Mohon tunggu...
keluarga musyawir
keluarga musyawir Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan Honorer

Mengabadikan perjalanan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Awal Perjalan Keluarga

29 November 2022   19:54 Diperbarui: 30 November 2022   13:48 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumya, banyak keluarga meragukan. Namun, ketika dia singgah ke rumah Cek Man (adik bungsu Ayah) lalu Makcek Nila memberikan testimoni tentang Awir ini, serta merta banyak yang mendukung positif. Begitu Awir menginjakkan kaki di Aceh Barar Daya, tanggal pernikahan ditentukan, Undangan dicetak. Untungnya punya adik yang jago desain, Juanda mendesain undangan lalu Cek Man, dengan kekuatan kenalannya, mengirimkan soft file dan langsung jadi. Esoknya, Mamak dan Ayah segera sibuk menyebarkan undangan.

"Katanya Nita mau nikah, tapi kok macam tidak ada persiapan ya" Komen tetangga

Begitu Awir sampai, semuanya sibuk. Aku tidak kalah sibuk, mencarikan make up artis, fotografer, mengundang teman-teman, mengurus izin dipekerjaan dan qadarullah ternyata berkas CPNS lulus dan ikut tes di Banda Aceh pada tanggal 11 Oktober, empat hari sebelum menikah.

Begitu Awir datang, aku terusir dari rumah sebab katanya tabu bila calon pengantin tinggal serumah, takut terjadi hal yang tidak inginkan. Kalau kata awir "Kita ini seperti kucing rumahan yang sudah pasti diberi makan pada waktunya tapi masih mencuri ikan dari tudung saji karena tidak sabar dengan waktunya." Blas! semua Allah mengampuni mata penuh cinta yang belum halal saat menatap sebelum akad.

Begitu berangkat untuk tes CPNS, dan tidak lulus. Dua hari sebelum akad nikah aku baru pulang ke Aceh Barat Daya. Entahlah, temanku bilang aku terlalu santai dengan segala hal. Waktu itu perasaanku sesungguhnya adalah aku tidak ingin pulang, tidak ingin menikah, mau lari saja. Aku juga tidak paham kenapa perasaan semacam itu bisa ada dalam fikiranku. Yang paling mengoda adalah seseorang yang aku suka mengirimi aku teks bahwa ia juga menyukaiku, ah terlambat. Bagi seorang wanita, kepastian adalah nomor satu, tegas terhadap itu. Bagi aku, sekali berkomitmen dengan seorang pria maka tidak ada kesempatan untuk yang lain. Tapi, entah kenapa menjelang akad nikah rasanya aku rapuh sekali. Belum lagi komentar orang-orang tentang "menikah dengan orang jauh".

Awir menguatkan aku, memberi nasehat namun tidak memaksa untuk melanjutkan pernikahan atau membatalkannya. 

Orang bilang, cinta bisa ditumbuhkan setelah menikah. Aku berniat membuktikan hal itu. Katanya, setidaknya kita punya kriteria untuk orang yang kita nikahi minimal memenuhi 3 dari 5 kriteria itu, maka jangan ragu untuk melanjutkan. Sebetulnya, Awir masuk hampir 80% dari kriteria yang kubuat. Singkat cerita, aku pulang dan kami bersiap untuk menunggu waktu pernikahan. Sehari sebelum akad, kami melaksanakan Khatam Quran Online, yang doanya langsung dipimpin oleh Umi. Khatam Quran ini merupakan salah satu adat di Gorontalo bagi muslim sebelum akad nikah, biasanya dibacakan setengah Juz atau satu Juz lalu diiringi dengan shalawat, calon pengantin menyemprotkan minyak wangi kepada tamu yang ikut dalam acara akad nikah tersebut. 

Hari H, 15 Oktober 2021

Aku dan Awir terpisah rumah, begitu aku kembali dari Banda Aceh, Awir diungsikan ke rumah Mami. Pukul lima setelah shalat subuh, aku berangkat ke rumah Marza, untuk make up. Oh ya, pada akhirnya aku make up pada temen MTsNku dulu, Fotografer Bang Jufri, kakak angkatan yang sejak pertemuan pertama waktu aku masih kelas dua belas SMA, kukira amat menyenangkan bila berteman dengannya. Kembali ke cerita, make up selesai pukul 7 kurang dan aku diantar pulang oleh Marza ke rumah. 

img-20211015-wa0011-6386fcb43f3c1a24a67c0e52.jpg
img-20211015-wa0011-6386fcb43f3c1a24a67c0e52.jpg
Awir dan rombongan sudah berangkat, jadwal nikah memang jam 10.00 wib namun kata petugas KUA, siapapun yang datang lebih dulu akan dinikahkan. Kami akan menikah di KUA Susoh, yang lagi-lagi ketika itu dipermudahkan tanpa ada rintangan yang berarti. Aku dan rombongan belum berangkat karena ada acara pesunting sebelum berangkat dan menunggu pak geucik serta tertua adat di kampung. Duh, bencana apalagi ini. Belum lagi, bulu mata palsu membuatku ingin menangis sepanjang waktu.

Akhirnya, Pak Keucik datang dan kami berangkat begitu juga dengan rombongan. Bahkan rombongan dari kampung juga ikut datang. Syukurnya, akad nikah berjalan lancar dan ayah yang gugup bukan awir, aneh sekali. Pada akhirnya, kami harus buru-buru keluar dari KUA karena ada antrian nikah beberapa pasangan dan hari itu jumat. Setelah sah, foto sana sini. Ngobrol dengan teman yang datang, tanpa sadar keluarga sudah pulang semua. Mobil yang membawa kami juga sudah pulang bahkan dalam keadaan kosong. Satu mobil yang tersisa ternyata juga penuh, dan katanya ada lagi mobil di belakang. Jadilah kami menunggu, ternyata juga penuh. Semua rombongan sudah pulang dan kami tertinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun