Mohon tunggu...
Ghea Utari Mahar
Ghea Utari Mahar Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari tujan hidup

Slow but sure, i will find myself

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Belajar dari Main Hati (Main Heart)

2 Desember 2015   23:58 Diperbarui: 3 Desember 2015   00:45 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pernah main hati? Main Heart? Itu, game yang ada di hampir setiap komputer anda. Permainan kartu.

Awalnya, saya pikir permainan itu seperti permainan cangkul, di mana semakin banyak kartu yang kamu dapat, semakin menang kamu. Ternyata bukan, ya? Hehe.

Kalau di komputer, permainan ini dilakukan oleh empat orang. Dua keriting keluar duluan. Sama seperti permainan cangkul, kalau kamu mengeluarkan kartu yang paling tinggi, maka kartu-kartu lawan akan jadi milik kamu. Di permainan itu, kalau kamu mendapat 1 kartu heart atau hati, kamu akan mendapat skor 1. Kalau kamu mendapat semua kartu-kartu heart, berarti kamu mendapat skor 13 (karena jumlah kartu dalam satu jenis ada 13). Sementara itu, ada satu kartu yang memiliki sekor 13, yakni Queen sekop. Jangan senang dulu kalau kamu punya banyak skor. Semakin banyak skor kamu, ternyata, semakin kalah kamu.

Kalau kamu punya 13 kartu heart, tenang. Kalau kamu bisa mendapatkan Queen skop, seharusnya kan skor kamu jadi 26 (13 skor untuk 13 kartu heart + 13 skor kartu 1 Queen skop). Nah, kalau kamu mendapat skor 26, skor kamu akan di berikan ke tiga lawan kamu. Jadi, kamu mendapat skor 0, dan 3 teman kamu mendapat skor 26 masing-masingnya.

Permainan akan berakhir ketika ada salah satu pemain yang mendapat nilai 100. Pemenangnya adalah pemain yang mendapat skor terkecil. Mungkin butuh 7 sampai 14 ronde sampai akhirnya salah satu pemain mendapat nilai 100.

Sama seperti permainan kartu yang lain, dua hal yang membuat kamu dapat menang ada dua: perhitungan probabilita, dan keberuntungan. Sama juga seperti permainan kartu yang lain, atau permainan yang lain selain kartu, permainan ini cukup membuat saya ketagihan. Awalnya, waktu nggak bisa, saya berambisi untuk menang, walau hanya sekali. Begitu sudah menemukan logikanya, akhirnya berambisi mendapat skor 30. Begitu skor 30 sudah tercapai, saya berambisi mendapat skor 20. Kemudian, 15. Sampai suatu hari, secara kebetulan, saya mendapat skor 1.

Ternyata, ambisi saya tidak berhenti sampai situ. Saya berambisi mendapat skor 0. Skor sempurna. Ternyata, susah.

Mungkin mudah menghitung probabilita letak sebuah kartu di masing-masing orang dengan melihat kartu yang kita miliki. Namun, kemampuan mengingat kartu apa saja yang sudah keluar pun ternyata diperlukan, tidak hanya perhitungan. Yang lebih sulit lagi, kita nggak bisa menebak isi kepala tiga orang yang lain, kartu apa yang hendak mereka keluarkan terlebih dahulu. Kalaupun kita tahu, akan sulit bagi kita mengambil keputusan ketika kepepet.

Kepepet itu adalah waktu di mana kita sudah bisa menghitung, kalau kita nggak berkorban, lawan kita bisa mendapat nilai sempurna yang membuat dia mendapat skor 0 dan kita mendapat skor 26. Kadang kala, kita menunggu agar orang lain yang berkorban, agar ada dua orang yang mendapat skor, sehingga skor 26 tidak tercapai tanpa kita harus berkorban. Kita aman. Sayangnya, ketika kita melihat gelagat tidak ada yang mau berkorban, hati pun jadi goyah, mau berkorban, tapi nanti kita jadi memperoleh skor. Padahal, ambisinya adalah tidak memperoleh skor.

Manusia memang tidak pernah puas. Awalnya hanya ingin coba. Kemudian muncul ambisi mendapat yang lebih baik, lebih baik, dan tiba-tiba ingin menjadi sempurna. Padahal, dia lupa, ada hal lain juga yang perlu diingat untuk menjadi sempurna selain kemampuan otak, yakni keberuntungan. Keberuntungan itu datangnya dari sesuatu yang invisible. Orang beriman meyakini kalau keberuntungan itu ada kaitannya dengan campur tangan Tuhan. Jika kita sudah meyakini adanya Tuhan, berarti kita meyakini pula bahwa kesempurnaan adalah milik Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun