Mohon tunggu...
Katherine Kat
Katherine Kat Mohon Tunggu... Freelancer - Wife, Mom & Self-employed

Tinggal di Toorak, VIC dan Jawa Tengah, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Pentas" Biadab di Muka Publik

16 Oktober 2016   19:34 Diperbarui: 18 Oktober 2016   08:48 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini dalam perjalanan bersama suami dan anak, kami melintasi kota Salatiga, niatannya sekalian mengenang masa lalu karena saya dan suami sama-sama pernah tinggal di kota tersebut. Tak terduga ketika sampai ke pertigaan Jl. Kartini – Jl. Adi Sucipto atau dulu kami biasa menyebutnya pertigaan DPU perjalanan terpaksa berhenti karena karnaval.

Sambil menanti karnaval lewat, berhubung ternyata cukup panjang akhirnya suami memarkirkan kendaraan dan kami bertiga pun beristirahat sejenak menyantap sarapan di sebuah warung makan yang ada di tempat itu juga.

Beberapa lama, mungkin lebih kurang 15 menit selama kami di sana tiba-tiba muncul kegaduhan yang bahkan dari tempat kami duduk lebih mencolok dibanding suara karnaval. Ternyata seorang pria yang mengemudikan sebuah New Avanza berwarna silver sedang memaki-maki pengemudi pickup Suzuki Futura berwarna hitam di depannya.

Entah apa persoalannya saya tidak tahu, tak satupun dari kami bertiga yang tahu karena sambil makan awalnya kami asyik mengobrol sendiri. Namun kegaduhan itu memang mengusik, bukan cuma memaki saja namun beberapa kali juga menggebrak-gebrak mobil pickup tersebut.

Saya tidak habis pikir apa sih persoalannya sehingga si pengemudi Avanza harus menunjukkan sikap (maaf) biadab seperti itu di jalan umum, di muka publik dimana cukup banyak juga anak-anak di sekitarnya yang sedang menikmati karnaval.

Mungkin ia begitu kecewa karena mobil yang dibelinya dengan jerih payah luar biasa harus penyok padahal tidak diasuransikan, mungkin juga ia sedang banyak beban pikiran. Apapun itu saya tak bisa menebak, toh kalau dari tempat saya duduk tidak terlihat kerusakan pada mobilnya. Atau di masa kecilnya ia mengalami abuse dari orang tuanya. Tapi siapa yang tahu?

Yang jelas peringai semacam itu tidak bisa saya terima secara nalar, saya dan suami beberapa kali harus mengalihkan perhatian anak kami yang berumur 4 tahun supaya tidak menonton adegan biadab tersebut.

Suami saya sempat mau berdiri menenangkan si pengemudi Avanza, namun saya larang. Bukan apa-apa, kalau sampai dia berdiri pasti perhatian anak saya bakal ikut teralihkan ke pertontonan biadab tersebut. Mungkin egois, namun saat itu hal terbaik yang terpikir oleh saya adalah menjauhkan anak dari tontonan tidak waras. Kami sudah semaksimal mungkin menjauhkan dia dari tontonan kekerasan dalam film kartun sekalipun, tidak mengenalkan pada mainan berupa senjata dan sebagainya masa tiba-tiba harus rusak oleh situasi biadab semacam ini.

Herannya si pengemudi Avanza itu bukan saja tidak malu bersikap primitif di depan umum, namun entah kemana hati nuraninya mengingat si di dalam pickup yang dikasarinya itu bukan hanya ada si bapak yang mengemudikan namun juga anaknya yang masih kecil serta istrinya.

Si bapak pengemudi Futura tampak berusaha tenang, saya bisa membayangkan dirinya pasti serba salah. Mungkin dalam hatinya ia pun panas dengan sikap biadab di pengemudi Avanza namun ia tak bisa berbuat apa-apa sementara anak dan istrinya ada di situ. Terus terang saya acungi jempol sikap di pengemudi pickup yang berusaha tetap tenang tidak terpancing untuk merendahkan martabatnya menanggapi tingkah si manusia gua. Masih terlihat dari posisi saya duduk ketika ia mengelus istrinya, tampak seperti berusaha menenangkan sang istri yang harus menyaksikan polah biadab manusia yang perilakunya hanya pantas dipertontonkan jaman manusia gua beberapa abad lampau.

Padahal si pengemudi Avanza juga tak sendirian, bersamanya juga ada seorang wanita entah istrinya atau saudaranya. Entah ia sudah terbiasa berperilaku biadab atau apa, siapa yang tahu…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun