Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelakor Dibenci, tetapi Jangan Begini

23 Februari 2018   23:56 Diperbarui: 24 Februari 2018   07:44 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pelakor, pencuri lelaki orang, lagi musim. Bisa jadi drakor, drama Korea saja kalah ramai dan seru.  Beginilah fenomena zaman media sosial sekarang.

Pelakor, memang perilaku orangnya  tak dapat ditolerir. Jadi pantas banyak yang mencibir. Karena merusak rumah tangga orang. Layak dibenci. Demi alasan memberi hukuman sosial, membalas perilaku pelakor dengan memermalukan di media sosial juga layak dibenci.

Sebab apa yang dilakukan semata pelampiasan emosi dan dendam serta kehilangan akal sehat. Apa yang dilakukan atas nama emosi dan sakit hati pastilah kurang baik.

Itu sama saja artinya tahu apa yang orang lakukan tidak baik, tetapi diri sendiri juga melakukan hal yang sama. Ujung-ujungnya selalu ada pembenaran.

Bila ada kerendahan hati, suami takluk pada pelakor bisa menjadi sebab untuk menengok diri. Tak sedikit pemicu oleh diri sendiri atau suami sendiri yang tak baik karakternya.  

Kenapa wanitanya disebut dengan pelakor? Padahal bisa jadi yang lelaki yang menggoda terlebih dahulu untuk mencuri hati wanita tersebut. Kalau bicara salah kita tentu bisa menentukan dengan pasti.

Ibaratkan pelakor (maaf) adalah racun, orang yang minum racunlah yang bodoh dan harus disalahkan bukan racunnya, kan?

Pada kasus lain, misalnya anak kita ribut dengan temannya,  yang sering  terjadi adalah kita langsung menyalahkan teman anak kita. Kalau kita sedikit bijak, pasti kita akan menyalahkan atau menasehati anak kita terlebih dahulu.

Bila mau jujur dan menggunakan akal sehat, perilaku memerlakukan pelakor di media sosial, secara tidak  langsung sesungguhnya juga memermalukan diri sendiri. Bahkan juga membuka borok masa lalu tanpa menyadari. Karena pernah diketahui ternyata yang memermalukan pelakor tersebut, masa lalunya  adalah juga seorang pelakor. Nah, loh?!

Perubahan zaman memang sulit untuk mencegahnya. Ada satu yang memulai satu hal yang baru, walaupun itu negatif, karena menarik perhatian banyak orang. Lalu tanpa pikir panjang lagi, orang lain menjadi penasaran dan mengikuti. Begitu seterusnya, sehingga kemudian menjadi hal yang biasa dilakukan.

Demikianlah tanpa kita sadari masuk dalam arus pusaran perubahan zaman yang semakin menjauhkan kita hidup yang bermoralitas dan menggunakan budi pekerti.

||Pembelajaran dari sebuah peristiwa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun