Mohon tunggu...
Kemas Ahmad Adnan
Kemas Ahmad Adnan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Ilmu Komunikasi

Sekarang sedang belajar dan mencoba menulis berita, cerita, opini dsb

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sosial dan Kampanye, Serasikah?

13 Mei 2021   22:06 Diperbarui: 13 Mei 2021   22:07 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah satu tahun berlalu semenjak kebijakan PSBB dan lockdown direalisasikan oleh banyak negara di dunia. Masyarakat di dalam negara-negara terdampak pandemi mulai menjalankan kebiasaan baru yang sering disebut 'New Normal'. New Normal adalah istilah kebiasaan hidup keseharian yang bergantung pada sistem online dan protokol kesehatan seperti menggunakan masker atau jaga jarak 1 meter. Selain 2 kebiasaan tersebut, masyarakat juga mulai menumbuhkan dan ketergantungannya pada interaksi secara online, salah satunya diwakili oleh penggunaan gadget dan media sosia macam Line, Whatsapp, Instagram, Facebook, Twitter ataupun Snapchat.

Media sosial dewasa ini hadir tidak hanya digunakan untuk berinteraksi semata, tapi juga dimanfaatkan dalam banyak hal contohnya untuk saluran berbisnis dan marketing. Dengan basis audiens yang 'sangat banyak', media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Twitter menjelma menjadi sarana publik untuk berbagi maupun meraih informasi tentang kehidupan sosial di sekitarnya. Sebagai sarana publik, media sosial menawarkan kemudahan bagi para pengaksesnya untuk mempertimbangkan, menentukan, menerima ataupun berbagi berbagai macam jenis informasi kepada publik. Karena penawaran tersebut, muncul berbagai pihak yang memanfaatkan media sosial sebagai saluran membagikan pesan terkait isu dalam kampanye kepada publik.

Publik dapat didefinisikan sebagai kehadiran sekelompok individu dalam suatu tempat untuk tujuan tertentu. Publik menurut KBBI didefinisikan sebagai orang banyak; semua orang yang datang menonton[1]. Dalam dimensi sosiologi, publik didefinisikan sebagai sekumpulan individu yang masing-masing memiliki kepentingan dalam hubungan manusia[2]. Publik adalah term yang digunakan dalam berbagai dimensi dan memiliki banyak makna namun dalam konteks kampanye, publik mewakili sekelompok individu yang berkumpul dan berinteraksi sebagai sasaran.dan juga media aktivasi gerakan sosial.

 Kampanye dapat didefinisikan sebagai salah satu dari gerakan sosial yang bertujuan untuk mengajak dan menginformasikan suatu isu kepada publik. Kampanye dalam KBBI didefinisikan sebagai gerakan (tindakan) serentak (untuk melawan, mengadakan aksi, dan sebagainnya); dan kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara[3]. Dalam definisi menurut sebuah sumber tertulis, kampanye adalah kegiatan penyampaian informasi yang terencana, bertahap dan terkadang memuncak pada suatu saat yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan opini seseorang ataupun massa. Sedangkan dalam definisi menurut Wikipedia, kampanye dimaknai sebagai kegiatan atau tindakan usaha yang bertujuan untuk mendapat capaian seperti dukungan, dapat pula digerakkan oleh seseorang atau sekelompok orang secara terorganisir guna mempengaruhi pengambilan keputusan atau opini publik[4].

 Dewasa ini, publik telah memahami bahwa mereka memiliki hak untuk menentukan skala prioritas bagaimana energinya dapat dan akan disalurkan dalam merespon atau memberi perhatian sebuah informasi. Karena itu, kampanye sebagai sumber informasi dapat dianggap baik ketika kampanye mampu memanfaatkan secara maksimal saluran komunikasi dan informasi publik untuk meningkatkan kemungkinan isu terangkat dan terlihat. Ketika isu dalam kampanye telah terangkat dan terlihat, maka publik akan segera menyediakan waktu serta energi untuk memberikan perhatian terhadap isu tersebut. Untuk itu memahami dinamika publik, menentukan pesan kunci dan menyalurkan informasi pada situasi kondisi tepat (tepat dalam arti ditunggu ataupun diciptakan) akan menjadi langkah taktis dan strategis meraih perhatian dan kesaradan audiens.

 Publik yang telah menerima dan menyediakan waktu serta energinya untuk merespon, memperhatikan, dan memikirkan informasi yang kita berikan dapat digolongkan sebagai audiens. Untuk mencapai tahap penerimaan ini, menyamakan dan mencari relasi antara isu yang dibawa dengan latar belakang publik melalui teknik segmentasi menjadi salah satu langkah strategis. Nyatanya, publik yang terbagi dengan beragam latar belakang dan ketertarikan ini menjadi kesulitan tersendiri ketika tujuan dalam kampanye adalah "mempengaruhi opini dan sikap publik". Namun dengan menggunakan teknik analisis segmentasi publik, maka akurasi pesan dalam kampanye tersampaikan kepada audiens akan meningkat.

 Untuk itu, teknik ini menjadi efektif dan relevan ketika digunakan dalam saluran komunikasi macam media sosial. Dengan jumlah pengguna media sosial di Indonesia 'saja' yang mencapai 170 juta orang[5], keberagaman latar belakang dan ketertarikan menjadi penghubung bagi kampanye agar pesan didalamnya dapat dipahami dan direspon oleh audiens sesuai keinginan. Media sosial yang dinamis dan fleksibel menjadi medan yang relatif sulit namun menggairahkan karena sekali isu kampanye mampu menyentuh 'opinion leader', maka bisa dipastikan isu tersebut akan terangkat dan menarik audiens. Oleh karena itu, perencanaan kampanye yang matang, terukur dan sesuai dengan situasi kondisi masyarakat akan membantu suksesnya visi dan tujuan kampanye melalui media sosial.

 Positifnya dari mengkonsep dan eksekusi kampanye melalui media sosial adalah pertama banyaknya jumlah audiens potensial untuk kampanye. Kedua kemudahan akses dan banyaknya fitur dapat dimanfaatkan untuk kepentingan mencari perhatian dan respon publik. Sedangkan untuk sisi negatifnya pertama terdapat kemungkinan isu dalam pesan yang dibawa oleh kampanye tidak relevan dan relate dengan latar belakang publik. Kedua konsep kampanye yang sudah disusun nyatanya tidak mendapat respon yang diinginkan karena fitur yang kita gunakan pada media sosial tidak trendy dan membantu audiens kita eksis (To Become) pada lingkungannya.

 Dalam pengalamanku terkait melihat ataupun ikut andil dalam kegiatan kampanye di media sosial, diperlukan banyak langkah atau roadmap yang disusun untuk tetap terhubung dengan dinamika media sosial yang cepat. Roadmap atau langkah ini akan membantu dalam penyusunan program kampanye yang sesuai. Kita ambil contoh semisal aku sedang mengampanyekan pola hidup sehat. Agar pesanku dapat tercapai dan direspon oleh 'audiensku', maka aku akan mengonsep setidaknya 2-3 roadmap yang berisi poin penting seperti buat video, poster, infografik atau buat story interaktif dengan polling dsb untuk dipenuhi sebelum mencapai garis finisnya yaitu perhatian dan respon audiens kepada pesan dalam kampanye.

 Output dari kampanye pada lingkungan biasanya ada 2, diterima atau tidak diterima. Ketika kampanye diterima, maka isu akan berkembang biak atau dimunculkan kembali melalui banyak akun secara terus menerus seperti contoh kampanye kepedulian bencana alam atau lifestyle. Sedangkan ketika kampanye tidak diterima, proses persebaran pesan akan menjadi lambat karena jarang ada akun yang bersedia menyebarkan pesan (kecuali dipaksa atau dilobi). Untuk itu, seperti argumenku sebelumnya, diperlukan keahlian bagi penyelenggara kampanye untuk riset publik dan mencari relasi dan relevansi dengan isu terkini dan latar belakang setiap orang agar pesan dalam kampanye dapat diterima dan akhirnya worth it untuk dibagikan.

 Untuk itu kesimpulan dari pemikiranku terkait relasi media sosial dan kampanye yaitu bahwasanya kampanye yang secara fundamentalnya digunakan untuk mengkomunikasikan isu sosial ataupun komersial bisa, bahkan efektif ketika menggunakan media sosial sebagai saluran komunikasinya. Selain karena jumlah audiens yang banyak dan beragam, media sosial juga memiliki akses yang relatif mudah dan rerata waktu yang dihabiskan pengguna internet Indonesia untuk media sosial sendiri cukup banyak (1-3 jam sehari!). Oleh karena itu, mempelajari dinamika media sosial dan publiknya di Indonesia akan menjadi informasi yang sesuai dan worth it bagi penyelenggara kampanye.  Alasanya karena dengan memahami dinamika media sosial, penyelenggara kampanye dapat mempelajari dan menyusun banyak rencana kreatif agar dapat meraih dampak yang maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun