Mohon tunggu...
Katharina Zianet
Katharina Zianet Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

FISIP UAJY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Semana Santa dalam Wajah Media

19 Desember 2020   14:58 Diperbarui: 19 Desember 2020   15:07 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia, bangsa dengan jutaan kearifan lokal. Bentang daratan yang diwarnai  keragaman suku, ras, etnis, bahasa, dan agama. Keberadaan suku-suku yang membawa cerita budayanya masing-masing pada anak cucu di generasi berikutnya.

Arak-arakan patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan Tuan Pa (Yesus Kristus) adalah salah satu cerita nyata yang dimiliki suku Flores bagian paling timur-NTT (Larantuka). Prosesi ini dikenal sebagai prosesi Semana Santa. Adapun Etnis Lamaholot merupakan etnis asli daerah ini. Suku-suku yang tergabung dalam etnis Lamaholot memiliki peran penting dalam menjaga agar tradisi keagamaan ini terus terjaga.

Histori Bunda Maria Reinha Rosari atau Tuan Ma

Perihal keberadaan Tuan Ma di Larantuka terdapat berbagai macam kisah yang beredar. Menurut hikayat, Tuan Ma atau Bunda Maria Reinha Rosari ditemukan sekitar abad ke-15 di pantai Larantuka.

Menurut sejarah kisah bermula ketika penduduk setempat bernama Resiona bertemu dengan seorang perempuan cantik di pinggir Pantai Larantuka. Resiona yang penasaran kemudian bertanya tentang nama dan asal perempuan tersebut. Tanpa menjawab pertanyaan perempuan itu menunduk dan menulis dengan jarinya pada pasir pantai.

Namun, setelah menulis perempuan itu mengangkat pandangannya dari pasir dan seketika berubah menjadi patung kayu. Karena tidak memahami tulisan tersebut Resiona membuat pagar batu agar tidak terhapus ombak, lalu pergi melaporkan kejadian itu pada tetua suku dan dibawalah patung itu ke rumah adat suku kediaman Resiona.

Masyarakat setempat menjadikan patung tersebut sebagai objek yang disembah. Barulah arti dari tulisan perempuan itu diketahui setelah seorang Misionaris Katolik Portugis datang mengartikan dan menjelaskan kepada Raja-Raja dan masyarakat bahwa patung yang disembah adalah Bunda Maria. Tanggal 8 September 1886 raja ke-10 Larantuka bersumpah dan memberi gelar tertinggi kepada Bunda Maria sebagai "Raja Orang Larantuka". Sejak saat itu warga Larantuka mengimani agama Katolik dan dimulainya prosesi Semana Santa (pekan suci). Adapun panggilan Tuan Ma merupakan panggilan dalam bahasa daerah setempat kepada Bunda Maria sebagai "Tuan dan Mama".

Asal-Usul Masyarakat Kristiani Larantuka

Keberadaan masyarakat kristiani Larantuka tidak terlepas dari peranan bangsa Portugis yang datang menjajah Tanah Air. Pada abad XV-XVI kehidupan masyarakat Larantuka mulai dipengaruhi oleh Portugis. Dahulu orang Portugis yang menempati kota Larantuka membawa Resiona (konon katanya dia adalah penemu Tuan Ma) pergi ke Malaka untuk mempelajari agama.

Kembalinya Resiona ke Larantuka membawa serta perlengkapan keagamaan Katolik. Pada satu situasi juga terjadi politik kawin-mawin antara orang portugis dan warga setempat. Larantuka pada masa itu masih berstatus kerajaan, yang dipimpin oleh Raja Ola Adobala. Lalu pada tahun 1665 Raja Ola Adobala memutuskan untuk dibaptis dan sescara sah menjadi umat Katolik. Raja Ola Adobala merupakan tokoh utama yang meyerahkan tongkat berkepala emas kepada Bunda Maria Reinha Rosari (Tuan Ma). Dengan demikian, Larantuka se-utuh-nya menjadi kota Reinha. Bermula dari sanalah masyarakat Larantuka melakukan Devosi kepada Tuan Ma.

Media dan Budaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun