Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Omong Kosong Rp2 Triliun

5 Agustus 2021   16:19 Diperbarui: 5 Agustus 2021   19:40 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar :postwrap /ca prasangka.

Markisik. Mari kita selisik. 

  • Apa yang tampak  benar di depan mata belum tentu itu adalah kebenaran  sebenarnya. 

  • Apa yang dianggap ada bisa jadi itu tiada. 

  • Jangan menyikapi sesuatu  dengan berlebihan. 

Yang Tampak Benar Belum Tentu Benar

Dalam hidup ini banyak peristiwa  sering kali mengajarkan  kepada kita bahwa apa yang kita anggap sebagai kebenaran bisa jadi itu adalah kesalahan di kemudian hari. 

Jadi, hal ini mengajarkan kepada kita agar dalam hal apapun sebelum segala sesuatu itu benar kebenarannya jangan banyak komentar. Apalagi sampai mengeluarkan jurus menuju berlebihan atau menghakimi. 

Misalnya seseorang hanya menyumbang sepuluh ribu rupiah. Kita pandang sebelah mata. Padahal uang yang  ia miliki hanya lima belas ribu rupiah. Tidak ada lebih lagi. 

Kebenarannya yang menyumbang dua triliun rupiah pun kalah nilainya bila hartanya ada enam belas triliun. 

Namun kita pasti akan lebih memuji yang memberi dua triliun rupiah dan meremehkan yang memberi sepuluh ribu saja. 

Apa yang Ada Bisa Jadi Tiada

Tak jarang kita tertipu oleh omongan. Kita begitu percaya oleh omong kosong yang begitu meyakinkan sehingga takada celah buat kita untuk tidak percaya. 

Tak heran di antara kita acap kali menjadi target penipuan. Kita tertipu bukan oleh kebodohan, tetapi tak jarang karena kepintaran kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun