Mohon tunggu...
Alex Kawilarang
Alex Kawilarang Mohon Tunggu... Freelancer - Penggiat Masyarakat

Hobi dengan program kemasyarakatan

Selanjutnya

Tutup

Money

Jokowi, Hati-hati KSP Jadi Sumber Kegaduhan Baru

20 April 2017   03:52 Diperbarui: 20 April 2017   04:17 3598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Tribunnews.com

Sangat disayangkan, upaya Jokowi membentuk lembaga baru sebagai "think tank" untuk mempercepat kinerja Pemerintahan, akhir-akhir ini justru lembaga baru tersebut menjadi sumber kegaduhan baru. LIhatlah kineja Luhut Binsar Panjaitan saat menjadi Kepala KSP yang begitu mampu menjadi tangan kanan Jokowi untuk mengeksekusi berbagai langkah terobosan, sekarang hilang sejak KSP dipimpin Teten Masduki. 

Bagaimana di era LBP (panggilan Luhut Binsar Panjaitan) KSP menjadi buldozer berbagai hambatan, bahkan mengkoordinasi pertemuan antar Kementerian untuk mencari titik temu akibat kewenangan setiap kementerian, bagaimana LBP mampu memimpin penyelenggaraan Peringatan konferensi Asia Afrika yang ke 60 di tahun 2015 dan mendapatkan pujian dari banyak negara diawal Pemerintahan Jokowi.

Ketika LBP digeser ke area yang lebih teknis di Kementerian, lalu diangkatlah Teten Masduki oleh Jokowi menjadi Kepala Staf Kepresidenan (KSP) publik sudah ragu dengan sosok Teten yang tidak memiliki pengalaman di bidang birokrasi dan memiliki manajerial yang baik. Kepercayaan Jokowi pada Teten sebagai salah satu Tim Sukses yang menggarap daerah "keras" Jawa Barat pada Pilpres 2014 (meskipun di Jawa, daerah Jawa Barat adalah satu-satunya yang tidak bisa dimenangi oleh Jokowi), artinya sebenarnya Teten gagal. Namun bisa saja Jokowi melihat sisi lain, yaitu Teten telah belajar di area " yang tidak mudah ".

Sayangnya saat Teten menjadi KSP, merekrut orang-orang yang berlatar belakang LSM. Dalam konteks semangat berjuang, bolehlah kredit bagus buat LSM yang memiliki energi besar ketika memperjuangkan sesuatu. Namun, Teten gagal memahami bahwa KSP adalah lembaga yang lebih bersifat "pendobrak" kemacetan berbagai sistem karena "lemahnya koordinasi antar kementerian, kewenangan yang tumpang tindih antar kementerian dan lainnya". Di Jaman SBY, posisi KSP seperti UKPR yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto yang banyak melakukan aksi-aksi bagus dalam mewujudkan pembangunan seperti memberikan penilaian kinerja setiap Kementerian, menyusun MP3EI dan lainnya.

Nyaris tidak ada "prestasi di KSP"?. Bahkan saat aksi - aksi umat Islam yang menuntut keadilan terkait penistaan agama 4 November 2016 ataupun yang paling menghebohkan 2 Desember 2016 (aksi 212), tidak ada peran Teten disana. Jadi sebagai mantan "demonstran", sikap Teten menjadi "mati gaya" saat harus menjadi benteng terhadap Presiden yang sedang di demo. 

Akibatnya, ibarat ingin tetap menunjukkan kerjanya, banyak salah langkah yang dilakukan oleh Teten Masduki. Salah satunya "terlibat terlalu dalam" menangani kasus "Pro dan Kontra Semen Rembang". Padahal dalam kasus tersebut tidak ada tumpang tindih kewenangan antar kementerian maupun pemerintah daereah, semuanya sudah "clear", dan bahkan sampai dengan sidang-sidang dipengadilan menuntut pembatalan ijin lingkungan Semen Indonesia di Rembang, yang semuanya sudah ada mekanisme hukum. Karena hal serupa sudah biasa terjadi di Indonesia.

Karena staf KSP banyak dari LSM, dan mereka adalah orang-orang yang pernah aktif di WALHI, saat jaringan "pertemanan" para LSM dan mantan LSM terjadi, maka seolah-olah KSP tutup mata dengan fakta yang ada dan "menjadi pendukung LSM penolak pabrik Rembang". Lihatlah demonstrasi petani di Sumatera saat ada konflik lahan yang berujung korban jiwa. Pembakaran lahan hutan dan lainnya, atau bahkan saat ramai-ramai membahas Freeport tidak ada peran KSP.

Justru KSP mencampuri urusan Kementerian dan Pemerintah Daerah yang mengakibatkan persoalan Semen Rembang menjadi berlarut-larut. Begitu mudahnya "segelintir" penolak pabrik Semen Rembang masuk ke Istana bertemu Jokowi dengan fasilitasi KSP. Akibatnya investasi Pemerintah di Rembang melalui Semen Indonesia sebesar Rp 5 triliun terancam mangkrak. 

Sedangkan investasi perusahaan asing Jerman melalui Indocement di Pati berjalan lebih mulus, padahal Pati adalah Kawasan Bentang Alam Karst yang dilindungi dan tidak boleh ditambang. Surat Menteri ESDM Ignasius Jonan yang menegaskan tidak ada yang salah dalam konteks geologi dan penambangan di Rembang dianggap "angin lalu" oleh KSP. Yang tetap menjadi sponsor bagi para penolak Semen Rembang.

Ucapan Kepala ESDM Jawa Tengah yang "tegas" bahwa KLHS bukanlah produk perundangan yang harus ditaati akan membuka "disharmoni" antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Yaaa.....KLHS yang hanya bersifat rekomendasi menjadi hal yang mengikat dan mengalahkan aturan lain yang sudah diatur undang-undang. 

Lucunya bahkan Ketua KLHS San Awang Safri yang juga Dirjen Planologi Kementerian LHK sebagai sosok yang getol menolak pabrik Semen Rembang menawarkan solusi agar Semen Indonesia membeli "kapur" yang diproduksi para penambang di Rembang. Sebuah Drama yang lucu, Semen Indonesia dilarang menambang di Rembang, silahkan berproduksi tapi pakai kapur dari daerah lain, disisi lain ketika ada pertanyaan bagaimana dengan para penambang di Rembang yang sudah eksis sejak 1995 dengan ribuan hektar ijin tambang, dijawab "dijual saja hasil tambang kapur ke Semen Indonesia". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun