Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lembut dan Keras

6 Februari 2018   13:05 Diperbarui: 7 Februari 2018   06:39 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Hidup perlu fleksibel. Menghadapi satu hal atau masalah tidak harus selalu dengan cara yang sama. Perlu sikap lembut atau keras. Di sinilah perlu ketajaman untuk melihat keadaan, hingga mampu mengatasi dengan cara yang paling ampuh sebagai senjata.

Apalagi dalam kehidupan sosial di masyarakat maupun di tempat kerja. Pasti banyak hal yang harus dihadapi setiap harinya. Saya yakin kita masing-masing memiliki pengalaman dalam cara mengatasinya. Berhasil atau tidak itu masalahnya.

Dari banyak kasus yang saya hadapi, beruntung saya dapat mengatasi tanpa pakai teori-teori kelas tinggi. Tetapi lebih karena bisikan dan institusi. Lumayan, boleh dibilang 99,99 persen berhasil dan terbukti. Pada kesempatan ini sekadar untuk berbagi.

Kelembutan Meluluhkan Kekerasan

Ketika pertama bekerja setelah lulus sekolah langsung jadi wakil kepala bagian. Tiga bulan kemudian naik jabatan. Biasalah. Jadi atasan.

Di mana-mana yang namanya biang kerok pasti ada. Ada satu karyawan yang bikin susah. Kerja malas, jalan sana-sini kerjaannya. Saya hanya melihat dan mengawasi tingkahnya. Badannya besar dan suka bawa-bawa golok segala. Maklum di kampung, biar tampak sebagai jagoan.

Suatu hari saya panggil ke kantor. Datang dengan tampang tak senang dan bawah golok lagi sambil dibacok-bacok ke tangannya. Langsung saya menangkap bahwa hal itu menunjukkan ketidakpercayaan dirinya sendiri.

Setelah duduk, saya mengatakan padanya, bahwa saya panggil dia ke kantor bukan untuk ajak  berantam. Kenapa harus bawa golok? Kalau  mau berantam jujur saya bilang pasti saya kalah.

Saya tatap matanya dan bicara baik-baik. Tak lupa juga memuji dia dan memberikan sedikit nasehat. Ternyata bandel-bandel hatinya lembut juga. Akhirnya malah jadi andalan. Walau tidak seratus persen berubah, paling tidak sudah bisa diatur dan bisa mengatur teman kerjanya juga.

Andaikan waktu itu saya yang masih muda tak peduli bedengan situasi lagi, begitu dia datang langsung emosi memarahinya. Menantang-nantang dia dengan arogan karena merasa atasannya, bisa-bisa langsung saya dibacok.

Karena saya hadapi dengan sikap lembut sambil bercanda juga, luluh juga hatinya dan malu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun