Mohon tunggu...
Joko Lodang
Joko Lodang Mohon Tunggu... -

Akun ini dikelola oleh kuartet Sarjono, Eko, Marcello, dan Endang (disingkat JOKO LODANG). Kami berempat menolak hegemoni oleh siapapun dan dari apapun.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilihan untuk Jogja Istimewa, Jangan Ragu-Ragu

5 Oktober 2011   09:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:18 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setelah berjalan kurang lebih satu tahun sejak tanggal 13 Desember 2010 diadakannya rapat akbar pro-penetapan oleh masyarakat Jogja, akhirnya waktu yang membuktikan. Jauh sebelum ini, wacana tentang pro-penetapan untuk keistimewaan DIY selalu ramai diperbincangkan. Wacana tentang referendum juga mengemuka untuk menentukan aspirasi sejati warga DIY: pro-penetapan atau pro-pemilihan.

Pernah satu polling sebelum Desember tahun lalu digelar dan katanya mengambil kesimpulan bahwa mayoritas warga Jogja pro-pemilihan. Tapi rasanya hasil survei itu mengada-ada karena buktinya aksi rakyat akhir tahun lalu justru menggelorakan semangat pro-penetapan yang luar biasa.

Ditandai dengan lagu hip-hop "Jogja Istimewa" oleh Hip Hop Foundation besutan Marzuki Mohammad, rakyat Jogja menyatakan sikapnya sebagai pro-penetapan.

Walaupun demikian, masih banyak kalangan yang ingin mendengar kesungguhan komitmen gerakan pro-penetapan tersebut supaya tidak cuma sifatnya klaim-klaim sepihak saja. Akhirnya, tanpa direncanakan, sikap warga Jogja khususnya yang terwakili oleh warga kota Jogja yang baru saja menyelesaikan pilkadanya, menunjukkan sikap asli warganya tentang keistimewaan DIY.


Hasil pilkada kota Jogja adalah BUKTI bahwa ternyata titah sang Raja tidak lagi digugu oleh rakyatnya. Sultan, yang sikap politiknya diwakili oleh istrinya, anaknya, adik-adiknya, kerabatnya, mendukung salah satu pasangan calon dalam pilkada kota Jogja dan mengusung satu isu tunggal: pro-penetapan.


Hasilnya, suara yang mendukung pasangan calon yang disponsori oleh Kraton tersebut hanya mampu menang 48%, itupun tidak jauh selisihnya dari pesaing lain yang memperoleh suara 42%. Jika aku adalah sang Raja, maka aku akan merasa tertampar mukaku bahwa ternyata rakyatku tidak lagi mendengar perintahku. Jika dihitung ulang, maka suara jagonya Sultan pun sebenarnya hanya 29% dari total jumlah pemilih di pilkada Jogja. Angka yang sungguh memalukan bagi Kraton!


Di pihak lain, seharusnya ini menjadi hikmah. JANGAN RAGU UNTUK PEMILIHAN untuk Gubernur DIY. 71% warga Jogja yang terepresentasikan dalam pilkada Jogja artinya menginginkan PEMILIHAN dan sudah bosan dengan pro-penetapan. Kalau Raja saja sudah tidak digugu oleh rakyatnya sebagai gubernur, apa gunanya ditetapkan terus? Lebih baik Sultan tidak lagi menjabat sebagai gubernur. Biarlah jabatan publik tersebut diisi oleh anak bangsa Jogjakarta yang lain yang lebih mumpuni, lebih cakap, lebih merakyat, dan lebih serius. Tidak perlu lagi ada referendum karena hasil pilkada Jogja sudah cukup untuk mengatakan bahwa Kraton cuma pepesan kosong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun