Mohon tunggu...
Umi Salamah
Umi Salamah Mohon Tunggu... Guru - Rafaeyza n Syafiqa Mom

Dunia begitu indah dan penuh warna. Manusia dilengkapi indera untuk mengalami, merasakan, dan mempelajarinya. Saya suka menjajal semua keanekaragaman yang luar biasa itu _RA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Literasi di Tengah Pandemi

29 Oktober 2020   07:45 Diperbarui: 4 November 2020   11:33 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah hampir memasuki dua semester sekolah diliburkan, anak-anak belajar di rumah didampingi orangtua. Hanya untuk urusan kegiatan belajar di rumah, banyak orangtua yang merasa kesulitan dan mengeluh dengan kondisi ini. Keterbatasan Akses internet, soal budgeting, kemampuan orangtua, dan faktor lainnya menjadi salah satu kendala tidak berhasilnya program belajar di rumah. Belum lagi satu dua cerita seram soal anak-anak belajar di rumah, orangtua yang "kurang mampu" secara akses ekonomi, pengetahuan dan kesadaran diri yang kuat, anak-anaklah yang dikorbankan di sana. Miris, kejam dan sangat memprihatinkan kondisi ini. 

Bagaimana dengan dunia literasi kita? Apakah akan ikut terseok-seok di tengah pandemi begini?

Pengalaman ku sejak setahun terakhir mengajar anak-anak tk disaat pandemi ini, kunci kesuksesan program belajar dirumah adalah kekompakan dari berbagai pihak khususnya orangtua, sekolah, anak, dan pemerintah. 

Pertama, orangtua harus memahami kondisi di tengah pandemi ini adalah kembalinya pusat belajar anak adalah dari orang tua. Dalam hadist disebutkan bahwa  "al madrosatul ula" ibu adalah sejatinya pendidik.

Sebuah peradaban dimulai dari rumah, dan ibulah yang menjadi tiangnya.

Bagaimana nasib sebuah peradaban bergantung dari bagaimana kualitas diri seorang ibu. Tentunya ini proses panjang dan rumit yah. Seorang diri ibu juga dibentuk oleh sejarah dan masa kecil bagaimana iya dibesarkan. Yang membentuk karakter, kepribadian.

Faktor pendidikan ternyata yang saya temukan tidak banyak berperan penting di sini. Seorang terdidik namun memiliki riwayat masa kecil yang kurang bahagia, ada konflik dirumah, kekurangan financial, kurang mendapatkan apresiasi dari orangtuanya dan sebagainya. Tentunya hal itu menjadi fenomena gunung es yang akan muncul kapan saja. Kecuali untuk seseorang yang belajar untuk menyembuhkan diri dari luka batin masa kecil. Seperti sebuah jaring laba-laba akan terus kait mengait dan berkaitan sampai ia dewasa bahkan sampe ia tua. 

Selanjutnya ketiga faktor; orangtua, sekolah dan anak. sekolah dituntut kreatif untuk bisa memfasilitasi, dan memberikan stimulus nilai-nilai pendidikan yang menyenang kan untuk orangtua sebagai wakil guru di rumah dan untuk anak-anak sebagai subjek didik. Ketiganya harus sama-sama berbahagia dalam menjalankanya agar apapun program kegiatan belajar bisa terlaksana dengan baik dan menuai keberhasilan. 

Alhamdulillah, saya mengajar di sekolah yang didukung dengan sistem budaya yang kuat, orangtua yang mapan dan tim guru yang solid. 

Bicara soal literasi di tengah pandemi, sejak tiga tahun terakhir ini, sekolah kami telah berkomitmen secara kuat untuk menghidupkan literasi di sekolah. Literasi sejak dini. Literasi untuk anak usia dini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun