Mohon tunggu...
kelvin ramadhan
kelvin ramadhan Mohon Tunggu... Freelancer - Sleepy man

Kaum burjois jogja | Bertekad minimal sekali sebulan menulis di sini | Low-battery human| Email : Kelvinramadhan1712@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengukur Seberapa Dalam "Underground Economy" di Indonesia

30 Juni 2019   20:02 Diperbarui: 30 Juni 2019   20:58 2768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nizar dan Purnomo (2011) mengestimasikan bahwa aktivitas underground economy di Indonesia untuk tahun 2000-2009 bernilai sebesar kisaran Rp 65,9 triliun hingga Rp 272,5 triliun. Jika diambil rata-ratanya maka nilainya akan mencapai sekitar 6% dari PDB nominal. Sementara itu, untuk potensi pajak yang hilang akibat adanya underground economy rata-rata bernilai hampir sebesar Rp 21 triliun per tahunnya[5].

Ekonom barat, Schneider, mengemukakan estimasi yang berbeda dalam laporannya kepada World Bank bahwa underground economy Indonesia selama tahun 2003 hingga 2013 bernilai rata-rata sebesar 19% dari PDB nominal Indonesia[6]. Jika rata-rata itu tidak berubah hingga saat ini maka, dengan PDB nominal sebesar Rp 14.837 triliun pada tahun 2018, underground economy Indonesia akan berjumlah sebesar Rp 2.819 triliun. Angka itu cukup tinggi dan mampu membuat ekonomi kita di tahun 2018 tumbuh hingga sebesar 6% (pertumbuhan riil sebesar 5,17%).

Bahkan, ekonom Chatib Basri yang juga mantan menteri keuangan ini memperkirakan bahwa underground economy Indonesia pasca krisis 1998 bernilai sekitar 40% dari PDB nominal, yang berasal dari kegiatan ekonomi yang tidak membayar pajak, perilaku koruptif, serta usaha di sektor informal yang luput dari indikator penilaian PDB[7].

Penelitian terbaru datang Sri Juli Asdiyanti (2016) menyimpulkan bahwa rata-rata selama 2001-2013 kegiatan underground economy di Indonesia adalah sebesar 8,3% dari PDB nominal dan potensi pajak yang hilang akibat hal tersebut mencapai rata-rata sekitar Rp 11 triliun per tahun atau sepersen dari total rata-rata PDB selama periode tersebut.

Berdasarkan data-data di atas, sebenarnya potensi underground economy di Indonesia luar biasa besar. Perlu penanganan yang lebih baik lagi dalam mengelola potensi ini sehingga kegiatan-kegiatan di dalam underground economy dapat menjadi kegiatan yang tercatat ke dalam perhitungan PDB.

Kebijakan-kebijakan dalam mengurangi Underground economy
Berdasarkan literatur-literatur yang ada, terdapat berbagai macam rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pengambil kebijakan, rekomendasi kebijakan yaitu sebagai berikut :

  1. Mereduksi hal-hal yang dapat menghambat pelaku ekonomi masuk (barriers to entry) ke sektor formal melalui penurunan biaya, kecepatan, dan ketepatan waktu serta kemudahan prosedur. Di Indonesia, rasio untuk mendapatkan lisensi bisnis resmi dari pemerintah adalah sebesar 20,3%, yang artinya untuk masuk ke sektor formal butuh biaya sebesar 20,3% dari pendapatan tahunan para pelaku ekonomi[8]. Penerapan e-government di banyak negara Eropa Barat dapat menjadi contoh bagus dimana dengan sistem pelayanan publik yang terintegrasi dengan baik, masyarakat dapat dengan mudah melaporkan kekayaannya dan juga dengan demikian mudah bagi pemerintah untuk mengetahui besaran pajak tiap penduduknya. Untuk saat ini, indeks e-government dari Indonesia masih sebesar 0,45 dan berada di peringkat 116 dari 193 negara[9].

  2. Melakukan reformasi perpajakan. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan cara penyederhanaan peraturan perpajakan, meningkatkan jumlah wajib pajak melalui pendataan wajib pajak perorangan, serta mengurangi beban pajak. Contohnya adalah Program Tax Amnesty yang dilandasi oleh keluarnya UU No 11 Tahun 2016. Program tersebut adalah bentuk fasilitas yang diberikan pemerintah kepada pelaku ekonomi yang belum mendeklarasikan harta atau kekayaannya agar diberi pengampunan berupa potongan pajak yang sangat besar, diharapkan dengan begitu mereka memilih untuk melaporkan kekayaannya kepada negara tanpa takut dikenakan hukuman.

  1. Meningkatkan pengawasan di pintu masuk barang-barang ekspor-impor (Bea cukai) serta meningkatkan patroli di seluruh perairan Indonesia untuk mencegah adanya pencurian ikan.

  2. Meningkatkan intensitas penggunaan e-money (OVO cash, e-toll, Linkaja, Gopay, Dana, dll) dan menambah persediaan ATM di pelosok-pelosok negeri. Dengan semakin meningkatnya inklusi keuangan masyarakat, maka semakin banyak masyarakat Indonesia yang memiliki akses ke produk dan jasa keuangan dan semakin sedikit yang memegang uang kartal(tunai) sehingga salah satu faktor pendorong munculnya underground economy dapat ditekan.

Kepustakaan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun