Mohon tunggu...
Kemas Ahmad Adnan ZA
Kemas Ahmad Adnan ZA Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Mahasiswa yang sedang belajar mengamati dan menuangkan pikiran lewat tulisan, semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dampak dan Ancaman Media Sosial dalam Film "The Social Dilemma"

15 Juli 2021   17:10 Diperbarui: 15 Juli 2021   17:16 2656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pinterest.com (medium.com/Gamze-Aluc)

Namun sayangnya, visi yang dipercaya dan diterapkan oleh para pengembang ternyata menyimpan konsekuensi berbahaya yang pada akhirnya saat ini menimbulkan 'masalah' dalam kehidupan sehari-hari penggunanya. Masalah yang timbul seperti misalnya adanya kecanduan media sosial, disinformasi, keluhan, polarisasi, berita palsu (hoax), peretasan data pribadi ataupun kelompok dll. Menurut Tristan, seorang mantan desainer ahli etika google dan salah satu tokoh inti dalam film, masalah ini dapat terjadi karena kebutuhan industri untuk menarik pengguna internet sebanyak-banyaknya mengakses platform mereka.

Tristan Harris ketika mengisi acara TEDxBrussels 2014. Sumber: Google Image (youtube.com)
Tristan Harris ketika mengisi acara TEDxBrussels 2014. Sumber: Google Image (youtube.com)

Ketika pemikiran yang dibawa oleh industri adalah kebutuhan membangun engagement, maka industri dan setiap elemen di dalamnya akan terpacu untuk menciptakan aplikasi dan fitur yang menarik dan mendorong pengguna untuk mengaksesnya (bahasa Tristan "mengkliknya") terus menerus. 

Poin ini menurut Tristan menjadi dasar dari masalah berkelanjutan yang disebabkan oleh media sosial dan platform lainnya secara umum. Karena itu Tristan sendiri mengusulkan konsep moral atau etik di dalam pengembangan media sosial dan fitur-fiturnya agar lebih bernilai bagi kehidupan sosial manusia seperti misalnya mengurangi sisi adiktif media sosial.

Sisi adiktif dalam media sosial bagi Tristan sangat berbahaya. Dalam penjelasan yang saya simpulkan, Tristan beranggapan kemudahan yang ditawarkan media sosial dalam berkomunikasi ataupun mencari informasi, mendorong kita bergantung dan mempercayai media sosial. Ketergantungan ini timbul selain karena 2 hal tersebut, juga karena media sosial memanfaatkan kerentanan kita.

Ketika kita merasa rentan, kita manusia cenderung akan mencari sumber kekuatan yang digunakan untuk menutupi atau mengurangi kerentanan tersebut. Ketika sumber kekuatan sudah kita temukan, maka kita akan cenderung mempercayai dan mengikuti saran dan bentuknya sehingga kita dapat segera merasakan keamanan dan mengalami kestabilan. Lantas, seberapa penting kepercayaan dalam kehidupan manusia?

Kepercayaan dalam kehidupan manusia itu penting. Kisah-kisah di dalam sastra, sejarah dan agama mengajarkan dan menunjukkan kepada kita, kepercayaan adalah nilai yang penting untuk ditentukan dan dimiliki oleh manusia. 

Nilai kepercayaan yang sudah kita miliki dan tercipta dari banyak ukuran (tergantung latar belakang orangnya) berfungsi untuk membantu kita menentukan pilihan dan respon terhadap suatu informasi yang diberikan oleh lingkungan.

Melalui dasar-dasar ini, media sosial akhirnya dikembangkan untuk menciptakan fitur-fitur tertentu yang dapat menjadi 'alat' untuk kita gunakan mengatasi kerentanan kita, misalnya ketidaktahuan atau kerentanan basis informasi menjadi alasan ketergantungan seseorang kepada bantuan dan hasil dari mesin pencari informasi otomatis. 

Karena kepercayaan kita terhadap media sosial dan kemampuannya mengatasi kerentanan, kita akhirnya merasa baik-baik saja ketika media sosial misalnya meminta data tertentu dari kita ataupun merekomendasikan isu, teman atau suatu komunitas ke halaman akun untuk kita ikuti dan perhatikan.

Dalam salah satu scene bersama Roger McNamee, salah satu investor awal Facebook, berpendapat bahwa model bisnis media sosial saat ini telah berubah. Dalam pengamatannya, model bisnis media sosial yang awalnya sekedar menjual perangkat lunak atau keras berubah menjadi model bisnis yang memperdagangkan penggunanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun