Saya juga malah tekor karena buku dipinjam siswa tidak balik. Dua buah. Belum lagi siswa sering membatalkan saat saya dalam perjalanan. Pulang-pergi butuh biaya man! Sementara gaji tak pernah utuh sekali pemberian.
Pemberian gaji kedua lebih lama tenggangnya dari bulan ke bulan. Seorang guru kursus wanita, berhijab yang mengajar bidang lain mengingatkan saya: "kamu itu cowok, masa bertahan di pekerjaan 'kecil' begini. Apalagi gaji dicicil pula..."
Pekerjaan K.
Saya mencoba melamar di sebuah lembaga pendidikan yang bekerjasama memasok guru komputer di Sekolah Menengah swasta di Surabaya.
Setelah beberapa bulan pengajaran, akhirnya saya terpaksa dikeluarkan disebabkan bukan lulusan S1 dan perkuliahan saya yang tidak sempat lulus. Dari sini saya melihat kurikulum pelajaran komputer siswa SMP Negeri di depan rumah malah lebih bagus dengan materi yang tidak membingungkan.
Saya pikir saya bekerja di sana karena pernah pengalaman mengajar, tapi ternyata tidak. Entah apa yang membuat saya dipanggil. Dari sini pun saya melihat ada kekurangan pasokan guru komputer, selain keanehan di dunia pengajaran: lulusan psikologi pun bisa menjadi guru komputer.
Pekerjaan L.
Mungkin hanya 2 bulanan saya berada di perusahaan pembuat undangan mewah ini. Benar desain undangannya mewah, tapi secara gaji dan kerumitan jauh dari pekerjaan sebelumnya.
Saya tidak merasa cocok dengan tim marketing-nya dan setelah menimbang-nimbang, saya melompat ke pekerjaan L.
Pekerjaan M.
Lumayan sih. Si bos nampaknya mengapresiasi kerja saya. Saya dapat makan, juga tak banyak orang disana. Praktis, satu tempat kerja cuma ada saya, dan seorang programmer bentukan si bos karena dia teman gerejanya.Â
'Bentukan' ini karena awalnya si dia nggak bisa memprogram. Si bos cerita jika awalnya si programmer ini diberi tugas desain, ternyata nggak bakat. Jadi disuruh belajar coding. Lumayan bisa katanya. Tapi masih perlu dipoles karena masih membuat cukup banyak bug.
Eh programmer ini terlibat perang dingin dengan si bos (saya menduga begitu). Dia cabut dengan alasan menjaga anaknya, jadi memilih kerja di rumah supaya bisa menjaga anaknya. Tetapi si programmer diketahui menjalin kerjasama dengan saudaranya dan membuat proyek sendiri.
Akhirnya bos menemukan penggantinya: programmer yang rajin sholat dan sembahyang, tapi selalu datang telat dengan alasan macam-macam dengan hasil kerja yang berbeda dengan keinginan si bos.