Mohon tunggu...
Kelas Penulis
Kelas Penulis Mohon Tunggu... -

sekumpulan penulis amatir yang sedang belajar (demi hidup yang lebih baik) Situs blog: https://kelaspenulis.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mesin Tik, Kakek, dan Ken

17 Oktober 2016   23:48 Diperbarui: 19 Oktober 2016   02:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berhenti. Mengetik lagi.

Begitu seterusnya seperti yang Ken ingat ketika ia masih bocah. Ken suka mencuri-curi pandang, ingin tahu apa gerangan yang dilakukan kakek dengan mesin ketik itu.

Karena pada mulanya, Ken berpikir, ini semua tentang mesin ketik. Mesin ketik dan melodi jari kakek menari.

Sampai suatu hari, Ken yang sudah remaja, membongkar hadiah ulang tahun dari kakeknya. Isinya? Mesin ketik baru! Dan lebih modern dari milik kakeknya!

“Wow! Keren banget!” seru Ken, waktu itu. “Terima kasih, Eyang!”

Sayangnya, Ken belum bisa mengetik. Di muka mesin tik, ia membabi-buta, meniru kecepatan si kakek mengetik. Meniru-niru si kakek agar bisa menciptakan irama dan melodi yang sama.

Tik, cetak, cetik, cetak. Cetik. Cetak. Tik. Cetak! Tik. Tak! Ting!

Satu hal saja yang dia ketik di sana. Satu hal dua frase: namanya sendiri.

Ken Dharma. Ken Dharma. Ken Dharma. Ken Dharma. Ken Dharma. Ken Dharma. Sampai penuh kertas putih itu dengan tiga huruf – enam huruf: Ken Dharma.

Tapi, lama-lama Ken makin mahir mengetik. Saat kuliah Jurusan Filsafat di STF Driyarkara sekaligus Studi Sastra Inggris di Universitas Indonesia, mesin ketik pemberian kakeknya itulah yang selalu setia menemani Ken. Melodi dan iramanya tercetak di tugas-tugas kuliah.

Dan Ken masih selalu ingat, jari-jari kakeknya sangat indah menari-nari di tombol-tombol mesin tik itu. Mulanya, Ken mengira ini tentang mesin ketik. Ken mengira, memori ini tentang kecepatan mengetik kakeknya. Mulanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun