Mohon tunggu...
Frengky Keban
Frengky Keban Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Penulis Jalanan.... Putra Solor-NTT Tinggal Di Sumba Facebook : Frengky Keban IG. :keban_engky

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jembatan Bambu sebagai Bukti Nyata Pendidikan Itu Mahal

15 September 2018   07:15 Diperbarui: 15 September 2018   15:53 1641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekolah Dasar Inpres Malula-Desa Dikira mungkin masih asing di telinga kita. Bahkan untuk public di Kabupaten Sumba Barat Daya.

Betapa tidak, letak sekolah yang berada jauh dari pusat kota dan berjarak hampir 17 KM dari kilo 12 Kabupaten Sumba Barat Daya desa Kadi Wanno membuat orang 'malas' berkunjung ke sekolah tersebut. 

Belum lagi dengan kondisi jalanan yang rusak berat menambah keengganan kita untuk untuk melihat lebih dekat realitas yang terjadi di sekolah dengan jumlah siswa 272 ini.

Ya, sekolah yang berada di perbatasan Kabupaten Sumba Barat Daya dan Sumba Barat ini adalah salah satu sekolah dari sekian banyak sekolah di kabupaten sumba barat daya-NTT perlu juga diangkat ke permukaan.

Selain masih minim sarana prasarannya, dan sekolah ini agak berbeda dengan sekolah umumnya.

Namun, di sekolah ini kita akan menemukan sisi lain kehidupan anak-anak negeri ini untuk memperoleh ilmu buat masa depannya dengan tidak mudah.

Pasalnya, para siswa yang berasal dari 3 desa (Dikira, Pada Eweta, Dangga Mangu)  harus berjalan kaki berkilo-kilo jauhnya hanya untuk memperoleh ilmu untuk masa depannya.

Bahkan di antaranya harus melewati jembatan bamboo di tengah aliran air yang memisahkan desa Dikira dengan desa Dangga Mangu. 

Di jembatan inilah mereka berharap. Berharap bambu-bambu tua yang diikat dan dipaku diantara pepohonan yang menjulang tinggi menjadi saksi hidup mereka kelak bahkan menjadi cerita menarik buat anak cucunya.

Walaupun di satu sisi anak cucunya tidak akan pernah tahu betapa sulitnya mereka melewati bambu dengan nyawa sebagai taruhannya.

dokpri
dokpri
Rutinitas ini  memang tidak bisa ditolak ataupun dihindari, hanya bias dinikmati sebagai resiko terhadap pilihan menjadi anak desa. Sehingga tidak heran saat meninggalkan sekolah dan tiba di jembatan maut tersebut, mereka masih menyempatkan diri menikmati air yang bisa saja merenggut impiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun