Mohon tunggu...
Kemal Akbar Suryoadji
Kemal Akbar Suryoadji Mohon Tunggu... -

Mahasiswa "School tot Opleiding van Inlandsche Artsen" 2017

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korupsi, Omong Kosong (yang Selalu) Beregenerasi

12 Januari 2019   20:36 Diperbarui: 27 Januari 2019   07:06 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar Ilustrasi regerasi:thevintagenews.com/ )

Kita mulai dengan mengulas kembali arti dari etik dan moral yang telah biasa dipelajari. Etik berarti suatu perbuatan dalam lingkungan sosial yang disepakati oleh kelompok masyarakat. 

Selanjutnya moral adalah penentuan yang menandakan apakah suatu perbuatan dianggap baik atau buruk. Tindakan korupsi memang secara umum sudah diketahui bahwa keberadaannya di negara kita sangatlah sering ditemukan. 

Secara keseluruhan tidak perlu dipungkiri bahwa keberadaan korupsi sangatlah buruk. Namun, yang ingin saya tekankan bukanlah buruknya korupsi karena  diambilnya hak milik orang lain melainkan semakin buruknya sifat karakteristik yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok pelaku korupsi ini. Ketika mulai mengamati, yang terlintas di pikiran saya adalah pertanyaan, "Kenapa korupsi dapat terjadi begitu besar di Indonesia?"

Menurut berbagai sumber yang dipaparkan berbagai pengamat sosial maupun budaya, penyebab keberadaan ini adalah budaya yang ditinggal oleh bangsa penjajah dahulu. Sebagaimana asal-muasal kedatangan penjajah adalah salah-satunya oleh suatu perusahaan bernama VOC dan juga berakhir dengan bubarnya perusahaan tersebut yang disebabkan oleh korupsi.  

Kita dapat mengatakan dengan tindak korupsi rakyat menjadi susah dan lain sebagainya, namun banyak harta milik pelakunya justru semakin banyak. Dalam kejadian ini dapat menimbulkan persepsi buruk yang menciptakan siklus niat tidak baik untuk tujuan politik. Sebagai contoh, kita sedang menjadi rakyat melihat betapa penguasa kita dapat meningkatkan derajat ekonominya karena korupsi. 

Lalu kita bersorak kepada sesama rakyat yang lainnya bahwa korupsi merugikan kita bersama dan berusaha menjatuhan pejabat tersebut, tetapi di lain sisi saat itu kita masih muda dan idealis sebagai istilah yang menyajikan bentuk keluguan dalam berkewajiban menjadi rakyat yang sebenarnya. 

Dalam sifat idealis tersebut kita belum dituntut untuk membayar pajak, membayar listrik, membayar air, dan belum ada tugas untuk menjaga keberlangsungan keluarga. Lalu berikutnya era pemerintahan berganti dan salah seorang rakyat tadi mendapatkan kesempatan untuk menduduki kursi pejabat. 

Selanjutnya hal ironi terjadi yakni justru dahulu kita ketahui dia yang memprotes tindakan korupsi sekaligus ia melihat betapa memuaskannya hal yang dapat diperoleh atas tindak korupsi tersebut. Sehingga dapat saya simpulkan tindakan korupsi yang merugikan bagi siapapun ini sudah menjadi siklus yang berulang-ulang meregenerasi di Indonesia ini.

(KAS)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun