Pernahkah kalian merasa hidup ini sekedar rutinitas? Setiap pagi bangun dengan kebiasaan yang hampir selalu sama. Mengecek notifikasi di ponsel, scrolling media sosial, melihat tren terbaru, dan membaca pesan yang belum sempat dibalas semalam.
Semua aktivitas monoton itu terkadang menggelisahkan: apakah aku benar-benar hidup sesuai diriku sendiri, atau hanya mengikuti pola yang diciptakan oleh lingkungan dan teknologi?
Kegelisahan ini ternyata pernah dipertanyakan sekian dasawarsa lalu oleh Martin Heidegger. Filsuf Jerman itu mengajukan pertanyaan filosofis: Apa itu keberadaan? Dan lebih penting lagi, bagaimana seharusnya kita hidup?
Siapa Martin Heidegger?
Sebelum mengurai lebih lanjut mengenai jawaban pertanyaan filosofisnya, mari sejenak berkenalan dengan sosok filsuf Jerman ini. Namanya Martin Heidegger (1889–1976), beliau lahir di Jerman, 26 September 1889. Heidegger dikenal sebagai pemikir besar dalam bidang eksistensialisme dan fenomenologi. Karyanya yang paling terkenal, "Being and Time" (1927), membahas bagaimana manusia memahami keberadaannya di dunia. Ia memperkenalkan konsep Dasein, istilah yang menggambarkan manusia sebagai makhluk yang sadar akan eksistensinya.
Salah satu ciri khas Martin Heidegger adalah gaya hidupnya yang sederhana dan kontemplatif. Ia dikenal sebagai filsuf yang sangat merenungkan makna keberadaan (Sein) dengan cara yang berbeda dari kebanyakan akademisi pada masanya. Berbeda dengan akademisi lain yang sering mengenakan jas dan dasi, Heidegger lebih suka berpakaian santai dengan jaket wol tebal dan sepatu bot khas pedesaan.
Ia memiliki sebuah pondok kecil di Todtnauberg, sebuah desa di Pegunungan Schwarzwald (Black Forest), Jerman. Pondok ini menjadi tempat favoritnya untuk menulis dan merenung. Di sinilah ia menyelesaikan karya utamanya, "Being and Time". Gubuk ini mencerminkan ketertarikannya pada kehidupan yang lebih dekat dengan alam dan mencintai kesunyian.
Teori Heidegger
Setelah mengenal sosok Heidegger, mari kita menjelajahi alam pemikirannya. Ia menciptakan istilah-istilah baru dalam filsafat, seperti “Dasein”, “Das Man”, “Gestell”, dan “Ereignis”, yang sering kali sulit dipahami tetapi sangat berpengaruh dalam pemikiran modern.
Konsep Dasein sendiri berarti "keberadaan" atau "ada di dunia". Menurutnya, manusia adalah satu-satunya makhluk yang menyadari keberadaannya dan mempertanyakan makna hidupnya. Namun, kebanyakan manusia tidak hidup secara otentik karena mereka larut dalam rutinitas dan tekanan sosial, yang disebutnya Das Man (Mereka, orang-orang).
Menurut Heidegger ada dua cara manusia menjalani hidup, yaitu “Hidup Tidak Otentik” (Das Man) atau hidup hanya mengikuti norma sosial dan ekspektasi orang lain tanpa refleksi diri. Kemudian ada “Hidup Otentik”(Dasein), yaitu menyadari bahwa kehidupan memiliki batas (kesadaran akan kematian), lalu mengambil keputusan sendiri dengan penuh kesadaran.