Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Melihat Pameran Kain Tradisional di Museum Mpu Tantular

17 Juni 2014   21:48 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:21 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


1402985794342926868
1402985794342926868
Kain Dalamak yang menggunakan kaca...

14029918132092122806
14029918132092122806
Keterangan tentang kegunaan Kain Dalamak

1402985877365481262
1402985877365481262

Kain Batik untuk menutup mayat dari Bukittinggi

1402986514455341960
1402986514455341960

Pesan dan Kesan Bupati Sidoarjo

1402986634212252533
1402986634212252533

Pesan dari Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia

Ada koleksi lain yang menggunakan bahan yang tidak umum diterapkan pada kain, seperti kaca yang disulam dan dijahit dalam selembar kain DALAMAK koleksi Museum Adityawarman Sumatera Barat ini. Disekeliling cermin kaca itu diberi sulaman benang emas dengan motif kelopak bunga atau motif bunga. Yang lainnya, ada yang berfungsi untuk menutup mayat pada acara kematian seperti Kain Batik dari koleksi museum yang sama. Kain yang berasal dari Gadut, Bukit tinggi ini mempunyai kaligrafi yang bertuliskan "Allahu Akbar", MK, salam serta rangkiang. Tidak mengerti saya apa arti 'MK' dan 'rangkiang' ini. Selain beberapa yang telah tersebut, beratus koleksi kain menghiasi Pameran ini dari 34 museum —yang tentunya akan memakan waktu saya yang hingga saat menulis laporan ini masih dikejar deadline (sengaja rehat ketika mengalami kebuntuan selain untuk menginformasikan, maklum kurang 3 hari lagi sampai penutupan). Jadi sebagian besar memang terabaikan oleh pengamatan saya. Yang jelas, semuanya terlihat jelas melalui Pameran Kain Tradisional ini bahwa tingkat kesenian dan peradaban berbagai suku di Indonesia ini terbilang sangat tinggi meski semuanya dikerjakan manual. Sayang bila nantinya kebudayaan yang bernilai sangat tinggi dan njelimet tersebut ternyata diklaim oleh negeri tetangga yang dungu itu.

Dari kesemuanya ini yang sangat disayangkan adalah ulah guru yang membuang sampah tidak pada tempatnya, seperti di tepi taman/jalan dan lain-lain. Padahal tak jauh darinya ada tempat sampah yang lumayan besar. Ini memberi contoh yang tidak baik. Kita sering baca, "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari." Dan seakan melempar tanggungjawab kepada petugas kebersihan. Memang petugas tersebut dibayar, tapi kalau sedikit membantu pekerjaan petugas kebersihan tersebut, bukankah manfaatnya kembali pula padanya, kan?

14029861727047465
14029861727047465
1402986364865895565
1402986364865895565
140298643175523158
140298643175523158
14029867821905442149
14029867821905442149
1402988195893756028
1402988195893756028
14029883701809980452
14029883701809980452
1402988990524981690
1402988990524981690
Foto-foto lain

14029862601668112930
14029862601668112930
Stand jualan di pelataran

ps. Mohon maaf bila ada kesalahan typo dll... ini dibuat cepet2an: pokoke informatif, taiye. Seluruh foto dalam artikel ini adalah hasil jepretan ponsel pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun