Mohon tunggu...
Kazena Krista
Kazena Krista Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer

Best in Opinion Nominee Kompasiana Award 2021 | Membaca. Menulis. Foto-Kopi. | Menyukai pembahasan seputar gender equality, parenting dan sosial-budaya yang kerap terjadi sehari-hari. |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Choose to Challenge dan 3 Hal yang Bisa Perempuan Ubah

7 Maret 2021   11:30 Diperbarui: 8 Maret 2021   02:58 1642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Para Perempuan (Sumber Unsplash.com/Foto oleh Omar Lopez)

Jika tahun lalu tema Hari Perempuan Sedunia adalah Each for Equal, tahun ini tema yang diangkat adalah Choose to Challenge.

Melansir dari laman resmi International Woman's Day, tema kali ini diangkat dengan alasan bahwa perempuan dapat memilih untuk melakukan penentangan dan menyuarakan bias dan ketidaksetaraan gender.

Secara pribadi, saya tak akan menyoroti bagaimana secara spesifik latar belakang sejarah terbentuknya Hari Perempuan Sedunia tersebut—karena itu sudah bisa sama-sama kita cari melalui mesin pencari internet yang hampir "maha" tahu itu—.

Intinya tak jauh-jauh dari momentum bagi perempuan agar kembali memberi ruang bagi dirinya berefleksi tentang bagaimana menghargai perjuangan para perempuan pendahulunya di masa lampau dalam memperjuangkan hak-hak perempuan untuk berpendapat (dan berpolitik). 

Tentang bagaimana suara perempuan tak harus seperti desir angin yang hanya sekali lewat tanpa pernah didengar—alih-alih dipertimbangkan. Tentang bagaimana untuk tetap melanjutkan perjuangan itu.

Tema tahun ini menarik (seperti yang sudah-sudah) dan Choose to Challenge semacam sentilan kalau untuk saya pribadi yakni perempuan ditantang untuk melakukan sesuatu demi mempertahankan eksistensi dirinya yang berkelanjutan di masa yang akan datang.

Dewasa ini, tak dipungkiri, perempuan sering merasa tidak sadar jika ia sudah masuk dalam ruang kompetisi dalam segala bidang kehidupan. Perempuan tanpa sadar dijadikan objek kompetisi tersebut. Perempuan seolah dipaksa untuk tidak menjadi dirinya; pikirannya dieksploitasi (atau dimanipulasi?)—yang sayangnya dianggap demi mempertahankan eksistensi di mata masyarakat (dunia).

Dalam hal ini, perempuan dituntut untuk memenuhi standar yang bukan dirinya. Belum lagi banyaknya stigma yang dibebankan atas diri perempuan itu sendiri seperti untuk menjadi perempuan kuat, perempuah hebat, perempuan yang bisa segalanya—atau mampu multi tasking dalam hal mengerjakan apapun. 

Namun, di sisi yang berseberangan, perempuan dituntut untuk lembut, kalem, nrimo dan lain sebagainya. Semuanya itu seolah menggenapi peran perempuan yang diharapkan untuk selalu bisa "melayani" dalam budaya patriarki yang kental di hampir seluruh belahan bumi meski keduanya (stigma dan tuntutan) bertolak belakang—bahkan terlalu senjang.

Hari Perempuan Sedunia kali ini mungkin bisa dijadikan momentum Choose to Challenge yang diharapkan. Menurut pendapat saya, perempuan bisa melakukannya dengan 3 hal berikut:

#1 Berhenti untuk terlihat menarik demi orang lain.

Katakan "tidak" untuk terlihat menarik demi orang lain—demi mendapatkan pujian verbal atau tersirat dari orang lain. Jangan meromantisasi ingin terlihat cantik misalnya demi untuk terlihat menarik di mata orang-orang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun