Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Omong Kosong Usia 25

17 Mei 2021   22:21 Diperbarui: 18 Mei 2021   09:06 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: diolah dari postwrap dan cartoonpictures

Katedrarajawen  _Omong kosong. Ini berlaku buat saya, bahwa memasuki usia 25 akan mulai banyak tantangan, pikiran macam-macam, tuntutan ini dan itu, dan sibuk dengan  deretan pencapaian. Membandingkan dengan pencapaian teman atau saudara. Risau tentang jodoh dan kemapanan. Takada itu. 

Mengapa? 

Hidup Apa Adanya

Sebelum memasuki usia 25 tahun dengan santai saja saya jalani. Bekerja di peternakan dan tinggal di mes saya lakoni apa adanya. 

Karena saya pada waktu itu termasuk makhluk yang tidak dipenuhi pikiran macam-macam. Niatnya cuma hidup apa adanya. Tidak mau ada apa-apanya. Tidak berusaha membandingkan dengan orang lain. Masa bodoh itu. 

Saya adalah saya. Inilah hidup saya. Orang lain adalah orang lain dan memiliki hidupnya sendiri. Gitu aja repot. Kata Gus Dur. 

Saya menikmati pekerjaan yang ada jauh dari kota. Tenteram. Main bola setiap sore bersama teman sekerja. Malamnya nonton bola atau main tenis meja. Serunya pakai taruhan lagi. Judi. Sekarang sudah lupa caranya taruhan bola. 

Saya pikir hal yang wajar waktu itu. Hidup seakan tanpa tekanan. Dalam hal pekerjaan pun saya pikir cukup lumayan. Semuanya saya jalani dengan santai. Karena tujuan hidup saya memang tidak bercita-cita setinggi langit. 

Niatnya hanya jadi manusia biasa. Punya keluarga sederhana dan bahagia. Tidak ada nafsu jadi orang kaya. Yang kemudian hari agak saya sesali. Kenapa tidak mau jadi orang kaya? 

Bagaimana dengan wanita idaman yang diimpikan? Saya juga termasuk tidak mau ribet dalam urusan pacaran. Punya pacar juga jauh di seberang pulau  sana, hanya bisa melampiaskan rindu lewat surat dan telepon di warnet ketika hampir tengah malam. Demi irit biaya. Karena ada diskon. 

Sempat terpikir suatu waktu akan menikah dengannya. Walaupun berada  hampir di ujung Pulau Sumatra saya sudah pernah dua kali ke  sana membawa rasa rindu dan cinta. Aduhai. Namun kenangan hanya jadi kenangan. 

Jalan Spiritual yang Menggoda sebagai Titik Balik Kehidupan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun