Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Korupsi Dana Bansos, Berkah atau Buntung Bagi Jokowi?

8 Desember 2020   13:26 Diperbarui: 8 Desember 2020   13:27 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah kasus korupsi yang melibatkan Menteri Perikanan dan Kelautan RI, Edhy Prabowo, kali ini jagat dunia maya kembali dihebohkan dengan ditangkapnya menteri Sosial Juliari Batubara. Dirinya ditangkap KPK atas dugaan menerima uang suap dalam pengadaan dana bansos Covid 19 sebesar Rp 17 Miliar. Angka yang cukup fantastis bukan? Bayangkan saja jika uang tersebut kita melakukan hitung-hitungan maka sudah berapa jiwa rakyat Indonesia yang dibantu di masa pandemic semacam ini. nah namanya manusia, ketidakpuasaan tentu selalu menghantui.ada saja alasan untuk memperoleh yang lebih besar dari yang sudah ada. Rakus? Sudah pasti wong ini kan uang bukan kertas atau pulpen. Emang bisa makan kertas sama pulpen. Cuma tidak habis pikir kenapa seorang Juliari Batubara bisa melakukan hal semacam itu? Bukannya dia sebelumnya sudah melarang keras adanya praktik semacam itu bahkan dirinya masih sempat-sempatnya memberikan tips agar terhindar dari Korupsi. Tipsnya pun bagi saya boleh dibilang ok karena dimulai dengan pendekatan humanis dan dimulai dari diri sendiri. Eh bukannya menerapkan malah kini Juliari malah terjebak didalamnya. Pengen ketawa tapi takut dosa.

Juliari adalah satu dari sekian banyak menteri yang terjerat kasus korupsi di Indonesia. Dari catatan yang diperoleh setidaknya sudah ada 8 Menteri di masa Presiden SBY dan Jokowi yang terjerat kasus semacam ini. Mereka adalah Siti Fadilah, Andi Mallarangeng, Jero Wacik, Suryadharma Ali, Idrus Marham, Imam Nahrawi, Edhy Prabowo dan Juliari Batubara sendiri. Pertanyaannya, apakah kasus semacam ini selesai di Juliari? Saya sih tidak? Kenapa? Ada banyak factor yang membuat praktik korupsi terus menggurita bahkan menyasar hingga ke daerah-daerah. Salah satunya adalah hokum Indonesia yang terkesan lembek terhadap para koruptor. KPK yang diawal jadi mesin pemerintah memberantas korupsi terus dilemahkan dengan berbagai cara. Penyadapan yang dulu jadi trend di KPK ditiadakan. Peran mereka seolah dikebiri walaupun di satu sisi kasus Juliari membuktikan bahwa anggapan itu belum tentu benar. Tapi masyarakat sudah kudu kecewa sejak awal, sejak ada upaya pelemahan KPK. Bagi mereka KPK adalah dewa untuk memastikan Indonesia bersih dari Korupsi. Malah banyak dari masyarakat mendorong agar KPK bisa membantu memperjuangkan hukuman mati bagi koruptor seperti halnya di cina sebagai bagaian dari efek jera. Tapi itulah kita rasa kemanusian masih ditempatkan paling tinggi dari segalanya. Kita masih memberikan ruang bagi para koruptor untuk bertobat dengan menjalankan hukuman penjara dan pergantian uang sebagai ganti ruginya. Argh sudahlah kita belum bisa menjadi Negara yang tegas untuk warganya yang punya tabiat mencuri, apalagi bagi mereka yang punya label bintang.  Sedang warga yang biasa hanya berharap pada belas kasihan. Tidak heran jika adigium Hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah menjadi sebuah kebenaran yang tidak bisa kita sangkal lagi. Tapi itulah kita, pemberatasan Korupsi masih sekedar mimpi di siang bolong.

Posisi Jokowi pun kini ada dipersimpangan. Dengan dukungan rata-rata partai di pemerintahan, Jokowi memang punya beban tersendiri saat kasus Korupsi ini mencuat. Jokowi tahu kalau kasus ini membuatnya jadi bulan-bulanan, apalagi pelaku korupsi terakhir merupakan kader partainya sendiri. Pusing pastinya, tapi bukan Jokowi kalau dia tidak punya cara keluar dari situasi semacam ini. hal ini terlihat saat dirinya menyampaikan arahannya usai menterinya kedapatan disuap. Dirinya membeberkan kalau selama ini dirinya sudah mengingatkan para menteri untuk tidak korupsi. Kalau kedapatan maka akan diproses. Komitmen semacam ini walaupun terkesan garing tapi ini bukti Jokowi bukan boneka partai. Dirinya ingin membalikkan stigma negative atas dirinya sendiri sekaligus membuat rakyat Indonesia bahwasanya pemerintahan hari ini sangat mendukung pemberatasan Korupsi. Dan kasus Jualiari, adalah pintu paling tepat bagi Jokowi untuk menakar kembali kabinetnya. Merefleksikan kembali setiap rekam jejak para pembantunya untuk memastikan visi misi besar membangun Indonesia tercapai. Badai cobaan harusnya dihentikan saat ini. sudah saatnya membersihkan dari dalam pemerintahan sendiri biar jangan jadi racun buat diri karena di luar pun Indonesia masih punya banyak masalah. Kalau racun di dalam tubuh sendiri saja belum beres bagaimana kita mau membersihkan racun dari luar. Ayo Jokowi tunjukkan bahwa pilihan rakyat di pilpres kemarin benar adanya. Jangan lagi memelihara mereka yang pura-pura jadi teman yang kemudian menusuk Bapak dari belakang tetapi peliharalah mereka yang mau katakan a lalu berbuat a walaupun itu menghadrikan cemoohan bagi mereka yang tidak suka. Indonesia masih butuh pemimpin yang berani dan tegas bukan ada karena politik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun