Akhirnya, jalan sepanjang 15 km itu berhasil kami tempuh menggunakan mobil pribadi selama 4 jam. Sampai di rumah Latri, asisten rumah tangga kami, saya pun tercengang karena kondisi rumahnya pun masih dari anyaman bambu. Untuk memasak, ibu mencari kayu di hutan di belakang rumah. Iya, masaknya masih pakai tungku, bukan kompor. Untuk mandi pun, ya, di luar rumah. Airnya segar karena langsung diambil dari sungai di bawah rumah mereka. Namun, ternyata, daerah itu sedang dilanda kekeringan. Latri masih punya air karena rumahnya dekat dengan sungai.
Ketika pulang, kami tidak lagi melewati jalanan jelek itu. Sudah malam. Lagi pula ada Latri yang membuat kita tidak tersasar lagi. Kebetulan, ceritanya teman laki-laki saya yang menemani saya dan ibu saya menjemput Latri ini adalah anak teknik sipil. Inginlah saya bertanya kepada dia, "Emang kenapa sih kok jalanannya bisa jelek begitu?"
Belum juga teman saya menjawab, Latri dengan polosnya menyaut,
"Ya, soalnya belum dibenerin, Mbak Ghea"
 Tul ugaaa. Pintel amat ciihh kamoooh. Hehehe.
---
Foto-foto di atas diambil tanggal 25 Juli 2015. Semoga setelah pilkada, jalanannya jadi bagus dan ga ada lagi masalah kekeringan yak. Aamiin.
---
Sudah 1 tahun lebih nggak nulis di sini. Setelah 2 bulan resign dari pekerjaan kantoran, akhirnyaaaa punya banyak waktu luang untuk mengasah panca indera lagi. Hehehe