"Saya terjebak, Dr. Lisa. Setiap hari saya merasa asing dengan suami saya, tapi saya takut untuk menghadapinya. Seperti ada yang menahan saya untuk keluar dari hubungan ini." Keluh Umi.
"Apa yang menurutmu menahanmu, Umi?" tanya Lisa sambil menatap mata kliennya.
Umi terdiam sejenak, sembari menghela nafas, ia kemudian berujar: “Kami sudah terlalu lama bersama, terlalu banyak yang dipertaruhkan. Tapi, saya tahu, di dalam hati saya, saya tidak bahagia. Saya merasa sedang menipu diri sendiri."
Dialog Umi, wanita 32 tahun dengan psikiaternya, Dr. Analisa, menggambarkan kecemasan yang lama dipendam. Di balik senyum dan sikap tenangnya, ia terperangkap dalam hubungan yang tak bahagia. Meskipun sudah bertahun-tahun bersama, setiap kali mencoba untuk menghadapi kenyataan, ketakutan dan kecemasan selalu menghalangi.
Seperti kebanyakan orang, Umi merasa dirinya terjebak dalam rutinitas, berpura-pura bahwa ia tidak memiliki pilihan selain bertahan. Meskipun sebenarnya kebebasan untuk memilih berada di tangannya.
Dr. Lisa kemudian menanggapi keluhan kliennya dengan memperkenalkan sebuah konsep bernama “bad faith”. Konsep yang diperkenalkan filsuf Jean Paul Sartre, yang menjelaskan bagaimana banyak orang menipu diri sendiri untuk menghindari kebebasan dan tanggung jawab.
Apa itu Bad Faith?
Teori bad faith (mauvaise foi) Sartre terutama dibahas dalam bukunya "Being and Nothingness", yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1943. Buku ini merupakan karya utama Sartre dalam bidang eksistensialisme dan fenomenologi.
Dalam "Being and Nothingness," Sartre menjelaskan konsep ‘bad faith’ sebagai cara individu menghindari kebebasan dan tanggung jawabnya dengan menipu dirinya sendiri. Ini terjadi ketika seseorang bertindak seolah-olah mereka tidak memiliki kebebasan untuk membuat pilihan atau mengubah situasi mereka.
Sartre berargumen bahwa dalam bad faith, orang berusaha menghindari ketidaknyamanan yang datang dengan kebebasan penuh, dan memilih untuk hidup dalam penyangkalan, berpura-pura bahwa mereka terikat oleh keadaan atau peran yang tidak dapat mereka ubah.
Bad faith bagi Sartre adalah upaya untuk mengabaikan atau menangguhkan kebebasan individu dalam rangka mencari kenyamanan atau menghindari tanggung jawab. Sebagai contoh, seseorang yang terjebak dalam hubungan yang tidak bahagia mungkin berkata pada dirinya sendiri, "Ini takdir saya," atau "Saya harus bertahan untuk keluarga," padahal mereka sebenarnya memiliki kebebasan untuk memilih dan mengubah keadaan tersebut.