Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Adakah yang "Kutu Loncat" seperti Saya?

26 November 2019   09:04 Diperbarui: 26 November 2019   21:23 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerjaan. Sumber: Pixabay.com

Beberapa waktu lalu saya sempat sharing pada media sosial tentang bagaimana susahnya meng-handle CMS buatan developer tersebut; mulai dari memasukkan video, excerpt (penggalan kata saat sharing di medsos) hingga tak bisa mengetikkan kata kunci (label) secara fleksibel dan pas sesuai isi artikel tadi; misalnya seperti Kompasiana, Wordpress, Blogger dan lainnya. 

Jadi ada menu label terpisah pada dashboard-nya, lalu baru kita ketikkan banyak kata kunci yang ingin kita masukkan. Yang ada pada laman posting artikelnya adalah pilihan label (dengan sistem centang keyword yang telah dibuat) dari banyaknya kata kunci yang diketikkan pada menu CMS tersebut.

Repotnya, bila ada 300 artikel dengan topik berbeda maka akan dibutuhkan minimal 300 kata kunci. Padahal ada artikel yang membutuhkan 3-5 kata kunci berbeda. Apa tidak akan memakan waktu mencermati dan mencentangi satu-satu ketimbang mengetikkan yang paling sesuai?

Sekali waktu, developer-nya mengomel ke saya dengan kalimat yang mirip ini (saya lupa kalimat pasnya): "mas, selama ini CMS saya dipake orang tak ada masalah kenapa sekarang sepeti bermasalah banget?"

Saya tidak bilang sesuatu saat itu; dan fitur itu tadi malah permintaan bos. Saya cuma menyampaikan. Mengapa si bos tidak bilang langsung pada si developer juga tidak jelas secara alasan. Tapi seandainya saya pemilik usahanya, saya tidak akan menggunakan jasanya lagi!

Ok. Jadi singkatnya, saya kurang dapat menulis seputar teknis mesin untuk bahan artikel website bengkelnya. Dan karena blog/websitenya banyak (20+), maka saya pun agak jarang mem-posting ke dalam masing-masing websitenya.

Itu saja saya harus gabung ke situs otomotif. Jangan bayangkan semuanya akan mudah saat saya gabung kesana. Banyak pertanyaan saya yg tak terjawab karena saya tak banyak nimbrung di grup tersebut. Mungkin mereka 'merasa dimanfaatkan' dan berpikir jika 'cuma dekat kalau ada butuhnya saja'.

Lalu perusahaan membuka percabangan usaha lagi di tempat yang sama. Yakni desain interior. Mengingat lagi saat awal kerja di sana, saya ditanyai si bos: "kamu bisa desain interior?"

Saya menggeleng. Si bos pikir saya bisa mendesain interior karena punya background desain grafis. Padahal beda jauh ketika desain interior harus bisa software 3D dan penguasaan bahan (serta hitungan harganya).

Si bos lalu menugasi saya membuat artikel seputar dunia desain interior. Saya yang soal perbengkelan dan mesin saja keteteran apalagi ditambah dengan bidang yang tidak saya kuasai?

Saya mencoba negosiasi dengan boss apalagi desainer interior tersebut banyak menganggurnya (kira-kira 80% jam kerja untuk menonton video dari youtube, dan itu pun window-nya dikecilkan dan dipojokkan supaya tidak terlihat dari CCTV di belakang—bahkan pernah mengakses video porno juga pas jam kerja); tapi istri boss malah menuduh saya iri dan dengki. Sialan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun