Mohon tunggu...
Vinci Aisyah
Vinci Aisyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pecinta Tulis

Saya senang menulis tentang hal-hal yang menarik perhatian saya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menggali Keterampilan Hidup Anak Melalui Lomba

29 Maret 2017   03:22 Diperbarui: 29 Maret 2017   12:00 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Vinci S. Aisyah

Rabu, 29 Maret 2017

Menggali kompetensi si buah hati sejak dini adalah  tugas semua orang tua. Menggali kompetensi ini dapat maksimal dilakukan dengan pertama-tama menghabiskan waktu lebih banyak bersama anak-anak mereka. Mengajak mereka bermain bersama dan melakukan pengamatan seksama sehingga minat dan bakat buah hati dapat dikenali .Setelah dikenali, bakat tersebut dikembangkan dengan mengikutsertakan anak dalam berbagai perlombaan. Perlombaan yang diselenggarakan untuk anak-anak usia dini tidak dipungkiri berangkat dari pehamahan dan harapan bahwa semua manusia diciptakan dengan bakat masing-masing.

Meraih medali, piala, apalagi hadiah uang, jelas bukantujuan dari mengikutsertakan anak dalam berbagai ajang lomba. Perlombaan antaranak diciptakan untuk tujuan yang lebih mendasar, yaitu membantu perkembangan psikologis anak. Dengan mengikuti lomba, si buah hati bisa lebih percaya diri untuk maju, mempunyai mentalitas kuat dalam menghadapi persaingan dan memudahkannya bergaul (berinteraksi) dengan orang lain. Ketiga alasan ini yang mendasari maraknya berbagai perlombaan anak saat ini.

Menjadi juara bukan hanya impian orang tua saja, tetapi juga cita-cita yang diimplementasikan kepada anak. Untuk menjadi juara dalam sebuah lomba, anak-anak memerlukan rasa percaya diri yang tinggi yang diperoleh dari dukungan kuat orang tuanya. Ketika anak diberi dukungan untuk memenangi lomba dan meraih prestasi, rasa percaya diri akan timbul di hati mereka. Kepercayaan diri ini akan membuatnya terus melangkah ke depan menghadapi tantangan  dan tidak takut akan kekalahan karena mereka tahu orang tuanya selalu berada dipihaknya.

Selain rasa percaya diri, mungkin sekali ada kekecewaan ketika si buah hati kalah. Peran orang tua dalam menanggapi rasa kekecewaan anak adalah dengan menghiburnya, antara lain dengan mengatakan bahwa masih ada kesempatan pada lomba selanjutnya. Hal ini membangun mentalitasnya untuk menghadapi persaingan. Anak akan merasa bahwa mereka tidak sendiri dalam memperjuangkan sebuah kemenangan, bahwa ada orang lain juga yang menargetkan kemenangan yang sama. Hal itu akan membuatnya menghargai usaha pesaingnya dan akan membuatnya tertantang untuk melakukan hal yang lebih baik lagi daripada pesaingnya.

Ketika si buah hati sudah mempelajari suatu hal dari pesaing dan memenangkan lomba berikutnya, pasti ada juga anak lain yang meras aseperti dirinya ketika kalah. Di masa ini, orang tua harus bisa mendampingi sibuah hati untuk mau ‘berjabat tangan’ kepada semua peserta yang telah berusaha sebaik mungkin dalam perlombaan yang ada. Berjabat tangan ini bukan hanya berarti orang tua menyuruh anak salim kepada semua orang yang berada dalam perlombaan tersebut, tetapi juga mengobrol dan bergaul dengan orang lain disekitarnya. Si buah hati bisa diajarkan untuk memotivasi peserta lain yang tidak meraih juara satu atau berterima kasih kepada om-tante penyelenggara lomba. Dengan begitu anak akan mempunyai banyak teman disekelilingnya. Mereka tidak hanya berhasil meraih prestasi di bidang yang digelutinya tetapi juga berhasil meraih teman-teman yang bisa mendampinginya ketika beranjak dewasa.

Keberanian untuk maju lebih dulu, mempunyai mentalitas yang kuat saat berhadapan dengan pesaing dan kemampuan bergaul dengan orang lain adalah modal soft skill yang bisa dengan mudah didapat anak ketika menjalani lomba. Sayang, perlombaan antaranak hanya dianggap mendatangkan keburukan ketika ditampilkan di dunia pertelivisian. Misalnya, di program MasterChef Junior terlihat bahwa anak-anak tersebut bersaing antara satu sama lain sehingga melontarkan ucapan yang kurang enak terhadap lawan dalam sebuah interview rahasia. Tetapi di balik itu mereka juga membuat beberapa teman yang juga mengikuti acara tersebut. Mereka  juga dengan produsen acara itu, sehingga para peserta lama bisa tampil di acara lain seperti Afaf dan Zidan Master Chef Junior yang tampil di Chef’s Table milik Net TV. Dengan stigma tersebut, orang tua dan anak-anak yang menyerap sisi negatifnya cenderung menjauhkan diri dari perlombaan, sehingga anak-anak merasa jenuh. Kejenuhan ini yang dihasilkan dari ketiadaan suatu hal yang harus dicapai. Padahal jika diatasi dengan baik,sebuah kompetisi akan mendatangkan nilai soft skill yang telah dipaparkan sehingga kompetisi tidak akan dianggap sebagai sesuatu yang menghancurkan mentalitas anak, melainkan membangunnya.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun