Mohon tunggu...
Jordi Arfito
Jordi Arfito Mohon Tunggu... Desainer - mahasiswa

M. Fadil Yumna Syaza Kani Putri Atikah Dwi Fadhillah Dyah Sari Ningrum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Konsumsi dalam Islam

3 Desember 2019   01:27 Diperbarui: 3 Desember 2019   01:27 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Apa itu Konsumsi? Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konsumsi adalah Pemakaian barang hasil produksi, dimana hasil-hasil Produksi tersebut merupakan barang yang langsung memenuhi suatu kebutuhan hidup. Sedangkan dalam ilmu ekonomi, Konsumsi adalah setiap perilaku seseorang untuk menggunakan dan memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Konsumsi merupakan salah satu pokok ekonomi selain Produksi dan Distribusi yang secara ekonomi menggambarkan tindakan mengurangi atau menghabiskan guna ekonomi suatu barang atau jasa.

Konsumsi dalam Islam mencakup makna pemanfaatan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, materi dan immaterial, bahkan pemenuhan kebutuhan emosional dan spiritual demi mencapai kebutuhan pencapaian keridhaan Allah Swt. Oleh karena itu tujuan konsumsi dalam Islam memiliki peranan penting dalam membina kesejahteraan dan keteraturan yang ada dalam sebuah sistem kemasyarakatan, baik secara pribadi maupun sosial untuk mencapai kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." Q.s Al-Qaa: 77

Perbedaan tujuan konsumsi modern dan Islam terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi moderen

Jadi tujuan konsumsi dalam Islam adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan baik yang bersifat jasmani maupun ruhani dalam rangka memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah Swt, mendapatkan ridha Allah serta memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pelaku konsumsi akan berusaha sekuat tenaga memperoleh kepuasan tingkat tertinggi yang diinginkannya, apa saja dalam jumlah berapa saja sepanjang anggarannya mencukupi dan dia memperoleh kepuasan maksimum, sedangkan Konsumsi dalam Islam semata-mata tidak menekankan pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang bersifat material saja tetapi juga penekanan terhadap pemenuhan konsumsi yang bersifat spiritual. Pemenuhan spiritual ini merupakan pemenuhan kepuasan tertinggi.

Terkadang kebutuhan konsumsi juga menjadi alasan berbuat dosa, seperti mencuri, membunuh, korupsi, dan sebagainya. Selain itu manusia juga terkadang terlalu kikir hingga terlalu berlebihan dalam mengumpulkannya, walaupun cara memperolehnya itu benar akan tetapi segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik didalam syaria Islam.

Bukan hanya dalam perolehannya, manusia juga sering berlebih-lebihan dalam penggunaan dan pemanfaatkan barang dan jasa untuk konsumsinya. Allah SWT berfirman:

"dan orang orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." Q.s. Al-Furqan:67.

Sedangkan dalam pengkonsumsiannya sendiri, kesalahan yang dilakukan ialah dalam pemilihan komoditas yang ia konsumsi. Contoh yang salah seperti narkoba, minuman keras, judi, dan sebagainya.

Dalam analisis ekonomi, bagaimana sifat memilih komoditas untuk memenuhi konsumsinya itu sangat dipengaruhi oleh kecerdasan yang dimiliki orang tersebut dalam memahami konsep Preferensi (reference function) dan konsep Nilai Guna (Utility Function).

Kesalahan-kesalahan yang disebutkan itu merupakan akibat dari kurangnya kecerdasan mengenai bagaimana Konsumsi sebaiknya dilaksanakan dan diperoleh. Islam memiliki banyak aturan yang mengatur agar segala permasalahan tersebut tidak terjadi.

Komoditas dan jasa yang dikonsumsi seorang muslim harus sesuai syariah yang mana harus termasuk kategori tayibah (baik lagi bermanfaat) adalah segala komoditas yang bersifat hasan (baik secara shar'i), bersih dan suci.

Teori konsumsi islami yang dibangun berdasarkan syariah islam memiliki perbedaan yang mendasar dengan teori konvensional, baik fondasi teorinya, motif dan tujuan konsumsinya, hingga teknik pemilihan dan alokasi anggaran konsumsi sangatlah berbeda.

Landasan konsumsi dalam Islam berasaskan Tauhid yang membimbing kepada keyakinan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat, prinsip ini mengarahkan seseorang untuk mengutamakan konsumsi untuk akhirat daripada dunia. Mengutamakan konsumsi untuk ibadah daripada konsumsi duniawi.

Semua yang ada di dunia ini adalah Milik Allah sebagai Pemilik mutlak. Namun apa yang dimiliki Allah menjadi anugerah-anugerah yang menjadi milik semua manusia. Dengan demikian semua anugerah tersebut boleh dikelola dan dikonsumsi manusia menurut keinginan manusia tersebut. Namun, hal ini tidak melegitimasi bahwa apa yang dikonsumsi tersebut dibenarkan untuk tujuan apapun dan dengan cara apapun, tanpa memperhatikan aturan dan tuntunan Allah Swt. Dengan kata lain bahwa anugerah-anugerah tersebut harus dikonsumsi dengan pilihan dan cara-cara yang baik.

Perbuatan untuk memanfaatkan atau mengkonsumsi anugerah yang telah diberikan Allah tersebut dengan cara yang baik dan sesuai dengan tuntunan Allah dianggap sebagai kebaikan. Yang demikian dianggap sebagai bentuk ketaatan semua manusia kepada-Nya.

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." Q.s. Al-Baqarah: 168

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun