Mohon tunggu...
Cuttsilmi
Cuttsilmi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

"Padre, ada banyak hal yang ingin aku ceritakan. Mampirlah ke mimpiku."

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Agama adalah Kebahagiaan

9 Februari 2021   21:52 Diperbarui: 19 Juli 2021   14:03 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hujan deras disiang hari membawa sedikit kenangan. Mengantarkan rasa, akan pahit-manisnya kehidupan. Cerita kehidupan yang tak pernah lepas dari canda tawa dan pengorbanan, membuat warna-warni pelangi kehidupan terlihat elok dipandang. Setiap tetesan airnya juga mengalir banyak harapan. Harapan yang tak pernah habis ia panjatkan dengan menengadahkan tangan ke langit, memohon pertolongan agar Sang Pemilik Semesta berkenan untuk mengabulkan.

Derasnya hujan juga membawanya bangkit, menyingkap tirai jendela melihat anak-anak kecil berlarian dijalan sambil meneriaki temannya untuk berhenti dibawah talang air hujan halaman rumah depan. Bak menikmati sensasi mandi dibawah curug, katanya. Aduhai, melihatnya saja sudah membahagiakan :) Begitulah.. hujan selalu saja membawa keberkahan dan kebahagiaan untuk orang-orang sekitar.

Puas memandang kebahagiaan diluar ia memutuskan untuk menelisik rumah. Menelusuri setiap sudut ruangan yang semakin sepi tanpa banyak aktivitas penghuninya. 

Dua puluh tahun sudah gadis pe-nostalgico hidup didalamnya. Banyak canda tawa bahkan air mata yang tak luput dari setiap bait kisahnya. Kehilangan, penantian, kebahagiaan, cita-cita serta berbagai lika-liku kehidupan tersusun harmonis menjadi bait irama nan apik.

Enam tahun yang lalu, ketika tangisan kehilangan menyelimuti ruangan dan orang-orang tersayang, ia mencoba untuk tetap tegar. Walau terkadang air mata seenaknya jatuh membobol bendungan. 

Saat itulah ia mulai menatap langit-langit ruangan lalu berbisik "Setelahnya pasti ada kebahagiaan" niscaya tangis kehilangan yang ia rasakan berubah menjadi tangis penerimaan. Sederhana bukan? Tetapi terkadang perasaanlah yang membuatnya rumit seolah-olah berkata"Aku tidak bisa hidup tanpanya.." 

Sesekali ia mencoba untuk mencari kedamaian dengan berdialog bersama dirinya sendiri.

"Hei.. bukankah Tuhanmu telah berfirman, bahwa setelah kesulitan itu ada kemudahan? Lantas apakah kamu masih meragukannya? Bukankah Tuhanmu juga Ash-Shamad, Penguasa Yang Maha Sempurna dan tempat bergantung segala sesuatu? Lantas selama ini kebahagiaanmu masih saja kau gantungkan kepada makhluk. Aduhai.. rugi sekali rasanya Al-Qur'an yang kau baca tidak kau masukkan kedalam hati." Hatinya berkecamuk, pikirannya kusut untuk kemudian menyesal terus-menerus berada dalam lubang kesedihan.

.

"After a storm comes a calm.." Lirihnya

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun