnya usia (terutama pada usia 2 tahun keatas), gagasan anak mengenai perbedaan gender akan semakin jelas. Misal, anak sudah bisa membedakan bahwa ibu itu perempuan, dan ayah adalah laki-laki. Namun mereka hanya mengenali lewat tampilan luarnya saja, bukan pada hakikat gender yang sebenarnya.

Kebanyakan orang tua akan memberikan perlakuan yang signifikan antara anak perempuan dan anak laki-laki. Anak perempuan akan didorong untuk melakukan permainan  yang identik dengan gendernya, seperti bermain boneka dan bermain masak-masakan. Sebaliknya, anak laki-laki akan didorong pada permainan yang cenderung mengandalkan fisik seperti sepak bola, dan mobil-mobilan.

Dalam memperkenalkan gender, mayoritas orang tua cenderung mengikuti stereotip gender yang ada. Cara ini sah-sah saja karena dengan mengikuti stereotip gender, orang tua dapat memunculkan dampak yang baik. Misalnya seperti memberikan rasa aman, meneruskan tradisi yang ada, dan memfasilitasi pengambilan keputusan. Namun disamping itu, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan orang tua dalam mengikuti stereotip gender, yaitu :

Kesenjangan gender

Membahas kesenjangan gender, nampaknya seperti melempar diri ke masa beratus-ratus tahun silam. Dimana masih terdapat perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan yang sangat mencolok. Seperti pada bangsa Arab masa jahiliyah yang menganggap anak perempuan sebagai pembawa sial bagi keluarganya. Maka ketika lahir anak perempuan, mereka tidak akan segan-segan untuk menguburnya hidup-hidup. Sungguh ketidak-adilan bagi kaum perempuan bukan?

Satu lagi contoh yang sangat familiar disekitar kita adalah paradigma bahwa perempuan hanya berperan di dalam mengurus rumah tangga dan anak. Tentu itu pemikiran kuno yang lambat laun semakin terkikis zaman. Kini, perempuan sudah tidak lagi berbeda dengan laki-laki. Perempuan sudah bisa menggunakan haknya dengan layak semenjak emansipasi wanita yang dicetuskan oleh R.A Kartini pada masa kemerdekaan RI silam.

Membatasi bakat dan minat anak

"Anak cewek kok ikut bela diri?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun