Hari-hari ini dipenuhi berita tentang kematian Tito Kei yang ditembak orang tak dikenal di dekat rumahnya beberapa waktu lalu.
Kematian Tito mau tak mau dikaitkan dengan John Kei, terpidana kasus pembunuhan yang kini ditahan di Rutan Salemba. Ya, karena John adalah kakak dari Tito.
Yang ramai dibahas adalah soal kemanusiaan menyangkut ijin yang diajukan pihak keluarga dan pengacara, agar John bisa melayat dan melihat sang adik untuk terakhir kalinya sebelum dimakamkan di kampung halaman di Desa Tutrean, Kei, Maluku.
Keputusan ada di tangan MA bukan pihak rutan. John Kei adalah tahanan yang dititipkan di Rutan Salemba. Sementara sesuai aturan ijin melayat hanya bisa diberikan untuk anak atau orangtua yang meninggal.
Memahami hal ini, pihak pengacara tentu memahami kalau mengikuti prosedur tentu akan memakan waktu lama dan sangat kecil kemungkinan John mendapat ijin.
Itulah sebabnya, pihak pengacara meminta agar MA melihat dari sisi kemanusiaan untuk memberikan ijin kepada John.
Tentu kita setuju, hukum atau atauran tidak boleh kaku berdasarkan apa yang tertulis di atas kertas. Penting juga untuk memandang dari sisi kemanusiaan. Itu penting. Karena kita adalah manusia.
Namun dalam hal ini pihak John Kei pun seharusnya memahami dan menerima dengan lapang dada bila ijin tak diberikan.
Kalau mau bicara soal kemanusiaan dan pihak John mengerti hal ini, maka premanisme yang menjadi dunianya tentu tidak akan ditekuni.
Seperti kita tahu, dunia premanisme jelas jauh dari yang namanya HAM. Sebaliknya justru banyak terjadi melawan HAM. Main ancam, pukul, dan bunuh adalah hal biasa.
Bisa saja dalam mengambil keputusan soal kemanusiaan ini, MA pun menilai dan mencermati dari sisi kemanusiaan. Menjaga-jaga akibat yang akan ditimbulkan bila John diberikan ijin.